f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
independent women

Raithah binti Abdullah sebagai Cerminan Independent Women yang Memprioritaskan Keluarga

Menjadi wanita mandiri dan wanita karir bukan lagi sesuatu yang jarang didengar. Ada banyak wanita yang memilih menjadi independent woman. Namun di baliknya, tentu ada banyak faktor yang melatarbelakangi. Entah itu pendidikan yang memberikan kesempatan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, kesetaraan gender, perubahan sosial budaya yang memberikan dukungan dan menghargai kontribusi wanita dalam dunia kerja, teknologi dan globalisasi yang memberi banyak akses informasi dan dorongan untuk meniti karir di luar, kesadaran diri dan ambisi untuk mencapai kemandirian finansial agar tak selalu dianggap beban keluarga, atau bahkan karena perekonomian keluarga yang hancur sehingga wanita menjadi satu-satunya harapan untuk menjadi tulang punggung keluarga.

Lantas bagaimana jika dalam perjalanan karirnya untuk keluarga, membuatnya lalai dengan ibadah akhirat dalam bentuk sedekah sebab penghasilan yang dimiliki tidak lebih tidak kurang dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga tidak cukup untuk bersedekah kepada orang lain?

Apakah Memenuhi Kebutuhan Keluarga bukan Sedekah?

Sejarah pernah mencatat kisah karisma wanita muslimah bernama Raithah binti Abdullah bin Mu’awiyah ats-Tsaqafiyah atau juga familiar dengan nama “Zainab ats-Tsaqafiyah”. Sosok independent women yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan suami dan anak-anaknya. Karena suaminya, Abdullah bin Mas’ud bukanlah orang yang berada dan kaya. Ia bekerja menafkahi keluarga kecilnya dengan segenap hati, namun khawatir tidak mendapat pahala atas apa yang diperbuatnya. Sebab suami dan anak-anaknya membuatnya tak sempat bersedekah kepada orang lain untuk meraih rida Allah Swt.

Raithah bergegas menemui Rasulullah Saw. di kala itu untuk bertanya tentang sedekah apa yang lebih baik? Raithah berkata dan bertanya kepada Rasulullah, “Saya merupakan seorang wanita pekerja. Saya penjual, tapi saya, anak-anak dan suami saya tidak memiliki apapun. Anak dan suami saya membuat saya sibuk bekerja sehingga saya tidak bisa bersedekah. Apakah saya mendapat pahala dari nafkah yang saya berikan kepada mereka?”

Baca Juga  Bersahabat dengan Orang Tua

لك فى ذالك أجر ماأنفقت عليهم فأنفقي عليهم

“Dalam perkara ini, engkau mendapatkan pahala dari apa yang engkau nafkahkan kepada mereka. Maka berikanlah nafkah untuk mereka,” jawab Rasululllah Saw.

Dalam kitab an-Nafaqat (Al-Bukhari) terdapat hadis shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud al-Anshari ra, dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Apabila ada seorang  muslim yang memberi nafkah kepada keluarganya, dan ia berharap pahala dari Allah, maka nafkah tersebut menjadi sedekah baginya.”

Allah Swt., juga telah berfirman dalam kitab suci Al-Qur’an:

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 215).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di pakar tafsir abad 14 H dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini dalam hal harta yang dinafkahkan bahwa orang yang utama menerima harta tersebut serta yang paling berhak adalah orang tua dan sanak saudara (dalam hal ini adalah keluarga) sesuai pada tingkatannya. Baru kemudian anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dengan demikian, keluarga adalah yang paling utama dan paling berhak atas nafkah yang ia dapatkan. Sejalan pula dengan tafsir ringkas Kementerian Agama RI yang menjelaskan suatu riwayat, ada seorang pria lanjut usia yang kaya raya bertanya kepada Rasulullah tentang harta apa dan kepada siapa harta tersebut ia berikan. Lalu turunlah ayat ini sebagai jawaban bahwa orang yang berhak adalah orang tua dan kerabat. Baru kemudian anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.

Baca Juga  Salma Salsabil; Tidak Ada Kata Menyerah untuk Prestasi

Oleh karena itu, dalam potret kisah karisma sosok wanita bernama Raithah binti Abdullah memberikan cerminan akan pentingnya memprioritaskan kebutuhan keluarga terlebih dahulu dalam hal nafkah. Meskipun ia adalah sosok wanita karir yang berjuang mencari nafkah. Paling tidak ada beberapa mutiara hikmah yang bisa menjadi nilai teladan bagi wanita mandiri masa kini dari sosoknya.

Pertama, istri adalah wanita belahan jiwa laki-laki. Maka jika suami berada dalam kesusahan dalam mencari rezeki, seorang istri bisa tampil untuk membantu bersama-sama suami dalam mencari nafkah. Dengan senantiasa mengharap rida dan pahala dari Allah.

Kedua, pentingnya memprioritaskan kebutuhan keluarga terlebih dahulu. Jika kebutuhan keluarga telah terpenuhi dengan baik, baru kemudian bersedekah kepada orang lain. Rasulullah Saw. telah jelas mengatakan bahwa memenuhi kebutuhan keluarga juga bernilai sedekah.

Ketiga,  dari Raithah binti Abdullah kita dapati, menjadi seorang wanita yang mandiri bisa menjadi solusi dan inspirasi bagi wanita-wanita lainnya yang sedang berada di fase kesulitan. Terutama dalam hal nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, menjadi wanita tidak selalu berdiam diri dan menempatkan diri di dapur rumah semata jika perekonomian keluarga sedang tidak baik-baik saja. Kolaborasi saling bahu membahu bersama pasangan, bekerja sama, saling menyemangati, saling menolong adalah salah satu bukti nilai ibadah dalam pernikahan. Wallahu a’lam.

Bagikan
Post a Comment