f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
luqman

Membaca Kembali QS. Luqman Ayat 14

Kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak hanya sebatas dongeng belaka. Syekh Izzuddin bin Abdis Salam dalam bukunya “Maqasid Al-Qur’an” menegaskan, kisah dalam Al-Qur’an haruslah diambil pelajaran bagi Umat Islam. Dari sekian banyak kisah dalam Al-Qur’an, penulis ingin mencuplik sebuah ayat tentang kesetaraan dalam kisah Luqman. Hal ini sebagai bukti bahwa Islam datang sebagai rahmat untuk pria dan wanita.

Terdapat nilai kesetaraan dalam QS. Luqman (31): 14 yang berbunyi,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُه فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”

Tafsiran QS. Luqman (31): 14

Agar pemahaman kita lebih komprehensif terhadap ayat tersebut, di sini penulis akan memaparkan pendapat ahli tafsir terkait QS. Luqman (31): 14.

Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir mengatakan ayat ini sebagai perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua. Baik ayah ataupun ibu hak keduanya harus terpenuhi. Lebih lanjut, menurutnya bakti manusia kepada ibunya harus lebih. Hal ini cukup beralasan, karena ibu telah mengandung, melahirkan, dan menyusui.

Ihwal ini pula berdasarkan hadis dari Nabi Saw., yang menjelaskan bahwa ibu memiliki hak lebih untuk mendapatkan bakti anaknya.  

Sebagaimana riwayat hadis dari sahabat Abu Hurairah berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ: أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أَبُوكَ»

Baca Juga  Sedekah Tidak Harus dengan Harta Kok!

Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. bahwa datanglah seorang laki-laki kepada Rasulullah, lalu dia bertanya: “Siapakah manusia yang lebih berhak dengan hubungan baikku?” Rasulullah menjawab: “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi: kemudian siapa? Nabi menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi: kemudian itu siapa? Rasul menjawab: “Ibumu.” Kemudian itu siapa lagi? Tanya orang tersebut, “Bapakmu” jawab Rasul. (HR. Bukhari)

Dari hadis ini Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, bakti kepada ayah sebesar seperempat dan tiga perempatnya adalah bakti kepada ibu.

Selanjutnya, alasan mendasar sebagai perintah syukur kepada Allah karena nikmat yang telah Allah berikan pada manusia. Kemudian bersyukur atas orang tua karena sebab lahirnya manusia dan sebagai sumber kebaikan bagi manusia.

Adapun alasan perintah untuk taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua karena manusia akan kembali pada Tuhan. Sehingga dari perbuatan yang dilakukan akan mendapat balasan di akhirat.

*

Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, menegaskan bahwa berbakti kepada orang tua merupakan perintah dari Tuhan. Karena adanya orang tua menjadi sebab lahirnya manusia. Berkenaan dengan ibu, Hamka sejalan dengan penjelasan Wahbah az-Zuhaili yang berlandaskan hadis yang telah penulis sebutkan di atas.

Rasa syukur pada akhir ayat tersebut, menurut Hamka syukur pertama ialah kepada Allah. Alasannya ialah berkat dari rahmat Allah muncullah rasa cinta dan kasih dari orang tua kepada anaknya. Orang tua juga tak pernah mengeluh ketika mengandung anaknya dan tak pernah bosan untuk mendidik anaknya.

Rasa syukur kedua dalam ayat ini tertuju kepada kedua orang tua. Ibu yang telah mengasuh sedangkan ayah memberikan perlindungan kepada ibu dan anak-anaknya.

Hamka menutup tafsirnya bahwa pada akhirnya orang tua kembali kepada pangkuan Tuhan. Sedangkan anak-anaknya akan berumah tangga, mencari teman hidup dan tetap kembali jua kepada Allah.

Baca Juga  Masalah Cinta yang Membuat Perempuan Mati Rasa

Selanjutnya, pandangan Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir An-Nur, bahwa ayat ini sebagai perintah Allah agar berbakti kepada ibu bapak, menaati dan melaksanakan haknya.

Selain perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua dalam ayat ini pula berisikan alasan untuk berbakti kepada ibu. Seorang ibu mendapat kesukaran lebih berat dari pada ayahnya. Ibu harus mengandung anaknya, lalu melahirkan hingga menyusui anaknya. Inilah yang menjadi alasan mengapa porsi bakti anak kepada ibu lebih besar dari ayah.

Kedudukan Perempuan dalam QS. Luqman (31): 14

Setelah memahami pandangan para ahli tafsir mengenai QS. Luqman (31): 14, kita dapat melihat adanya nilai kesetaraan dalam ayat ini.

Jika kembali pada sejarah sebelum Islam datang, bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Sebagaimana yang Umar R.A. sampaikan,

كنا في الجاهلية لا نعد النساء شئا فلما جاء الإسلام وذكرهن الله رأينا لهن بذلك حقا.

Artinya: “Dulu kami pada masa jahiliah sama sekali tidak memperhitungkan kaum perempuan, kemudian datang Islam dan Allah Swt. menyebutkan mereka dalam kitabnya, kami tahu bahwa mereka juga memiliki hak terhadap kami

Islam dengan membawa rahmat kepada ciptaannya bernilai adil tanpa membedakan satu sama lain.

Penggunaan kata “orang tua” dalam ayat ini sebagai penjelas bahwa Islam tidak membedakan posisi ibu ataupun bapak. Berbakti kepada kedua orang tua bukan memilih satu saja.

Selain seruan agar berbakti kepada orang tua, juga menjelaskan posisi perempuan dalam Islam. Dengan ilustrasi seorang ibu yang mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Al-Qur’an dengan sharih atau jelas mengangkat derajat perempuan.

Selain itu, hadis yang menjadi sandaran bahwa bakti anak kepada ibu harus lebih besar daripada ayah harus kita pahami secara utuh. Dengan kondisi Arab Pra-Islam yang tidak menguntungkan perempuan, Islam hadir dengan membawa perbedaan. Melalui sabdanya, Rasul memperjelas kedudukan perempuan yang setara dengan pria.

Baca Juga  Problematika Gender: Berhenti Saling Meninggi, Mari Saling Merangkul

Wacana-wacana yang muncul bahwa Islam tidak menghargai perempuan ataupun memposisikannya lebih rendah dari pria, tentu tidak benar. Melalui ayat ini, Islam dengan tegas begitu memuliakan perempuan. Pastinya, posisi perempuan dan pria dalam Islam setara tidak dibedakan. Karena yang menjadi pembeda di mata Tuhan ialah ketakwaan. Semakin takwa seseorang kepada Tuhannya, semakin tinggi pula kedudukannya.

Bagikan
Post a Comment