f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
mukhtar mai

Mukhtar Mai Pelajaran Berharga Bagi Korban Pelecehan Seksual

Betul kiranya apa yang founding father Sutan Syahrir ucapkan, ‘’Hidup yang tidak pernah di pertaruhkan tidak akan pernah memperoleh kemenangan.’’ Kata-kata ini membawa saya refleksi kepada tokoh feminisme hebat bernama Mukhtar Mai pejuang hak-hak perempuan asal negara Pakistan.

Di dalam bukunya In The Name Of Honor (atas nama kehormatan), Mukhtar Mai menuturkan pengalaman pahitnya mengalami perkosaan secara bergilir oleh empat pemuda dari suku Mastoi. Mukhtar Mai adalah seorang perempuan petani miskin pakistan dari suku Gujar. Tinggal di daerah Meerwala, sebuah desa kecil bagian selatan Punjab perbatasan India. Pengalaman pahit dalam hidupnya membuat dia konsisten melakukan advokasi terhadap hak-hak perempuan.

Kisah hebat ini bermula saat adik lelakinya bernama Shakur mendapat tuduhan telah melakukan hubungan badan dengan perempuan bernama Salma dari suku Mastoi. Adiknya yang saat itu berumur dua belas tahun berhadapan tragedi tragis harus menerima siksaan berat penculikan, pemukulan dan sodomi. Sebelumya Shakur sudah mencoba berusaha untuk melarikan diri, namun suku Mastoi selalu berhasil menangkapnya kembali.

***

Shakur hanyalah seorang anak laki-laki yang baru berusia dua belas tahun, sementara Salma berusia lebih dari dua puluh tahun. Mai dan keluarga yakin bahwa adiknya tidak melakukan kesalahan apa pun. Namun, Suku Mastoi memiliki suara mayoritas di dewan adat, bersenjata dan kasta yang mampu menghegemoni di daerahnya. Sedangkan Mai lahir dari suku Gujar, maka secara terpaksa kaum Gujar harus mematuhi tuntutannya.

Setelah suku Mastoi menolak rekonsiliasi, pilihan terakhir yang harus keluarganya tempuh memohon pengampunan kepada suku Mastoi dari semua anggota perempuan keluarga Mai. Ayahnya saat itu menunjuk Mai sebagai perwakilan yang berbicara permohonan maaf karena adik-adiknya masih berusia muda. Mai juga merupakan sosok terhormat karena sering mengajarkan Al-Qur’an.

Baca Juga  Najwa Shihab yang Penuh Inspirasi

Sialnya, saat prosesi permohonan maaf di hadapan sekitar seratus laki-laki berkumpul Mai justru diseret oleh empat pemuda suku mastoi bak kambing yang akan disembelih. Mai yang saat itu berumur dua puluh delapan tahun diperkosa, digilir di hamparan tanah kosong sepanjang malam.

Setelah diperkosa Mai didorong keluar dalam keadaan setengah telanjang, di mana semua orang menunggu.  Anehnya, suku Mastoi bersikap seolah-olah tidak berdosa dan memandang itu sebagai ajang balas dendam.

Atas kejadian itu, lambat laun kabar beredar sampai wartawan berdatangan, Mukhtar Mai di wawancarai dan memilih melawan suku Mastoi. Mukhtar Mai kemudian menyeret para pemerkosanya ke pengadilan ini merupakan tindakan keberanian yang luar biasa di Pakistan. Negeri yang masih menempatkan korban serangan seksual dalam stigma yang cukup besar.

***

Pada Januari 2006, setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis, Mukhtar Mai berkesempatan untuk berbicara mengenai hak-hak perempuan di sebuah tempat yang ia dedikasikan bagi perjuangan hak-hak asasi seluruh umat manusia: Place des Droits de l’Homme, Paris.

Mukhtar Mai berbicara mengenai pengalaman hak-haknya yang oleh kaum lelaki kebiri, dia juga bercerita perempuan di kampungnya tak lebih seperti seekor kambing, “Laki-laki membuat keputusan, mereka berkuasa, bertindak, dan menghakimi. Aku membayangkan kambing-kambing yang terikat kencang di pekarangan rumah agar mereka tidak bisa memasuki perkebunan. Di sini, aku tidak lebih berharga dari seekor kambing, meskipun tidak ada tali terikat di leherku.”

“Perempuan tidak lebih dari sekadar sebuah benda yang dapat dipertukarkan, sejak lahir hingga menikah. Menurut adat, perempuan tidak memiliki hak-hak. Dengan cara itulah aku dibesarkan, dan tidak ada seorang pun yang memberitahuku bahwa negara Pakistan memiliki sebuah konstitusi, hukum, dan hak-hak yang tertulis dalam buku,”  tutur Mukhtar Mai.

Baca Juga  Trik Menjadi Ibu dari Para Pejuang Ala ‘Arfa’ binti Ubaid Tsa’labah

Setelah perjalanan panjang Mai akhirnya mendirikan sekolah di desanya yang dapat membantu mengatasi berbagai ketidakadilan sosial di Meerwala. Mai juga merupakan advokat yang gigih membela kaum perempuan dengan membangun organisasi ‘Mukhtar Mai Women’s Organization’.

***

Beberapa bulan ke belakang kita heboh dengan maraknya pelecehan seksual di lingkungan akademis.  Ada sekitar 174 penyintas dari 29 kota dan 79 kampus. Belum lagi menurut survei daring pada 2016 oleh Tim Lentera Sintas Indonesia dan Magdalene.co menemukan 93 persen penyintas kekerasan seksual tidak pernah melaporkan kasusnya ke aparat penegak hukum.

Pada 2017, Badan Pusat Statistik merilis hasil survei nasional yang menyebut satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya. Sepanjang 2018, Komnas Perempuan mencatat ada 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 14 persen.

Angka-angka di atas sejatinya menunjukan kepada kita kenyataan hari ini perempuan masih dalam posisi subordinat dan didiskriminasi. Perempuan dalam tatanan kehidupan yang patriarkhis, masih sering ternilai sebagai objek seksual dan rawan menjadi korban kekerasan. Tidak sedikit perempuan yang mengalami derita agresi fisik, seksual, tekanan psikologis baik dalam keluarga, di tempat kerja atau di lembaga pendidikan.

***

Beberapa jenis kekerasan seksual lainnya seperti pelecehan seksual atau pun eksploitasi seksual juga marak bulan ini. Contoh Eksploitasi seksual di lingkungan kampus, misalnya dosen mengiming-imingi nilai bagus dengan memaksa mahasiswinya memperoleh layanan seksual.

Serangan pandangan mata pun termasuk benih berbahaya yang menyebabkan eksploitasi seksual. Hal ini dapat terdapat pada momen-momen penerimaan mahasiswa baru dan pada saat mahasiswa sedang mengajukan makalah atau tugas lainnya. Sehingga wawancara serta pertanyaan menelisik dapat menjadi modus untuk melakukan serangan pandangan mata. Pelaku biasanya adalah seseorang yang memiliki kuasa lebih tinggi, seperti senior dan dosen.

Baca Juga  Bell Hooks, Perempuan Aktivis Feminis dari Amerika

Hal-hal kotor ini harus segera kita hentikan, selama hal demikian tidak kita cabut dari akarnya wajah pendidikan kita bergerak menuju proses pembinatangan. Tentu ini sangat merugikan moral budaya masyarakat. Sangat mengerikan bahwa di tengah peradaban ilmu yang sedemikian tinggi dan luas,  justru kaum perempuan mendapat perlakuan tidak hanya sebagai manusia, bahkan juga tidak sebagai perempuan, melainkan sebagai segumpal benda lunak yang sebegitu murah harganya.

Kini korban manapun harus kita lindungi dan temani berjuang melawan segala bentuk kekerasan yang merengut masa depannya. Kita merindukan neo Mukhtar Mai yang angkat bicara, bangkit dan melawan kekerasan terhadap perempuan demi tercapainya kesetaraan.

Sedemikian adanya, sedemikian baiknya.

Bagikan
Post a Comment