f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
spiritual

Menganggap Istri sebagai Orang Lain Bukanlah Ajaran Islam

“Anak darah daging sedang istri adalah orang lain yang kebetulan harus kita urus”.

Kalimat dari potongan komentar di facebook yang viral itu menurut saya tidak hanya ironis, tapi juga mengandung kengerian. Seakan sangat terbuka kemungkinan terjadi kejahatan atau minimal kekerasan terhadap istri.

Mengapa demikian? Karena pernyataan di atas jelas memberikan posisi yang lemah pada perempuan. Dalam lingkungan keluarga saja seorang perempuan dianggap orang lain, apalagi di lingkungan lain seperti di kantor, atau tempat-tempat umum lainnya. Entah kita menyebutnya apa mungkin saja makhluk asing.

Bagi saya memposisikan orang sebagai orang lain ini sesuatu yang sangat serius.  Karena di dalam anggapan itu seakan tidak ada ikatan atau hubungan, tanggungjawab, belas kasih, kepedulian dan empati.

Sebagai contoh kecil, coba kita bayangkan bagaimana sikap kita jika ada orang lain kehilangan dompet? pasti kita akan santai-santai saja, atau kita merasa wajar saja jika tidak ikut menolong mencari dompet tersebut, karena dia adalah orang lain. Tapi, jika yang kehilangan dompet adalah saudara kita atau sahabat kita, tentu kita akan bingung, kasihan dan ikut serta mencari dompetnya.

Kenapa demikian? karena kita merasa ada ikatan. Di dalam ikatan itu muncul empati, belas kasih dan ikut menanggung rasa, disitulah kemudian muncul kepedulian.

Ikatan, Belas Kasih, dan Empati

Tidak adanya ikatan, rasa belas kasih atau empati terhadap orang lain inilah yang sering menjadi awal terjadinya kejahatan. Logika sederhananya tidak ada pencuri yang mencuri barang di rumah saudaranya. Semua kejahatan itu pasti dilakukan di rumah orang lain, atau orang yang dianggap sebagai orang lain, yang tidak ikatan dengannya sehingga tidak perlu dikasihani.

Jadi kita bisa membayangkan Jika ada suami menganggap istri sebagai orang lain, maka bagaimana mungkin ia memiliki kepedulian, belas kasih, empati dan kasih sayang kepada istrinya? Dari sini kita menjadi tahu dan sadar kenapa banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Karena banyak suami yang menganggap istrinya orang lain. Ironis bukan?

Baca Juga  Ruang Bahagia Seorang Ibu

Dengan menganggap istri sebagai orang lain biasanya suami akan merasa wajar jika melakukan kekerasan kepada istri. Tanpa rasa bersalah ia akan terbiasa membentak, atau bahkan memukul istrinya. Kenapa hal ini bisa terjadi? sekali lagi karena dalam pikirannya istri adalah orang lain.

Dianggap Orang Lain

Kita juga bisa melihat logika yang sama ketika melihat kasus pencabulan di Makasar yang baru ramai setelah diunggah di media sosial.  Pelakunya adalah seorang guru ngaji, orang yang paham tentang agama, tapi kenapa ia masih tega melakukan perbuatan tidak senonoh itu ?

Bagi saya jawabannya sederhana, karena ia menganggap murid-muridnya sebagai orang lain. Tidak ada ikatan guru dengan murid, atau orang tua dengan anak. Oleh karena itu perbuatan biadab tersebut dapat dilakukan tanpa rasa bersalah, pelaku telah kehilangan empati dan rasa belas kasih kepada korban. Tentu saja karena korban dianggap orang lain, bukan siapa-siapa, dan tidak dalam tanggungjawabnya.

Mungkin masih banyak kejahatan di dunia ini yang terjadi karena merasa bahwa korban tidak memiliki ikatan apapun dengan pelaku. Para koruptor menganggap rakyat bukanlah siapa-siapa, para bandar narkoba merasa tidak bertanggung jawab dengan masa depan anak-anak, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak memposisikan seseorang sebagai orang lain, termasuk istri kita.

Sesama Muslim adalah Saudara

Andai saja kita mau belajar sedikir tentang agama. Kita pasti pernah dengar bahwa kita sesama muslim adalah bersaudara bukan orang lain. Ini adalah prinsip dasar dalam membangun hubungan masyarakat. Bahkan lebih luas lagi persaudaraan itu tidak hanya dibatasi oleh agama semata. Tapi juga diikat oleh tanah air, jika itu belum cukup, maka kemanusiaanlah yang mengikat persaudaraan kita.

Baca Juga  Moderasi Kepemimpinan Keluarga: Perempuan Pemimpin Keluarga (2)
Perempuan adalah Belahan Laki-laki

Dalam hubungan laki-laki dan perempuan, ada ungkapan yang sangat indah dari Nabi Muhammad saw, bahwa “al-nisau syaqaiq al-rijal, perempuan adalah belahan laki-laki.”

Menurut saya ungkapan ini sangat indah dan memiliki makna yang sangat dalam. Perempuan adalah pecahan atau belahan dari laki-laki, itu berarti pada dasarnya perempuan dan laki-laki adalah satu, kemudian terbelah dan terpisah, oleh karena itu kedudukan mereka sebenarnya sama dan sangat dekat.

Keindahan uangkapan itu juga kita temui di dalam Al-qur’an ketika menggambarkan hubungan suami istri, suami adalah pakaian bagi istri, dan istri adalah pakaian bagi suami. Lagi-lagi ayat tersebut mengisyaratkan bahwa suami dan istri sangatlah dekat, tidak bisa dipisahkan, dan ada pesan kesalingan di dalamnya.

Suami dan istri seyogiayanya saling menjaga, saling menyayangi, saling melindungi dan saling topang-menopang satu sama lain. Jadi bagaimana mungkin kita menganggap istri sebagai orang lain? itu jelas tidak masuk akal!

Pernikahan adalah Perjanjian yang Agung dan Kokoh

Al-Qur’an bahkan menyebut pernikahan sebagai mitsaqon gholidho atau perjanjian yang agung dan kokoh. Hanya ada tiga perjanjian di dalam Al-qur’an yang disebut sebagai mitsaqon gholidho dan salah satunya adalah pernikahan. Oleh karena itu, ikatan suami istri bukanlah ikatan muamalah biasa yang hanya mengedepankan ikatan materil yang bersifat transaksional semata, tetapi ada ikatan batin yang suci. Jadi tidak ada dasar ajarannya untuk menyebut istri sebagai orang lain.

Jadi dalam ajaran Islam tidak kita kenal istilah orang lain dalam hubungan sosial. Mungkin kita menemukan istilah ajnabi. Tetapi perlu kita ketahui istilah ini digunakan untuk masalah fikih terutama dalam fikih pernikahan, seperti untuk memastikan calon istri bukanlah mahrom agar dia halal untuk dinikahi, atau jika kita menyentuh perempuan ajnabi maka wudhu kita akan batal.  Dalam hal relasi sosial istri adalah istri yang memiliki ikatan suci dengan suami.

Baca Juga  Menanti Peran yang Adil Bagi Istri
Kita Semua adalah Saudara

Maka dari itu, dalam ajaran Islam setiap orang pasti memiliki realsi sosial entah ia adalah saudara kita, atau orang tua kita, atau istri dan suami kita, atau guru dan murid kita, tidak ada orang lain bagi kita. Karena ungkapan “orang lain” itu meniadakan ikatan, menghilangkan empati dan belaskasih, menegasikan tanggungjawab dan yang terpenting membuka pintu terjadinya kejahatan.

Kita sebaiknya menanamkan dengan kuat dalam benak kita bahwa kita semua adalah saudara, yang harus saling peduli, saling mengasihi, saling berempati, saling membantu dan saling menjaga satu sama lain. Khusus dalam pernikahan kita harus sepenuhnya menyadari bahwa istri adalah belahan jiwa suami dalam bahasa jawa disebut sigaring nyawa atau garwa yang harus diperlakukan denga baik.

Jika kita menganggap siapa saja sebagai saudara kita yang patut kita jaga, maka segala bentuk kejahatan perlahan akan menghilang, tapi entah itu kapan?. Nyatanya dalam hubungan suami istri saja kita masih asing dan menganggap pasangan kita sebagai orang lain. (s)

Bagikan
Post a Comment