f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
keterwakilan perempuan

Menuju Pemilu 2024: Pentingnya Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Sampai hari ini keterwakilan perempuan di parlemen masih menjadi perbincangan yang hangat. Kehadiran representasi perempuan diperkirakan akan meningkat dengan terlibatnya perempuan dalam politik, memungkinkan perempuan untuk mentransmisikan kepentingan perempuan dan anak yang selama ini dipandang kurang terarah. Upaya yang dilakukan untuk mencapai kuota partisipasi perempuan di Lembaga Legislatif dimulai dengan ditetapakannya Undang-undang Pemilu Nomor 12 Tahun 2003.

Kemudian kebijakan affirmative action diperkuat pada pemilu 2009 dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008. Pada pemilu 2014, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 menegaskan kembali ketentuan kuota 30%. Pada persiapan pemilu 2019, ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Dan baru-baru ini KPU RI juga telah merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, revisi tersebut terkait pasal 8 ayat (2) soal perhitungan syarat keterwakilan perempuan.

Isu keterwakilan perempuan dalam politik praktis di Indonesia menjadi penting untuk diperjuangkan. Indonesia telah memberlakukan Undang-undang yang mengizinkan kuota 30% untuk perwakilan politik perempuan. Angka 30% itu memiliki tujuan agar satu gender tidak mendominasi organisasi politik yang menentukan kebijakan publik.

Partisipasi dan kuantitas perempuan dalam pembuatan kebijakan untuk mengawasi kebijakan yang ramah terhadap perempuan. Perempuan harus mempersiapkan diri untuk meningkatkan kualitas dan bakat. Tujuannya adalah agar mereka dapat berpartisipasi dalam mengambil kebijakan strategis yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Namun realitasnya sampai saat ini keterwakilan perempuan dalam parlemen masih sangat rendah. Berdasarkan hasil pemilu 2019, keterwakilan perempuan di lembaga Legislatif Nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,87% atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI. Jika melihat tahun sebelumnya 2014, persentase perempuan yang menduduki lembaga legislatif hanya mencapai 17,32%.[1] Persentase tersebut masih jauh dari angka persyaratan 30% jumlah calon legislatif perempuan pada saat partai politik mendaftar menjadi peserta pemilu.

Baca Juga  Politik Baru dan Gerbong Sejarah Anak Muda

Keterlibatan perempuan dalam politik praktis masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah perempuan di Parlemen, Lembaga-lembaga tinggi, Pemerintah, Partai Politik dan di berbagai organisasi publik lainnya. Kondisi ini berdampak langsung pada kebijakan negara maupun daerah yang tidak sesuai dengan tututan dan kepentingan perempuan. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah kurangnya kepercayaan publik terhadap kepemimpinan perempuan hari ini.

Meningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang pentingnya Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Berbagai tantangan untuk memenuhi kuota 30% perempuan di parlemen sangatlah serius. Beberapa kendala yang ada, antara lain dominasi budaya patriarki, rendahnya kesadaran politik perempuan dan kapasitas perempuan untuk berpartisipasi dalam politik yang belum mendapat kepercayaan dari publik, termasuk dari perempuan sendiri yang juga meragukan akan kepemimpinan perempuan tersebut.

Misal dalam dunia kerja, perempuan sering kali posisinya hanya sebagai aktor cadangan padahal perempuan juga memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki. Budaya patriarki dalam politik terlihat bahwa, politik adalah milik laki-laki. Sedangkan perempuan hanyalah pelengkap simbolik dari tujuan partai politik yang menjadi umpan untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Budaya patriarki yang masih memengaruhi masyarakat, menyebabkan pemilih dalam pemilu cenderung memberikan suaranya kepada calon legislatif yang berjenis kelamin laki-laki.

Pada pemilu 2014, banyak partai politik tidak komitmen untuk mendukung calon legislatif perempuan. Stigma negatif tentang kepemimpinan menyebabkan masalah ini. Emosional dan tidak mampu mengambil keputusan masih menjadi strereotipe yang melekat pada perempuan. Masyarakat kurang percaya pada calon pemimpin perempuan.

Keterwakilan perempuan di parlemen memberikan keseimbangan dalam perumusan kebijakan dan peraturan. Ini juga berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan perempuan dan anak. Beberapa hal dilakukan untuk memahamkan masyarakat mengenai pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen.

Baca Juga  Suara Perempuan: Putusan MA dalam Judicial Review

Pertama, melakukan sosialisasi dan edukasi di media sosial. Dengan menggunakan beberapa platform media sosial seperti instagram, twitter, maupun tiktok dapat membantu menyebarkan informasi tentang isu gender dan politik guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen.

Kedua, memberikan pelatihan/pendidikan gender dan politik dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya keterwakilan perempuan di parlemen. Pendidikan ini dapat diberikan di berbagai tingkat, mulai dari dasar hingga perguruan tinggi.  

Ketiga, berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada isu gender dan politik, dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kepemimpinan perempuan. LSM juga dapat melakukan kampanye sosial, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk meningkatkan mengedukasi masyarakat.

Dengan memberikan pemahaman lebih kepada masyarakat tentang pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen, harapannya masyarakat dapat lebih memperhatikan isu gender dan politik serta memilih calon legislatif perempuan pada Pemilu 2024.


Bagikan
Comments
  • Izzah craft

    keterwakilan perempuan pada pemilu.memang sangat berperan dalam menyuarakan hak hak perempuan .

    Juli 31, 2023
  • Ahmad

    Semoga komitmen pemerintah dan masyarakat bisa sejalan dalam mendukung keberhasilan perempuan di parlemen.

    Juli 31, 2023
  • Retno Kustiati

    Masya Allah… bagus sekali dan komprehensif tulisannya. Sudah menuliskan semua permasalahan dalam isu keterwakilan perempuan di parlemen, lengkap dengan beberapa tawaran solusi.
    Soal ini menjadi masalah laten, meskipun sudah ada kebijakan afirmatif dengan penerapan zipper system. Masalahnya, kaum perempuan Indonesia yang berkualitas dan berbakat seperti Mbak Lina ini masih banyak yang kurang berminat/apatis untuk terjun ke politik praktis. Quota lebih banyak diisi oleh para artis/selebritis yang, mhn maaf, kemampuan mereka kebanyakan masih kurang dalam mendorong kebijakan utk memajukan pemberdayaan masyarakat, khususnya kaum Ibu dan Anak. Mereka punya bakat, tapi di bidang seni, bukan di politik praktis.
    Ayo dong, Mbak Lina dan kaum perempuan intelektual lainnya, terjunlah di politik praktis. Caranya, selain dengan menjalani beberapa solusi dari Mbak Lina tsb, teruslah menulis dan mengisi ruang media sosial dg materi² positif. Dengan demikian, masyarakat menjadi kenal sosok Anda. Selanjutnya memudahkan utk masuk ke gelanggang politik praktis, demi kemaslahatan umat.

    Juli 31, 2023
Post a Comment