f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
rahma el yunusiyah

Rahma El Yunusiyah, Perjuang Derajat Kaum Perempuan dari Padang Panjang

Ketika memiliki suatu keinginan maka akan ia perjuangkan dengan sekeras kemampuan. Bahkan ketika masih kecil, ibunya sendiri telah kewalahan menghadapi kerasnya hati si anak perempuannya yang paling bungsu ini. Anak perempuan tersebut adalah Rahma El Yunusiyah, sosok perempuan hebat dalam kancah sejarah peradaban bangsa Indonesia, khususnya di tanah Padang Panjang.

Rahma kecil terlahir dari pasangan suami-istri Muhammad Yunus bin Imanuddin dan Rafi’ah. Ayahnya sendiri merupakan seorang ulama besar di negeri Pandai Sikat yang menjabat sebagai qaddi (hakim). Beliau pernah belajar di Makkah selama 4 tahun. Sehingga menjadikannya ulama ahli falak serta termasuk pemimpin tarekat Naqsabandiyah meneruskan jejak ayahnya Syaikh Imanuddin.

Syaikh Imanuddin ini masih memiliki hubungan keluarga dengan Haji Miskin dari Pandai Sikat, salah seorang Hariman nan Salapan pada Perang Paderi (1822-1838). Selain itu, beliau juga masih memiliki pertalian saudara dengan Tuanku Nan Pulang di Rao, ulama Minangkabau yang hidup pada masa Perang Paderi.

Dilihat dari latar belakang keluarganya, Rahma berasal dari keturunan ulama progresif. Namun sayangnya Rahma tidak pernah merasakan didikan langsung dari ayahnya, sebab Syaikh Muhammad Yunus sudah meninggal terlebih dahulu ketika Rahma masih kanak-kanak.

Rahma tidak pernah mendapatkan pendidikan formal yang memadai. Hanya saja sempat menempuh pendidikan di sekolah dasar selama 3 tahun di kota kelahirannya. Namun dari kakak sulungnya yang bernama Zenuddin Labay, Rahma memperoleh banyak ilmu serta dorongan yang sangat berarti dalam perkembangan intelektualnya. Bagi Rahma, kakaknya ini merupakan seorang pendidik dan tokoh pembaharu dalam sistem pendidikan Islam, seperti model surau “Diniyah School-nya” (1915). Penguasaannya dalam bahasa asing (Inggris, Arab dan Belanda) telah mengantarkan Rahma mengakses literatur asing dengan mudah sebagai modal mencetuskan ide-ide pembaharuan.

Baca Juga  Wonder Woman Pendidikan Indonesia

Rahma terkenal akan kecerdasaanya sehingga dapat mendorongnya untuk bersikap kritis, tidak lekas puas, dan selalu mencari hal baru. Seperti contoh ketika ia tidak puas dengan sistem edukasi di Diniyah School, yang mana kurang memberikan penjelasan secara terbuka kepada siswa putri mengenai persoalan khusus perempuan. Hal ini yang membuatnya merasa perlu memperdalam pelajaran agamanya di sore hari dengan berguru kepada Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah), ayah Buya Hamka di Surau Jembatan Besi, Padang Panjang. Ia belajar di sana bersama tiga kawannya yaitu Rasuna Said dari Mininjau, Nanisah dari Bulaan Gadang Banuhampu, dan Jawana Basyir (Upik Japang) dari Lubuk Alung.

Ketika terjadinya gempa bumi (28 Juni 1926) yang menyapu Padang Panjang dan sekitarnya termasuk Surau Jembatan Besi. Membuat Haji Rasul memutuskan untuk kembali ke kampungnya di Sungai Batang, Maninjau. Kejadian ini membuat Rahma melanjutkan berlajar keagaman kepada Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syaikh Abdul Latif Rasyidi, Syaikh Mohammad Jamil Jambek, dan Syaikh Daud Rasyidi.

Ketika usianya masih 15 tahun, Rahma sudah dijodohkan oleh orang tuanya. Meskipun sangat berat, akhirnya Rahma menyetujui dan menikah atas perjodohan tersebut. Lalu pada tahun 1922 suaminya berkeinginan untuk menikah lagi. Ketika suaminya meminta izin untuk berpoligami, Rahma menolak keras keinginan suaminya itu. Meskipun tidak secara langsung menolaknya, ketika diberi sebuah pilihan antara menerima atau memilih cerai, akhirnya ia memilih untuk cerai.

Setelah resmi bercerai, Rahma aktif melakukan gerakan dalam memperjuangkan hak para perempuan. Ia menjadi pemimpin rapat dengan para ibu-ibu di Padang Panjang. Kegiatannya ini sering mendapatkan sorotan tajam dari Belanda. Sehingga membuatnya pernah dihukum dengan denda 100 gulden yang dituduh membicarakan politik dan menjadi anggota pengurus Serikat Kaum Ibu Sumatra (SKIS).

Baca Juga  Mukhtar Mai Pelajaran Berharga Bagi Korban Pelecehan Seksual

Perjuangannya untuk mengangkat derajat kaum perempuan terus ia gencarkan. Dengan bukti berdirinya Diniyah Putri School Padang Panjang pada 1 November 1923. Ia sendiri yang mengurus sekolah tersebut atas bekal belajar kepada kakaknya.

Ketika kakaknya meninggal dunia pada tahun 1924, Rahma sangat sedih kehilangan seorang kakak yang sekaligus gurunya itu. Kakaknya telah meninggalkan bekal buat Rahma suatu prinsip yang kuat. Sebuah prinsip untuk menolak bantuan dari pemerintah Belanda dalam memajukan sekolahnya. Selain itu, ia ingin kaum perempuan berjuang sendiri terlebih dahulu sebelum meminta bantuan laki-laki. Bila kondisinya dalam perjuangan tidak tercapai-capai, baru boleh meminta bantuan lelaki.

Rahma mengumpulkan dana pembanguan sekolahnya dari bisaroh ceramahnya atau seminar ilmiahnya di berbagai kota, seperi Aceh, Sumatera Utara dan Semenanjung Melayu pada tahun 1926. Jerih payahnya menuai keberhasilan, sekolahnya semakin maju hingga didirikan juga di Batavia.

Perjuangan gigih Rahma membuat Belanda semakin geram. Ia ditanggkap tentara Belanda lalu disembunyikan di Gunung Singgalang pada 7 Januari 1949 dan dipenjara selama 9 bulan. Rahma yang salah satu pejuang hebat untuk kaum perempuan ini menutup usianya pada tanggal 26 Februari 1969 (9 Dzulhijjah 1388 H) di Padang Panjang.

Sumber Rujukan

Jajat Burhanuddin, “Ulama Perempuan Indonesia”, 2002, Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan PPIM IAIN Jakarta.

Nur Jati, “Kala Ulama Perempuan Melawan”, 28 Juli 2018, Historia: Masa Lalu Selalu Aktual.

Bagikan
Post a Comment