f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
siti baroroh

Perempuan Inspiratif: Mengenal Lebin Dekat, Sosok Siti Baroroh

Muhammadiyah adalah organisasi Islam tertua di negeri ini, tentu Muhammadiyah memiliki banyak tokoh perempuan yang berperan luar biasa di lingkungannya masing-masing. Sejak Muhammadiyah berdiri, KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah sudah mendukung pergekan perempuan. Karena melihat kiprah Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan sangat mendukung penuh kebutuhan pendidikan perempuan. Tetapi tulisan kali ini tidak banyak membahas Siti Walidah melainkan Siti Baroroh sebagai kerabat dekat dengan Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan.

Perempuan yang lahir pada 23 Mei 1923 di Kauman -kampung kelahiran Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912, ini lebih terkenal dengan nama Siti Baroroh Baried. Ia mencantumkan nama depan suaminya, Baried Ishom, seorang dokter spesialis bedah yang pernah menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yoyakarta. Keberadaan Siti Baroroh memang tidak seterkenal tokoh-tokoh perempuan seperti RA Kartini, Cut Nyak Dien, dll. Namun Siti Baroroh adalah sosok perempuan yang pernah masuk jajaran pimpinan Muhammadiyah. Dan teramat jarang kala itu seorang perempuan bisa menembus level terhormat tersebut, bahkan hingga kini.

Semboyan khas `Siti Baroroh`

“Hidup saya harus menuntut ilmu”. Sejak muda Siti Baroroh memiliki semboyan tersebut dan ia ucapkan di hadapan kedua orang tuanya. Tidak mengherankan dalam kehidupan pendidikan mengundang decak kagum dan menjadi panutan. Ia memulai pendidikan di SD Muhammadiyah, kemudian secara berturut-turut melanjutkan di MULO HIK Muhammadiyah, Fakultas Sastra UGM (Sarjana Muda, Fakultas Sastra UI di Jakarta UI meraih gelar sarjana tahun 1952. Tahun 1952 sampai dengan 1955 Siti Baroroh mendalami Bahasa Arab di Cairo. Pada saat itu, sangat langka perempuan menempuh pendidikan di luar negeri.

Dari semboyan menjadi sebuah prinsip dalam kehidupan, sampai pada akhirnya di tahun 1964 Siti baroroh menjadi guru besar dalam Ilmu Bahasa Indonesia. Pengangkatan ini menjadi sorotan, khususnya di Universitas Gadjah Mada. Saat itu ia masih 39 Tahun dan menjadi perempuan pertama yang mendapat gelar guru besar. Gelar ini menunjukkan peran Siti Baroroh di dunia pendidikan. Beliau mengajar di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta. Di Universitas Gadjah Mada (UGM) beliau mengajar di fakultas sastra sejak tahun 1949. Beliau pernah menjadi dekan fakultas Sastra UGM selama dua periode tahun 1965-1968 dan 1968-1971. Kemudian menjadi ketua jurusan Asia Barat Fakultas Sastra UGM 1963-1975.

Baca Juga  Ramadan dan Penguatan Solidaritas : Kewirausahaan Sosial dan Local Wisdom
Perempuan Inspiratif  

Siti Baroroh tidak tidak hanya aktif di dunia pendidikan saja, melainkan merupakan kader `Aisyiyah sejati. Ia merintis perannya di organisasi perempuan yang bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan ini dari jenjang paling bahwa hingga menempati posisi tertinggi sebagai ketua umum. Dalam masa yang cukup panjang itu, Siti Baroroh Baried berandil besar dalam membangun `Aisyiyah. Tak Cuma menjabat sebagai ketua umum, ia juga memperkenalkan organisasi otonom bagi wanita Muhammadiyah yang berdiri sejak 19 Mei 1919 ini ke seantero dunia.

Siti Baroroh selalu membawa nama `Aisyiyah ke forum-forum global sekaligus menjalin relasi dengan badan-badan internasional macam UNICEF, UNESCO, WHO, The Asia Foundation, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, World Bank. Dan masih banyak lainnya. Sebelum menjadi ketua umum, ia pernah menjabat sebagai Ketua Biro Hubungan Luar Negeri di `Aisyiyah.

Siti Baroroh merupakan sosok yang menjadi landasan dari prinsip wanita berkemajuan yang digalakkan oleh `Aisyiyah. Ia menekankan pentingnya pendidikan dan membuka jalan bagi wanita islam untuk memperkaya diri dengan pengetahuan. Melalui `Aisyiyah, Siti Baroroh melakukan banyak pemberdayaan kepada wanita, salah satunya dengan memberikan konsep keluarga sejahtera dengan mendorong ibu rumah tangga untuk memperkaya diri dengan kegiatan positif. Di masanya ia juga sering mengirimkan banyak wanita `Aisyiyah ke luar negeri untuk memperkaya pengetahuannya. Ujar Dr. Trias Setiawati, M.Si Kepala Pusat Studi Gender Universitas Islam Indonesia (UII).

Siti Baroroh mentransformasikan bentuk modernisasi wanita islam. Ketika pada saat itu wanita tidak dipertimbangkan untuk menjadi entitas yang berkontribusi bagi perubahan dan perkembangan. Ini bisa dilihat bagaimana Siti Baroroh mengarahkan untuk menjadi ibu dari masyarakat, yaitu dengan memperkaya diri dengan aktivitas yang dapat meningkatkan kapasitas diri mereka untuk menjalankan peran dan fungsi mereka sebagai penyelamat generasi muda. Ujar Ro`fah, MSw, Ph.D., dari Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga.

Baca Juga  Annemarie Schimmel, Nafas Feminin dalam Sufisme
Emansipasi wanita menurut Siti Baroroh

Bentuk emansipasi wanita Indonesia pra kartini terbukti dengan adanya usaha mengangkat derajat kaum perempuan sebelum memasuki abad ke-20. Siti Baroroh mencontohkan peran Siti Aisyah W. Tanriolle, seorang ratu dari Ternate yang sudah mendirikan sekolah pada 1865 untuk anak-anak perempuan.

Emansipasi wanita bagi Siti Baroroh Baried tidak semata-mata usaha untuk menyamakan derajat, bahkan melampaui kaum lelaki. Ia memang memperjuangkan hak-hak perempuan, tapi tetap berjalan pada jalur yang benar sesuai tuntutan agama islam.

Selain itu, lanjut Siti Baroroh, perempuan yang bekerja di luar rumah perlu batasan-batasan tertentu sehingga tidak keluar dari kodratnya sebagai perempuan dan posisinya sebagai istri, seperti antara lain harus seizing suami, tidak sampai menelantarkan pendidikan dan perhatian untuk anak-anaknya, dan lain sebagainya.

Maka, setinggi dan sebesar apapun pencapaian Siti Baroroh dalam karier, ia tetap harus menjalankan peran sebagai istri dan ibu dengan sebaik-baiknya. Melalui `Aisyiyah ia terus mengkampanyekan edukasi tentang emansipasi wanita yang terkadang kerap kali dianggap kebablasan.

Sampai akhir hanyatnya, beliau masih menjabat sebagai Pimpinan Umum majalah SA dan penasihat PP `Aisyiyah. Beliau meninggal pada Minggu, 9 Mei 1999 dan dishalatkan di Masjid Kauman.

Bagikan
Post a Comment