f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
paradigma rumah tangga

Paradigma Bencana dalam Rumah Tangga

Harmonisasi sebuah rumah tangga sangatlah diperlukan untuk keberlangsungan dan keberlanjutan dalam mengarungi kebersamaan bantera rumah tangga. Era digital yang terus bergerak dengan cepat juga menuntut suami istri meningkatkan dan memberdayakan harmonisasi dalam keluarga. Perubahan  dunia secara dramatis menjadi faktor utama bagi keluarga muslim hari ini khususnya untuk memperbaiki paradigma dalam menjalin hubungan suami istri.

Tantangan dan masalah kehidupan keluarga menjadi lebih beragam. Permasalahan menjalin hubungan pribadi dengan pasangan dan juga tingkah laku anak menjadi masalah tersendiri yang menghantui setiap manusia hari ini dalam menjalani rumah tangga.

Kesuksesan dalam menjalin hubungan dalam ikatan pernikahan adalah sebuah impian bagi keluarga muslim. Ada tiga paradigama yang dapat menjadi bencana dalam rumah tangga.

Cemburu dan Rasa Takut Berlebihan

Pertama adalah paradigma “rasa takut dan cemburu berlebihan”. Banyak orang hari ini diselimuti oleh rasa takut dan rasa cemburu yang berlebihan terhadap pasangannya. Mereka takut keluarga mereka miskin dan tidak mampu bersaing dengan keluarga orang lain dari sisi ekonomi.

Rasa cemburu yang berlebihan juga selalu muncul karena merasa minder dan tidak percaya diri mendampingi pasangan dalam mengarungi rumah tangga. Mereka merasa rapuh dalam menghadapi berbagai problematika rumah tangga. Mereka cemas kehilangan pekerjaan sehingga tidak mampu menafkahi keluarga.

Kerapuhan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga menyebabkan tidak sedikit pasangan memilih untuk mengakhiri ikatan suci pernikahan. Mereka berharap beban kehidupan mereka berkurang tanpa adanya beban anak atau pasangan.

Tidak sedikit pula pasangan yang tetap melanjutkan rumah tangganya, tapi memunculkan paradigma ‘aku akan berfokus pada diriku’ sehingga masing-masing pasangan hanya sibuk dengan tujuan dan visi hidup masing-masing.

Keinginan Serba Cepat

Kedua adalah keinginan yang serba cepat. Salah satu karakter manusia adalah mendambakan berbagai hal dan ingin mendapatkannya dengan cepat. “Aku mau uang yang banyak, kendaraan yang bagus, rumah yang besar dan bahkan tempat hiburan yang indah dan mahal.”

Baca Juga  Masjid Impian

Keinginan manusia ini menjadi salah satu paradigma rumah tangga yang menuntut pasangan mampu memenuhinya dengan cepat. Manusia hari ini dimanjakan dengan “kartu kredit”. Padahal mereka harusnya sadar dengan sebuah realita ekonomi bahwa kita tidak bisa mememuhi kebutuhan kita melebihi kemampuan finansial keluarga kita.

Walaupun kemudian kita memaksakan keadaan; yakni pengeluaran untuk memenuhi keinginan melebihi daripada pemasukan keluarga maka hal ini juga tidak akan bertahan lama. Tuntutan keinginan itu tanpa batas sedangkan penghasilan pasti terbatas.

Tingkat perubahan dan pergerakan era digital yang begitu cepat serta nafsu hedonis yang begitu besar harus juga diimbangi dengan perubahan paradigma kita dalam menuntut keinginan pada pasangan. Kita harus memperluas cakrawala berpikir dan rasa ikhlas agar mudah menerima kenyataan akan keterbatasan kemampuan pasangan dalam memenuhi keinginan kita.

Paradigma yang mestinya dibangun bukan pemenuhan keinginan hari ini atau waktu sekarang; tetapi harus juga memperhatikan terkait kebutuhan akan harmonisasi jangka panjang dengan pasangan. Karena apalah artinya pemenuhan hasrat berlebihan tapi pada akhirnya rumah tangga berantakan.

Menyalahkan Pasangan

Kemudian yang ketiga adalah “Menyalahkan pasangan”. Kapanpun menemukan masalah dalam rumah tangga, tidak sedikit kita mencari-cari alasan untuk menunjuk pasangan kita sebagai sumber penyebabnya.

Budaya kita yang terbiasa dan nyaman untuk memposisikan diri sebagai korban dari setiap realita masalah. “seandainya pasanganku orang kaya, seandainya pasanganku bukan dia; seandainya suami atau istriku secantik dia, seandainya pasanganku mampu membeli rumah sebesar itu, atau seandainya istri atau suamiku lebih perhatian.”

Menyalahkan dan menuduh orang lain sebagai akar permasalahan yang kita hadapi; mungkin saja bisa menjadikan kita lebih lega untuk menerima kenyataan yang sulit. Meskipun kita sadari bahwa bisa saja menyalahkan pasangan kita terhadap masalah yang kita hadapi; namun malah menyeret kita ke permasalahan yang lebih kompleks bahkan bisa berujung karamnya bahtera rumah tangga.

Baca Juga  Tujuh Tips Keluarga Langgeng Ala John Gottman

Bila bubarnya rumah tangga menjadi akhir dari paradigma menyalahkan pasangan, maka akan muncul masalah yang baru yakni terkait makin kompleksnya mendidik anak dan berdampak pula pada mental anak.

Dalam bahtera rumah tangga harusnya pasangan mampu rendah hati menerima dan mengembil tanggung jawab atas takdir yang Tuhan pilihkan; dan cukup berani dalam mengambil inisiatif agar dapat melalui tantangan ini dengan efektif tanpa harus mengorbankan keharmonisan rumah tangga.

Pilihan untuk mengambil tanggung jawab dan berinisiatif untuk mengambil langkah penyelesaian adalah sebuah pilihan yang tepat dan bijak.

Paradigma yang dapat memunculkan bencana rumah tangga ini harus dilawan dengan paradigma yang benar dan efektif; untuk menjadi formula pasangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Paradigma yang benar itu adalah munculkan rasa percaya diri mendampingi pasangan dan berpikir positif terhadap pasangan, bersabar menerima realita dalam rumah tangga, selalu melakukan intropeksi diri dan perbaikan tanpa harus menyalahkan pasangan.

Bagikan
Post a Comment