f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
edukasi seks

Perawat dan Masa Depan Edukasi Seks bagi Anak

Pada saatnya, anak-anak akan mendapati cara berpikir yang berkembang berbeda di masa mendatang. Tonggak masa depan dunia anak-anak bahkan bisa kita rasakan sejak terjadinya pandemi Covid-19. Saat pandemi, anak-anak menjadi lebih akrab dengan gawai alih-alih dengan lingkungan sekitarnya. Dalam konteks edukasi seks, anak-anak memiliki situs yang meluas untuk mengeksplorasi ihwal tersebut. Kendati demikian, hal tersebut cukup kompleks jika tidak berada dalam komando yang baik. Anak-anak justru bisa mendapat informasi yang mengacaukan pikiran mereka.

Subjek-subjek Arus Utama dalam Pendidikan Seks

Pendidikan seks secara umum bertopang pada tiga penggerak: orang tua, sekolah, dan masyarakat. Sejauh ini, orang tua dikenal sebagai pemain yang paling berpengaruh proses pendidikan seks bagi anak.

Hal ini tidak terlepas dari keterikatan emosional dan area yang membuat keluarga lebih mendapat kesempatan untuk memberi nasehat secara intensif. Peran orang tua dalam menghadirkan edukasi seks bagi anak lebih jauh merupakan bentuk menjaga amanat Allah Subhanahu wa ta’ala untuk memenuhi hak anak pada tumbuh kembangnya.

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taghabun ayat 15)

Pada titik ini, sekolah — yang terdiri dari guru dan rekan sejawat — menjadi subjek yang melanjutkan proses tersebut bagi anak. Hal itu sejalan dengan bagaimana sekolah menjadi tempat anak menghabiskan sebagian besar harinya.

Secara spesifik, anak mendapat bimbingan pertumbuhan melalui aktivitas transfer pengetahuan yang diberikan secara sistematis. Melalui aktivitas inilah idealnya tercipta keterhubungan dengan orang tua untuk meningkatkan pemahaman anak mengenai pendidikan seks.

Selain kedua tempat tersebut, anak juga mendapat nilai kehidupan melalui proses interaksinya dengan masyarakat umum; dengan teman-temannya berikut orang tua mereka hingga keluarga jauh yang mereka temui. Selain melengkapi nilai-nilai kehidupan bagi proses pertumbuhannya, anak juga dapat mengimplementasikan nilai hidup yang telah mereka dapat.

Baca Juga  Previlege Menjadi Ibu Rumah Tangga
Panggung Baru untuk Perawat

Jika kita kontekstualisasikan dengan pemetaan di atas, perawat sesungguhnya terlibat sebagai bagian dari masyarakat umum. Sayangnya, bagi banyak khalayak umum profesi perawat hanya erat kaitannya dengan layanan kesehatan-klinis.

Pada definisi itu, peran perawat akhirnya terkesan tak bisa berkembang untuk menuntaskan permasalahan masyarakat sehari-hari, termasuk perkembangan anak. Hal ini perlu diluruskan, mengingat secara konsep perawat juga menanggung fungsi sebagai pendidik masyarakat.

Fungsi tersebut tentu saja tidak hanya bertujuan menyalurkan pesan kesehatan di lingkup rumah sakit atau Puskesmas. Alih-alih, maksud edukasi yang tertanam dalam profesi perawat juga berlaku bagi satuan komunitas yang lebih luas, yang dalam hal ini mencakup keberadaan anak-anak.

Dalam posisi inilah, perawat sebenarnya mampu memberi perbaikan perspektif bagi subjek-subjek yang ada dalam komunitas-komunitas tersebut. Hal itu, khususnya, menyasar pada beberapa persoalan yang diakibatkan oleh sikap skeptis masyarakat dalam memandang persoalan tersebut.

Perihal konteks edukasi seks bagi kalangan anak-anak misalnya, perawat dapat memaparkan bagaimana gejala penyakit ini tidak boleh disepelekan. Belakangan, ihwal edukasi seks untuk anak-anak masih menjadi hal tabu bagi beberapa kalangan.

Di sisi lain anak-anak akan selalu memiliki pertanyaan tentang persoalan seks, tepat setelah mereka melihatnya dari laku orang-orang dewasa di sekitarnya. Dalam kondisi edukasi seks sebagai ihwal yang tabu, anak-anak wajar berupaya memenuhi rasa penasarannya itu melalui rekan sebaya atau sumber informasi sekunder misalnya internet.

Hal demikian sebetulnya justru membuat anak rentan mendapatkan pemaparan yang tidak tepat ihwal seks dan berbagai implikasinya dalam kehidupan sosial. Pada titik terjauh, ketidakoptimalan dalam edukasi seks dapat menjauhkan anak dalam mengamalkan firman Allah:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra ayat 32)

Untuk itulah, penuntasan problem tersebut dapat mulai kita amanatkan bersama kepada perawat. Hal ini juga mengingat kecakapan perawat sebagai pintu pertama dunia kesehatan-klinis yang mampu mempenetrasikan ihwal yang dekat dengan struktur berpikir dan norma masyarakat, yakni agama.

Baca Juga  Peran Orang Tua dalam Antisipasi Kekerasan Seksual pada Anak

Lebih jauh, menurut Schima (1960), keandalan perawat dalam mengarahkan ulang edukasi seks bagi anak dapat disandarkan pada setidaknya dua kemampuan dasar para perawat lainnya.

Pertama, bagaimana perawat harud mendasarkan edukasi seks yang baru dari kegusaran dan keterbatasan orang tua dalam mengatasi problem seks anak. Kedua, bagaimana perawat harus mampu memetakan tahap ketertarikan setiap anak dalam melihat fenomena seks yang terjadi secara aktual.

Tentu saja, perawat hanya merupakan salah satu dari sekian banyak elemen penting lain untuk memopulerkan edukasi seks bagi. Hal yang terpenting adalah masyarakat luas, khususnya orang tua. Kita perlu membuka mata tentang potensi beberapa profesi dalam menuntaskan dilema penyampaian edukasi seks dan implikasi seks untuk generasi penerus.

Referensi:

Schima, M. E. (1960) Sex Education in Elementary School. The American Journal of Nursing 60: 1640-1643

Editor: Imam Basthomi

Bagikan
Post a Comment