f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perempuan

Perempuan dan Dunia Hiburan pada Era Dinasti Mamluk di Mesir

Selain keilmuan, kekuatan militer merupakan barometer yang tak kalah pentingnya dalam melihat kejayaan dalam peradaban Islam. Melalui kekuatan militer, suatu kekuasaan akan dapat mempertahankan dari berbagai serangan dan serbuan musuh. Sedangkan melalui keilmuan, kekuasaan akan terus memproduksi pengetahuan yang berguna setidaknya untuk kawasan wilayahnya sendiri, terlebih bagi seluruh umat manusia.

Dalam dunia Islam, kekuatan militer dapat kita lacak dalam berbagai dinasti yang berjalan mewarnai rentetan sejarah Islam. Sebut saja Dinasti Umayyah yang memegang kekuasaan dari tanah Spanyol hingga India pada kisaran tahun 661-750 M. Begitu pula Dinasti Mamluk yang mengalahkan Tentara Salib dan mengusir Mongol dalam pertempuran besar seperti Pertempuran Ain Jalut pada tahun 1260 M.

Namun, dengan kekuatan militer sering kali kita memiliki anggapan bahwa keterlibatannya hanya berporos pada laki-laki. Memang, hal tersebut seakan-akan mewakili secara umum fakta sejarah yang ada. Tak dapat kita pungkiri pula bahwa eksistensi harem, selir, budak perempuan, dan poligami erat kaitannya dengan sejarah peradaban Islam.

Uniknya, dalam teks sejarah yang tidak begitu familiar, terdapat berbagai catatan mengenai kontribusi dan kondisi perempuan pada masa Dinasti Mamluk abad 15 M di Mesir. Melalui catatan Syamsuddin Muhammad al-Sakhawi (1992) dalam bukunya yang berjudul al-Daw al-Lami Li Ahl al-Qarn al-Tasi (Cahaya Terang untuk Tokoh Abad Kesembilan) terdapat ribuan biografi perempuan yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Fathimah binti al-Qadhi Kamaluddin yang ahli pada bidang ilmu bahasa dan puisi Arab, Ummu Zainab bin Abbas yang dikenal dengan syaikah ribath yang merupakan ahli fiqh dan hadis, Syamsy bint Nashiruddin dan Khadijah binti al-`Umad al-Shalihi yang ahli di bidang hadis yang juga merupakan guru dari ulama terkenal Ibn Hajar al-Asqalani.

Baca Juga  Perempuan Juga Bisa

Semangat untuk menghadiri majelis-majelis ilmu dan agama menjadi suatu antitesa bahwa perempuan pada zaman itu tidak dikekang dan ditindas dalam kungkungan sistem patriarki. Mengenai hal ini dapat merujuk bahwa pendidikan pada masa Dinasti Mamluk berada pada kondisi yang cukup baik.

Memang kebanyakan literatur mengenai Mamluk hanya menyinggung geliat pendidikan dan agama yang begitu menawan. Michael Laffan (2015), Hitti (2017), Printina (2018), Hossein Nasr (2001) adalah segelintir akademisi yang menyitir pandangan mengenai pendidikan dan tempat suci di Mesir kala Mamluk menjadi penguasa tanpa menyuguhkan fakta minor lainnya terlebih kondisi perempuan.

Secara lebih tegas, al-Sakhawi juga membeberkan fakta menarik lainnya. Dalam catatannya, ia menyebut bahwa terdapat ulama yang tidak mengenakan hijab ketika mengisi pengajian, sesuatu hal yang tidak lazim pada saat ini.

Di sisi yang lain, perempuan yang bekerja di dunia pelacuran dan hiburan pun mendapat perlakuan khusus dan perhatian dari negara pada masa itu. Perlakuan khusus di sini sebagai pembeda atas perempuan lainnya seperti mengenakan gelang pada kaki-kakinya dan kostum khusus. Negara pada masa itu mengakui, melindungi dan memungut pajak dari pekerja seks tersebut. Sehingga persebarannya tidak tersentral pada kota-kota besar seperti Cairo namun juga di beberapa daerah lainnya (Ibn Taghribirdi, 1992).

Dunia hiburan saat itu sangatlah menarik dan meriah, perhatian besar pemerintah membuat pandangan negatif terhadap dunia hiburan seperti musik dan tarian. Sehingga masyarakat pada masa itu begitu mengapresiasi dan menikmati hiburan musik dan tarian. Sampai-sampai terdapat ulama al-Azhar yang terkenal zuhud tapi memiliki ketertarikan dan menikmati hiburan seperti musik dan tarian.

Taman-taman, bantaran sungai Nil, dan pemandian merupakan tempat alternatif para perempuan untuk bertamasya. Hal itu juga tergambarkan pada arus utama karya sastra pada zaman itu yang banyak menggunakan latar belakang perempuan dan pemandian (al-Maqrizi, 1997).

Baca Juga  Lebaran dan Pesan Allah untuk Seluruh Anak

Bersamaan dengan hal itu, perempuan identik dengan pakaian terusan yang longgar dengan perhiasan dan gambaran hena di tangan serta mengecat kuku dengan warna merah (Fattah Asyur, 1992).

Catatan menarik di atas sedikit banyak menggambarkan bagaimana beragamnya kehidupan perempuan pada masa Dinasti Mamluk di Mesir. Narasi sejarah yang membawa narasi kekuatan militer ternyata menyimpan dimensi kehidupan lainnya yang harus diungkap. Dengan begitu, generalisasi atas suatu sejarah masa lalu perlu memunculkan pula sisi kehidupan minor yang jarang terungkap.

Bagikan
Post a Comment