f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
manula

Manula, Stok Sabar yang Tidak Berbatas

Hari belum terlalu sore ketika aku terpaksa memandikan ibuku, yang sudah sepuh dan pikun, ia mengompol. Hampir 10th kulakukan ini, setelah tahu bahwa dia tak mampu mandi sendiri. Ada rasa iba yang menjalar setiap kali tangan ini menyentuh kulit tubuhnya yang keriput dan dingin. Apalagi dia selalu manut saat kugosok lembut dengan sabun dan kukeramasi rambut putihnya. Kadang tak sadar aku meneteskan air mata haru. Begitu lemahnya insan keramat ini yang dulu pernah bertaruh nyawa demi aku.

Selalu ada kisah menarik tentang liku-liku mendampingi orang-orang tercinta hingga usia lanjut. Mereka adalah orang tua kita, bapak, ibu atau keduanya. Seakan tak ada habisnya untuk ditulis dan dibahas.

Suka duka selalu hadir meski sekuat hati sudah berupaya untuk melakukan yang terbaik demi kebahagiaan mereka sampai akhir hayat. Manula, demikian sebutan mereka, sebagai manusia usia lanjut atau disebut juga lansia, yang akan selalu ada di manapun, di dalam keluarga kita atau di keluarga sekitar kita.

Sebuah Fakta

Rasa trenyuh atau haru seketika muncul manakala melihat konten-konten di medsos yang menceritakan tentang manula ini. Ada seorang nenek atau kakek yang hidup sebatang kara; nenek atau kakek yang dalam keadaan sakit hidup sendirian; ada yang beberapa hari belum makan dan yang lebih tragis ada yang punya anak tapi mereka terlupakan, dan sebagainya.

Bila memang tak ada keluarga yang mengurus, bukankah masih ada orang-orang sekitar yang peduli, termasuk kita? Dalam hal ini, otoritas pemerintah desa atau di mana manula ini berada, perlu dipertanyakan atas nasib warganya. Bagaimanapun juga negara berkewajiban menjamin kesejahteraan mereka.

Memang, tidak semua manula mengalami nasib yang menyedihkan di usia senjanya. Banyak juga yang hidup bahagia dikelilingi anak cucu. Di usia lanjut, mereka kebanyakan memiliki karakter yang berubah-ubah dibanding saat mereka muda. Yang dulunya berbadan tegap, gagah perkasa, cantik gemulai mempesona, kini semua berubah, baik jasmani maupun rohaninya. Mudah marah, mudah tersinggung dan mudah pula menangis. Bisa saja perubahan ini akibat dari rentetan peristiwa yang pernah mereka alami di sepanjang hidupnya.

Baca Juga  Toxic Parents dan Mitos Keluarga Ideal

Manula identik dengan manusia yang sudah pikun, yang sulit kita mengerti, sulit untuk kita beri arahan, bahkan berbuat semau sendiri yang menurut mereka menyenangkan. Mereka tak sadar akan kekurangannya. Badan yang sudah melemah, jalan pun tertatih-tatih, bicara sudah cadel, pendengaran dan penglihatan sudah berkurang, seolah tak bisa mereka terima. Kita bicara pelan tak didengar, bicara agak keras merasa dibentak dan mereka menjadi manusia yang sentimentil.

Manula, Orang Tua Kita

Belum pernah kutemui, ada catatan resmi dari orang tua, apa saja yang pernah mereka berikan kepada anak-anaknya selain rasa kasih dan sayang. Berapa liter ASI yang sudah ibu berikan? Berapa karung beras yang sudah kita habiskan selama dalam pengasuhan, dll? Tidak ada! Kasih orang tua tulus tanpa pamrih kepada anak-anaknya. Kita sadar, tanpa kehendakNya, tak mungkin kita hadir di antara mereka.

Anak tidak akan pernah bisa membalas pengorbanan dan budi jasa orang tua, terlebih kepada ibu yang melahirkan dengan taruhan nyawa. Andai kita mampu menggendongnya keliling dunia, belumlah sebanding dengan satu helaan nafas saat mengejan melahirkan kita.

Kepada sang ayah juga demikian, meski tak pernah memberi kehidupan lewat ASI, ayah berjuang demi tumbuh kembang anak-anaknya. Lalu, apa yang sudah kita persembahkan kepada mereka, ketika mereka kini berubah wujud sebagai manula?

Ada beberapa manula yang tidak mendapat amanah olehNya untuk memiliki keturunan. Bukan berarti ketika sudah renta, terus tidak ada yang mengurus. Bukan! Jika kita kebetulan sebagai kerabat dengan mereka, tentu ini menjadi urusan kita juga. Kitalah yang lebih berhak merawat, menemani dan mengisi hari-hari tuanya.

Mengapa mesti kita? Ya, karena untuk merengkuh dan merangkul mereka dengan kasih sayang di masa tua tak harus selalu anak kandung yang melakukannya. Kepada manula lain kita dianjurkan untuk selalu peduli, apalagi kepada mereka yang masih ada pertalian darah meski bukan orang tua kandung. Mereka orang tua kita juga.

Baca Juga  Keluarga adalah Segala Tempat

Menghadapi Manula

Dalam menghadapi manula yang satu dengan manula yang lain tidaklah sama. Masing-masing dari mereka punya karakter unik yang membuat kita harus mampu ekstra sabar. Kesabaran kita benar-benar teruji dengan aneka macam perilaku maupun bicara mereka yang sering memancing emosi.

Bila ada ungkapan yang menyatakan bahwa kesabaran kita ada batasnya, aku rasa kurang tepat. Karena dalam agama kita, justru ada perintah untuk selalu bersabar dalam situasi apapun. Termasuk dalam mendampingi para manula yang sering membuat mood kita berubah-ubah setiap saat.

Kadang mereka cenderung tak mau tahu bagaimana suasana hati kita. Kalau kita tak memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, mustahil ada kedamaian. Karena dengan sabar dan legowo, apapun yang dilakukan manula, kita terima saja dengan ikhlas sebagai sesuatu yang wajar tanpa merasa terbebani.

Birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah wajib bagi setiap anak. Ini sudah jelas merupakan perintah agama yang tidak bisa ditawar. Sesukses apapun kita sewaktu di dunia tak akan berarti, bila durhaka kepada mereka.

Untuk berbakti kepada orang tua tidak harus memberi mereka dengan limpahan harta benda; tetapi cukup kasih sayang, rasa hormat, keikhlasan dan sekali lagi kesabaran dalam menghadapi mereka jauh lebih berarti.

Merawat Kesabaran

Bagaimana tidak sabar? Bukan hanya masalah makan, minum, mandi dll yang telah berubah seperti anak kecil. Sifat kekanak-kanakannya semakin lengkap ketika sedang sendirian. Misalnya, bagi manula yang sehat dan masih bisa berjalan, ia akan secara tiba-tiba hilang dari kamarnya. Jalan-jalan sendiri tanpa sepengetahuan kita dengan cara mengendap-endap (bhs Jawa: nglimpe). Baru 5 menit memakai pampers ternyata sudah dilepas sendiri buat main-main. Dilarang main yang berbahaya malah seolah disuruh dsb.

Baca Juga  Teknologi Teleporter dalam Al-Qur’an

Kadang terlintas dalam pikiran, ternyata lebih mudah berhadapan dengan balita sungguhan ya, dengan para manula yang sudah seperti balita? Lagi-lagi jawaban yang tepat adalah sabar, sebagaimana orang tua kita dulu dalam menghadapi kenakalan- kenakalan kita semasa kecil.

Meskipun tidak semua manula seperti itu, namun kenyataannya begitulah yang sering terlihat. Dan ini cukup membuat kita melek bahwa kelak kita juga akan mengalami masa-masa itu. Jika diberi umur panjang seperti mereka. Apa yang kita tanam kelak kita menuainya. Begitu pula perlakuan kita kepada orang tua saat lansia-renta-hingga tutup usia.

Seberat apapun tanggung jawab kita dalam rangka berbakti kepada mereka, kesabaran yang tidak berbatas adalah hal yang utama. Berbakti bukan berarti harus selalu mendampingi setiap saat setiap waktu, karena kita punya kewajiban lain yaitu waktu untuk bekerja bagi para pekerja dan waktu untuk keluarga.

Untuk  menjalani kehidupan sehari-hari, ada manula dalam keluarga kita ataupun tidak, stok rasa sabar harus selalu ada, tanpa batas.

Bagikan
Post a Comment