f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
anak

Pengorbanan Ibu kepada Anak

Sinar mentari menerobos sela-sela jendela, kicauan burung terdengar dari teras rumah. Seorang Ibu membangunkan anaknya yang sedang asik dengan dunia mimpinya. Terdapat seorang anak kecil masih bergelung nyaman di kasur, matanya perlahan terbuka. Anak itu mulai duduk dan memandang area kamar.

Anak itu pun keluar dari kamar dan melihat ibunya tengah berkutik di dapur dengan menggendong seorang balita mungil. Ibu dengan telaten membuat sarapan tanpa merasa terganggu dengan kehadiran bayi di dekapannya.

“Eh, Asya udah bangun. Pagi sayang!” Sapa Ibu menyadari kehadiran anak sulungnya yang sudah berada di dapur.

Asya hanya mengangguk dan duduk di meja makan untuk menunggu sarapannya selesai. Setelah masakan Ibu matang, ia menaruhnya di meja makan. Asya meraih piring dan mengambil nasi dan lauk pauk.

“Asya, kamu tahu? Tadi Sara bilang Mama loh.” Ucap Ibu disela makan.

Sekali lagi, Asya hanya mengangguk. Dia sudah bosan dengan percakapan dengan Ibunya yang hanya bercerita tentang adiknya terus menerus. Semenjak kelahiran adiknya, perhatian Ibu ke Asya terpindahkan kepada adiknya. Asya tetap melanjutkan makannya sampai habis.

“Asya pergi main ke taman dulu.” Ucap Asya datar dan langsung meninggalkan ruangan.

Asya berjalan menjauhi rumah untuk menuju ke sebuah taman yang terletak tak jauh dari rumahnya. Saat memasuki area taman, Asya melihat seekor kucing yang sedang tertidur. Asya pun mendekati kucing tersebut dan mengelus lembut bulu-bulu halusnya.

“Kucing, aku mau cerita” ucap Asya kepada kucing yang dia elus, sedangkan kucing itu mendengkur dielusanya.

 “Sebenarnya aku suka adikku, tapi dia malah mencuri perhatian Ibu kepadaku.” Wajah Asya berubah sedih.

“Gimana ya cara agar Ibu perhatian ke aku lagi?” Tanya Asya ke kucing itu.

Baca Juga  Makna di Balik Cobaan untuk Sulbar

Namun, kucing itu hanya mengeong dan kembali bergelung nyaman seraya dielus oleh Asya. Asya hanya menghela napas lalu menghentikan elusannya.

“Kau benar, tidak ada gunanya bicara kepada kucing.” Asya bangkit dari jongkoknya.

Akhirnya Asya memutuskan untuk bermain di taman tersebut sampai langit mulai memerah. Setelah Asya merasa lelah bermain, dia memutuskan untuk kembali ke rumah dengan wajah lelah sekaligus lapar. Dia pergi ke dapur untuk mengambil makanan. Namun, tidak ada makanan sama sekali di meja makan.

Asya pun mencari Ibu di kamar Sara dan saat Asya membuka pintu, anak kecil itu dapat melihat Sara sedang digendong oleh Ibu yang duduk di atas kasur.

“Ibu… Asya lapar.” Ucap Asya lesu.

Ibu menoleh ke arah Asya kemudian ia terkejut, ”Ah! Maaf Asya, Ibu lupa masakin kamu, Nak.” Ucap Ibu merasa bersalah.

Seketika wajah Asya yang awalnya datar kini berubah  memerah dan ia langsung pergi ke kamarnya serta menutup pintu dengan keras hingga terdengar sampai kamar Sara.

Asya merebahkan badannya di kasur lalu menarik selimut dan menutupi seluruh badannya. Pikirannya hanya memikirkan kebencian kepada Ibu dan Sara. Dia tidak peduli dengan rasa laparnya saat ini. Air mata Asya sudah tak bisa terbendung lagi dan mulai mengaliri pipinya hingga akhirnya ia tertidur.

Setelah beberapa jam berlalu. Hari sudah menjelang malam. Asya membuka matanya, perutnya terasa sakit karena lapar. Asya beranjak dari kasur dan keluar dari kamar untuk mencari makan di dapur. Namun saat menuju ke dapur, ia mendengar percakapan seseorang di ruang tamu.

“Bagaimana ini!! Seharusnya baju saya selesai sekarang! Ini malah belum dikerjain sama sekali!” Bentak pelanggan Ibu.

“Maaf mbak, saya akhir-akhir ini repot ngurusin anak saya, jadi nggak sempat ngejahit baju mbak” Ucap Ibu menunduk.

Baca Juga  Antara Kegetiran dan Keteguhan: Jalan Panjang Menuju Dunia Kesarjanaan

“Kamu ini ya!! Nggak bisa ngebagi waktu! Udah tahu ada pesanan, malah nggak dikerjain.”

 “Kamu tahu kan!? Baju ini mau saya pakai acara besok, kalau bajunya aja masih begini, saya pakai apa buat besok?!”

 Ibu hanya menunduk saat pelanggannya membentaknya dengan wajah merah padam. Ia meremat baju pelanggan tersebut yang belum dia jahit, ”Maafkan saya.”

“Ya sudah! Kembalikan saja pakaian saya, biar saya cari penjahit yang lain.”

Asya berjalan pelan menuju ke dapur dan mengambil sedikit makanan. Dia tidak memperdulikan pembicaraan Ibu dengan pelanggannya. Setelah dirasa cukup, Asya kembali menuju kamar. Namun, di tengah perjalanan, Asya melihat Ibu tengah menggendong Sara dengan mata sedikit sembab

“Sara.. jangan nangis terus ya sayang.” Kata Ibu ke Sara yang tengah tertidur pulas.

 “Sara nggak kasian sama Ibu? Nggak kasian sama kak Asya?”

 “Karena Sara rewel terus, Ibu jadi lupa masakin kak Asya makanan. Sara rewel juga, Ibu jadi susah cari uang, Ibu jadi nggak bisa jahit baju pelanggan.”

 “Ayah juga udah nggak ada…” tanpa sadar setetes air mata jatuh mengenai pipi Ibu.

 “Ibu ngerasa bersalah sama kak Asya, jadi Sara jangan rewel ya?”

 Asya mendengar perkataan ibu membuatnya terkejut. Dia bergegas pergi dari pintu kamar Sara untuk kembali ke kamarnya, tidak peduli dengan rasa laparnya saat ini. Perkataan ibunya mengubah pemikirannya tentang betapa bencinya kepada mereka.

 Dari dalam kamar Sara, Ibu mendengar suara derap langkah dari luar kamar. Ibu langsung menaruh Sara yang masih tertidur di keranjang bayi dan keluar dari kamar. Ia memiliki firasat jika suara tadi adalah suara dari anak sulungnya.

Baca Juga  Sayap-Sayap Malaikat (1)

Ibu membuka pintu kamar Asya dan mendapati anak sulungnya berada di atas kasur dengan berselimut setengah badan. Ia menghampiri Asya dan mengecup kening Asya.

“Ibu sayang Asya, maafin ibu ya.” Ucapnya dengan lembut.

Kemudian Ibu keluar dari kamar dan meninggalkan Asya seorang diri di kamarnya. Pikirannya bercampur aduk. Saat kelahiran Sara, perhatian Ibu kepadanya berkurang. Asya berpikir jika Ibu lebih sayang kepada adiknya daripada dia. Namun, ternyata Ibu sebenarnya ingin memberi perhatian kepada dia tapi selalu saja terhalang oleh adiknya.

Asya menggeleng. Seharusnya dia tidak merepotkan Ibunya. Seharusnya dia juga ikut membantu Ibu untuk menjaga Sara supaya Ibu dapat bekerja. Asya menarik selimutnya kembali dan memaksakan dirinya untuk tidur kembali.

Malam berjalan sangat cepat hingga sinar matahari menyambut penghuni bumi, mereka mulai melakukan aktivitas masing-masing, begitu juga dengan keluarga Asya.

Ibu terbangun di atas kasur Sara, di sampingnya ada Sara masih tertidur. Ibu melihat jam dinding yang menandakan pukul enam. Kemudian, Ibu keluar dari kamar dan menuju ke arah dapur. Langkahnya terhenti saat ia melihat seseorang yang sangat dikenalinya tengah menyeduh dua gelas the. Sosok itu menyeduh teh hangat sembari bersenandung kecil.

“Asya…” Panggil Ibu.

Asya yang mendengar seseorang memanggilnya pun menoleh, ”Ibu sudah bangun? Ini ada teh buat Ibu.”

Ibu langsung menghampiri Asya dan mengelus lembut surai anak sulungnya dengan sebuah senyuman lembut,”Makasih Asya..”

“Maafin Ibu ya nak, selama ini ibu kurang perhatian.”

 Asya mengangguk,” Nggak apa bu, Asya juga minta maaf ngerepotin Ibu terus, seharusnya Asya juga bantu ibu buat jaga Sara.” Kata Asya kemudian memeluk Ibu.

Editor : Putri Ambarwati

Bagikan
Post a Comment