f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
Pak Koba

Pola Pikir yang Terbatas

Suatu ketika ada seekor katak yang baru saja keluar dari sebuah tempurung yang telah lama mengurungnya. Dengan gembira katak itu melompat lompat ke sana kemari dengan suara khasnya, seraya menikmati kebebasannya.

Ketika sedang asik melompat, tiba-tiba saja dia melihat sesuatu yang membuatnya merasa takjub. Tak jauh dari tempatnya berdiri, dia melihat seekor katak lain yang bisa melompat lebih tinggi dan memiliki suara yang lebih merdu darinya.

Karena penasaran, diapun memberanikan diri untuk menyapa katak yang hebat itu. “Sungguh luar biasa, lompatanmu tinggi sekali lebih jauh dari lompatanku dan suaramu lebih merdu dari suaraku.” Sapanya. “Kamu pasti katak istimewa yang punya bakat melompat dan suara yang luar biasa.”

Mendengar pujian itu, si katak hebat malah tertawa. “Kamu ini lucu sekali.” Katanya. “Memangnya selama ini kamu tinggal di mana?”. “Semua katak yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan lompatan dan bersuara merdu sepertiku barusan.”

Dengan heran katak yang penasaran itu pun hanya terdiam. Dia mulai tersadar bahwa dia sudah terlalu lama terkurung di dalam tempurung itu. Ternyata, selama ini tempurung itulah yang telah membatasi lompatan dan suaranya. Sehingga tidak bisa melompat lebih tinggi dan bersuara keras seperti katak lain yang hidup di alam bebas.

***

Seberapa sering kita sebagai manusia tanpa sadar juga mengalami hal yang sama dengan katak tadi? Entah lingkungan yang buruk, kegagalan yang beruntun, trauma masa lalu, ataupun perkataan orang yang menyakitkan.

Semua itu kadang-kadang membuat kita terkurung dalam tempurung semu yang mengkerdilkan potensi diri. Seringkali, kita mempercayai mentah-mentah apa yang orang katakan terhadap kita. Tanpa kita berpikir dalam-dalam, apakah hal itu benar adanya? Atau benarkah kita selemah itu? Nyatanya segelintir manusia di dunia seringkali senang membanding-bandingkan dirinya maupun orang lain.

Baca Juga  4 Jam Kehilangan Ibu

Dalam aspek sosial misalnya, hanya karena rumahnya bertingkat, dia tidak mau bergaul dengan rumah yang beralaskan tanah. Demikian juga terjadi pada aspek lainnya. Ketika kita terperangkap di dalam tempurung tadi, sesungguhnya itulah wadah kita yang membatasi diri kita untuk belajar, membatasi diri kita untuk berinteraksi dan membatasi diri kita untuk bertoleransi.

Tempurung ini dalam pikiran kita bernama “pola pikir”. Bagi kita yang tidak mau membuka hati dan tidak mau membuka diri untuk belajar dari orang lain. sudah pasti pola pikirnya akan terbatas. Dan sudah pasti juga lompatannya tidak akan pernah jauh dan hanya sebatas lingkungan tempurung itu saja.

***

Ini juga pernah dialami oleh dia yang merasa dikerdilkan oleh orang di sekelilingnya. Padahal dia dianggap pintar di lingkungan masyarakatnya, mendapat juara setiap mengikuti lomba tarik suara. Enam tahun berturut-turut memegang juara tersebut. Sehingga ia tetap dipercaya untuk mengikuti lomba itu.

Tapi di balik itu semua ada keluarganya yang tidak suka dengan pencapaian yang ia dapatkan. Karena, keluarganya menganggapnya seperti katak dalam tempurung itu tadi. Keluarganya tidak pernah menghargai kesuksesan dan pencapaiannya. Kemenangannya hanya dianggap sebuah kebetulan, hingga akhirnya orang tuanya bersih keras untuk melarangnya mengikuti lomba itu tadi.

Dia hanya berusaha meyakinkan orang tuanya, bahwa dia masih dalam tahap belajar. Dia sadar, yang lebih tahu kemampuannya adalah keluarganya. Tapi yang benar-benar menilai kemampuannya adalah orang yang melihat bagaimana usaha dia yang sebenarnya. Keluarga tidak pernah membanggakannya, tapi masyarakat lebih membanggakanya.

Keluarga kita lebih tahu batas kemampuan kita. Sedangkan orang luar hanya melihat hasil dari kualitas diri kita. Jadikan semua pelajaran dan jadikan orang-orang hebat sebagai panutan untuk kita belajar memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Bagikan
Post a Comment