f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
sirkular

Menerapkan Prinsip Sirkular dalam Keseharian

Seorang teman mengeluhkan tas branded-nya yang permukaannya terkelupas dan mengotori bajunya. “Ini nih, Sis. Aku nggak rekom orang beli brand ini kecuali pas diskon. Karena harganya nggak sesuai kualitasnya yang gampang mengelupas,” ucapnya. Sebagai penyuka tas, ia kerap merekomendasikan tas murah yang awet pada temannya. Ia sering mempertanyakan bagaimana bisa tas mahal cepat mengelupas, sedangkan yang jauh lebih murah malah awet. Normalnya, barang yang mahal seharusnya lebih awet dari yang murah. Maka, fakta di atas menjadi suatu anomali pada lingkup ekonomi. Barangkali Rahmania pernah merasakan hal yang sama, mari kita sama-sama merenungkan anomali tersebut.

Ekonomi Linear

Sejarah ekonomi dunia mencatat sebuah peristiwa besar yaitu kemerosotan ekonomi yang disebut Great Depression (Depresi Besar). Great Depression adalah sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi yang terjadi secara dramatis di seluruh dunia yang terjadi mulai tahun 1929 dan berlangsung selama sekitar 10 tahun.

Akibatnya pada tahun 1932, Keusangan Terencana diusulkan dengan maksud untuk merangsang pasar dan mengakhiri Great Deppression ini. Maksud dari Keusangan Terencana ini adalah produksi barang-barang dibuat cepat usang dan out of date agar butuh penggantian. Sehingga konsumen terpaksa membeli barang baru alih-alih mempertahankan yang lama.

Hal ini menjadi salah satu alasan munculnya Ekonomi Linier (Linear Economy) dengan model konsumsi ambil-buat-pakai-buang (take-make-use-dispose). Model konsumsi tersebut membuat banyak barang hanya dipakai sebentar, lalu terbuang dan menumpuk menjadi limbah. Upaya sistematis ini selain membuat manusia menjadi boros dan banyak utang, juga merusak lingkungan.

Rasanya tidak mungkin untuk menghitung berapa banyak limbah komersial yang telah diproduksi sebagai bagian dari Ekonomi Linier, namun dapat diperkirakan bahwa jumlahnya akan meningkat bersamaan dengan pertumbuhan penduduk kota. Urbanisasi diperkirakan akan menyumbang 70% dari populasi global pada tahun 2050 dan penduduk kota menghasilkan dua kali lebih banyak limbah dibandingkan penduduk pedesaan.

Baca Juga  Queen of Tears dan Seni Penyelesaian Masalah Berkeluarga

Saat ini, populasi global menghasilkan sekitar 1,3 miliar ton sampah kota per tahun, tetapi ini bisa meningkat menjadi 2,2 miliar ton per tahun pada 2025 (World Bank, 2012). Pembuangan pada akhirnya tidak akan pernah menjadi praktik berkelanjutan dan sejumlah faktor memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi semakin tingginya ketidakberkelanjutan yang akan terjadi.

Belum lagi emisi yang dihasilkan oleh perusahaan terus menerus akan merusak air, tanah, dan udara. Ini secara langsung berdampak pada iklim global, pola cuaca dan ekosistem, dampak berikutnya termasuk kekeringan dan banjir, kerusakan kesehatan dan kesejahteraan, harapan hidup, gagal panen, migrasi massal, perdagangan orang (IPCC, 2014).

Ekonomi Sirkular

Konsep Ekonomi Sirkular (Circular Economy) merupakan kajian baru dalam studi pembangunan berkelanjutan. Secara sederhana Ekonomi Sirkular dapat dipahami sebagai praktik-praktik mengurangi (reduce) konsumsi bahan baku atau mentah melalui memikirkan ulang (rethink) perancangan produk yang bisa didaur ulang setelah dipakai (reuse), memperpanjang usia produk dengan mengoptimalkan prinsip pemeliharaan dan reparasi (repair), menggunakan bahan-bahan yang mudah di-recycle, dan mengembalikan bahan-bahan baku dari alur pembuangan (Van Buren, 2016).

Beberapa tahun terakhir, kajian tentang Ekonomi Sirkular mulai dibahas pula dalam bidang pendidikan. Bagaimana menerapkan paradigma sirkular yang membiasakan pola hidup berkelanjutan. Paradigma sirkular reduce, rethink, reuse, repair, recycle (5R) ala Buren di atas bisa pula kita adopsi dalam hidup sehari-hari. Termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Sebagaimana teman saya di atas, memikir ulang (rethink) barang yang harus ia beli. Memastikan bahwa barang itu akan tahan lama dan tidak cepat out of date (ketinggalan zaman). Misalnya dengan memilih model yang polos dan bisa di-mix and match dengan apa yang dipakai. Ini mengurangi (reduce) pembelian berulang yang berdampak pada peningkatan suplai pada pabrik. Sebagaimana teori supply and demand, penawaran akan meningkat saat permintaan pasar meningkat.

Baca Juga  Memotret Jogja dari Manusia Silver

Selanjutnya, saat barang tak lagi kita pakai karena kekecilan atau tak lagi dibutuhkan, salurkan barang layak pakai tersebut pada teman atau saudara yang membutuhkan. Kini banyak komunitas yang mendukung pola hidup berkelanjutan (sustainable living) seperti Saling Silang yang memunculkan tagar #GapapaPakaiBekas. Komunitas tersebut mempertemukan orang-orang yang punya barang bekas berkualitas dan orang yang membutuhkan barang. Sehingga mereka dapat saling bertukar, memakai ulang (reuse) barang orang lain tanpa harus membeli barang baru.

Prinsip sirkular lainnya adalah repair. Saat barang yang kita miliki rusak, kita biasakan diri kita untuk mereparasinya. Banyak jasa dan layanan reparasi tas, sepatu, sepeda, dan kebutuhan lainnya. Sehingga benda tersebut terpakai dalam jangka waktu yang lama dan tidak berakhir menjadi limbah.

Prinsip recycle dapat kita terapkan juga pada benda-benda yang tak lagi dipakai. Sebagai contoh, beberapa perusahaan kosmetik menyediakan kotak pengumpulan wadah bekas kosmetik dari brand-nya. Kita dapat mengirimkan wadah bekas tersebut alih-alih membuangnya ke tempat sampah.

Rahmania sudah memulai prinsip yang mana nih? Yuk lebih bijak dalam memilah dan memilih barang-barang sesuai kebutuhan kita. Kemudian jangan mudah-mudahnya membuang barang atau membiarkannya teronggok di rumahmu dalam waktu yang lama ya. Menjadikan barang-barang tersebut lebih bermanfaat juga termasuk amalan salih lo.

Bagikan
Post a Comment