f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
korban ghosting

Menjadi Korban Ghosting yang Elegan

Beberapa waktu lalu, ghosting, istilah baru dalam dunia percintaan meramaikan linimasa twitter . Diksi ini semakin seru dibahas dalam beberapa waktu terakhir. Seperti namanya, ghosting adalah suatu keadaan di mana seseorang tiba-tiba menghilang tanpa jejak dan tanpa penjelasan dari kehidupan kita. Ghosting dapat menghancurkan harga diri dan menyakiti korban sama halnya seperti rasa sakit yang dirasakan pada fisik.

Biasanya, sang korban akan terjebak dalam kebingungan dan mempertanyakan apa kesalahannya hingga orang yang selama ini bersamanya tiba-tiba menghilang seperti hantu. Tidak ada yang tersisa dari kepergiannya selain dua hal, kenangan manis dan luka yang pahit. Pedih~

Hampir semua manusia di muka bumi pasti pernah menjadi pelaku maupun korban ghosting. Biasanya, para pelaku ghosting berfokus untuk menghindari ketidaknyamanan emosional diri sendiri dan tidak memikirkan bagaimana perasaan orang lain akibat ghosting. Bagi para pelaku ghosting, mungkin hal ini menjadi manfaat. Karena mereka tidak perlu lagi berhubungan dan memberikan penjelasan dengan seseorang yang menurut mereka tidak sesuai lagi dengan apa yang diinginkannya.

Sayangnya, para pelaku ghosting tidak menyadari bahwa perilakunya yang menghilang secara tiba-tiba tanpa kabar dapat menyebabkan korban merasa tidak dihormati, tidak berguna, serta beragam perasaan negatif lainnya. Jennice Vilhauer, seorang psikolog asal Kalifornia menjelaskan bahwa ghosting termasuk dalam kejahatan emosional. Hal ini karena para korban akan merasa cemas dalam bersosialisasi dan terus terbelenggu dalam kebingungan atas “hilangnya” seseorang yang terbiasa berinteraksi dengannya.

Memperjelas Keadaan dengan Melakukan Komunikasi Asertif

Dampak dari ghosting dapat mengakibatkan rasa sakit yang sama di otak seperti rasa sakit pada fisik. Tindakan ini juga tidak memberikan petunjuk yang jelas tentang bagaimana sang korban harus bereaksi. Seringkali, perilaku ghosting menciptakan skenario akhir yang penuh dengan ambiguitas. Sebagai korban, pasti kita merasa ingin menjejalinya dengan banyak pesan dan pertanyaan. Sayangnya, kita akan merasa tidak cukup layak untuk mempertanyakan hal itu. Kita tidak tahu bagaimana harus bereaksi karena kita tidak benar-benar tahu apa yang terjadi dengannya.

Baca Juga  Menangkal Bisnis Abal-abal dengan Bersyukur dan Menjaga Kesehatan Akal

Dalam Ilmu Komunikasi, terdapat beberapa jenis komunikasi. Komunikasi pasif, komunikasi agresif dan komunikasi asertif. Komunikasi asertif berguna agar kita menjalin hubungan “win-win” alias sama-sama diuntungkan. Memaksakan kehendak untuk terus bersamanya adalah hal yang buruk, daripada melukai diri sendiri, sebaiknya kita bicarakan dengan baik secara terbuka dan dewasa.

Pada situasi ini, kita dapat mengomunikasikan yang kita rasakan kepada pasangan secara asertif. Komunikasi asertif maknanya menjadi salah satu strategi komunikasi dengan penyampaian secara terbuka serta menjaga rasa hormat kepada orang lain. Kita perlu melatih diri untuk melakukan komunikasi asertif agar mampu mendialogkan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain; dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan mereka tanpa bermaksud mengalah ataupun menyerangnya.

Berkomunikasi secara asertif dapat diawali dengan percakapan sederhana. Sesederhana mengingat betapa indah waktu yang selama ini telah dilalui bersama, lalu beralih ke perasaan yang saat ini dirasakan dan mengungkapkan harapan kita pada lawan bicara. Sebaiknya, kita tetap berusaha untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi dengannya. Berkomunikasi secara asertif berarti kita mengutarakan opini secara efektif dan mempertahankan perspektif pribadi, dengan tetap menghargai hak dan keyakinan orang lain yang berbeda.

Hal ini akan terasa lebih melegakan daripada memendam atau mengungkapkan dengan amarah dan memaksakan kehendak untuk melanjutkan hubungan dengan seseorang yang tidak lagi ingin membersamai kita.

Menjadi Korban Ghosting yang Elegan

Sekalipun kita telah mengupayakan segala hal, tidak ada jaminan bahwa kita tidak akan menjadi korban ghosting. Jika hal tersebut akhirnya terjadi, maka kita juga harus siap dengan kondisinya. Dunia belum berakhir saat seseorang meninggalkan kita tidak pernah memberikan kejelasan apapun. Tenang saja! Kita bisa memberi batas waktu sampai kapan kita akan menunggu. Semua standar keputusan ada di tangan kita.

Baca Juga  Perempuan Inspiratif: Mengenal Lebin Dekat, Sosok Siti Baroroh

Patah hati memang berat, tetapi berada dalam kebingungan suatu hubungan juga bukan hal yang baik untuk kemaslahatan mental diri sendiri. Mengumbar amarah di media sosial hingga menarik perhatian banyak orang mungkin tampak melegakan. Kita merasa mendapatkan pembelaan dari banyak kaum yang juga merasa ‘tertindas’. Namun, perlu kita ingat pula, meninggalkan jejak digital yang buruk sama dengan memupuk citra negatif yang akan berimbas pada masa depan.

Adakalanya kita harus menahan diri. Setelah mengetahui alasan kepergiannya, berontak terhadap keputusannya tentu bukan menjadi satu-satunya pilihan. Menahan diri dapat menjadi salah satu tindakan yang bisa dilakukan. Pikirkan ulang saat ingin memprotes kepergiannya. Bahkan, saat kita sudah memohon-mohon padanya untuk kembali, keadaan belum tentu akan kembali seperti sediakala. Kita hanya perlu berusaha untuk menjadi korban ghosting yang elegan dengan mengikhlaskan keputusannya yang tidak lagi ingin bersama.

Mencari penjelasan tentu sah-sah saja. Kita bisa mengutarakan pendapat dan meminta jawaban dengan mempraktikkan komunikasi asertif. Sekali lagi, mengomunikasikan secara asertif bukan untuk mengemis cinta dan kasih sayang; tetapi untuk memastikan hubungan, agar tidak ada pihak yang tersakiti dan dapat kembali hidup senormal mungkin seperti sediakala.

**

Rahmania ketika seseorang tidak lagi ingin membersamai kita, maka yang dapat kita lakukan adalah menghargai keputusannya. Pepatah “waktu yang akan menyembuhkan luka” terdengar ada benarnya. Seiring berjalannya waktu, luka-luka itu akan tertutup oleh kebahagiaan baru hingga kita bisa berdamai dengan diri sendiri dan kenangan buruk yang sempat mampir sebagai kerikil kecil di kehidupan kita.

Apapun yang terjadi, tetaplah tangguh untuk melanjutkan hidup. Menahan diri untuk tidak saling melempar kesalahan adalah salah satu hal yang perlu diusahakan. Tenang saja, daripada mempertahankan seseorang yang tidak ingin membersamai kita, alangkah lebih bijaksana jika kita bersedia merelakannya. Percayalah Rahmania, you deserve better than him.

Bagikan
Post a Comment