f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pakaian pasangan

Jangan Kau Robek Pakaian Pasanganmu !

Pernikahan merupakan ikatan suci bagi pasangan suami istri. Pernikahan juga bentuk komitmen antara laki-laki dan wanita yang saling mencintai untuk hidup bersama. Tidak mudah menyamakan persepsi bagi dua insan yang berbeda, baik secara fisik maupun psikis.

Maka, Islam mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan, mulai dari akad nikah, hak dan kewajiban pasangan, hingga bagaimana menyikapi persoalan rumah tangga. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pernikahan sebagaimana yang disyariatkan agama Islam dapat tercapai. Di antara tujuan pernikahan adalah terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Di era teknologi informasi yang semakin canggih seperti sekarang ini, semua orang dapat menikmati media sosial dengan mudah. Dengan memanfaatkan media, mereka akan meraih keuntungan besar baik bersifat materi maupun ilmu pengetahuan. Di sisi lain media sosial justru menjadi alat sekaligus pemicu terjadinya masalah, termasuk masalah dalam rumah tangga.

Salah satu contoh pemanfaatan media sosial yang tidak tepat adalah sebagai ajang penyebar fitnah, provokasi, dan ajang curhat bagi pasangan suami istri. Seringkali istri mengeluhkan kondisi keluarganya di media, sehingga ribuan manusia bisa menyaksikan. Begitupun sebaliknya, suami mengeluhkan atas sikap istri kepada semua pembaca. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang diluapkan itu adalah aib yang seharusnya diselesaikan dan ditutup rapat.

Bagai menyatukan dua tubuh, hubungan yang mengikat suami istri itu sangat kuat. Bahkan salah satu ayat dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa pasangan suami istri itu ibarat pakaian. Istri adalah pakaian bagi suami dan sebaliknya suami sebagai pakaian bagi istri seperti yang termaktub dalam firman-Nya dalam Qur’an Surat Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

”هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ”

Artinya: “Istri-istri adalah pakaian untuk kalian. Demikian pula kalian merupakan pakaian untuk mereka”.

Bila kita merujuk pada ayat di atas, Allah Swt. menggambarkan hubungan antar pasangan dengan amtsal (perumpamaan) sebagai pakaian. Kenapa dengan pakaian kok bukan yang lainnya? Ada apa dengan pakaian? Tentu pertanyaan ini menjadi renungan kita bersama kenapa Allah S memilih pakaian sebagai amtsal dalam menggambarkan sebuah pasangan.

Baca Juga  Siti Aisyah : Peran Suami Istri dalam Keluarga Sakinah
Fungsi Pakaian
Pakaian sebagai penutup aurat

Fungsi pakaian yang pertama yaitu untuk menutup aurat (QS. Al A’raf ayat 26). Begitu pula pasangan kita berfungsi untuk menutup aurat dan aib kita. Suami dan istri harus saling menutupi aib masing-masing. Sehebat apapun seseorang, ketika sudah berumah tangga maka pasangan akan mengetahui kekurangan dan kelemahannya.

Di sinilah seorang suami harus menutupi aib istrinya dan seorang istri juga harus menutupi aib suaminya. Bukan sebaliknya, justru suami atau istri malah menjadi corong informasi yang menyebabkan aib istri atau suami diketahui oleh tetangganya, teman kerjanya atau rekan bisnisnya.

Begitu pula problematika rumah tangga, tidak perlu dibeberkan kepada orang lain kecuali manakala tidak mampu menyelesaikannya. Maka meminta bantuan pihak ketiga yang memang dipercaya dan dipandang mampu oleh keduanya untuk membantu menyelesaikan masalahnya.

Pakaian sebagai perhiasan

Dengan pakaian penampilan seseorang akan semakin terlihat indah. Perhiasan adalah sesuatu yang indah dan berharga. Memiliki atau memandang perhiasan bisa mendatangkan kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan.

Suami memiliki fungsi sebagai perhiasan bagi istrinya dan istri juga memiliki fungsi sebagai perhiasan bagi suami. Suami indah dilihat istri dan juga sebaliknya istri berusaha tampil indah dihadapan suami. Apabila suami merasa berharga bagi istrinya, dan pada saat yang sama suami menghargai istrinya.

Suami merasa senang, gembira dan bahagia terhadap sikap, perilaku dan tutur kata istrinya dalam segala aktivitas sehari-hari. Dan pada saat yang sama suami juga harus membuat istrinya merasa senang, gembira dan bahagia. Bukan hanya ketika membutuhkannya saja akan tetapi ini dipandang sebagai kewajiban bersama untuk memenuhi hak terhadap pasangan.

Pakaian sebagai pelindung diri

Selayaknya dalam medan peperangan, pakaian perang juga berfungsi sebagai pelindung diri dari serangan senjata musuh.

Secara biologis, pakaian mempunyai fungsi untuk melindungi tubuh dari cuaca, sinar matahari, debu serta gangguan binatang, melindungi tubuh dari benda-benda lain yang membahayakan kulit, dan menutupi atau menyamarkan kekurangan pemakainya (Ernawati, 2008).

Ketika pasangan dianalogikan sebagai pakaian maka pasangan memiliki kewajiban untuk melindungi satu sama lain. Suami mempunyai peran untuk melindungi istrinya dan sebaliknya istri melindungi suaminya. Melindungi di sini masih bermakna luas, namun bila kita ingin lebih spesifik dengan merujuk pada Qs. At-Tahrim ayat  6 maka pasangan memiliki kewajiban untuk saling melindungi dan menjaga dari hal-hal yang bisa menjerumuskan keluarga dan pasangan kita pada siksa neraka.

Baca Juga  Pengendalian Diri sebagai Bentuk Komunikasi dari Hati ke Hati
Manajemen Konflik Rumah Tangga

Salah satu aspek yang sering menjadi pemicu persoalan dalam rumah tangga adalah tentang perbedaan, kekurangan dan kelemahan di antara pasangan. Bila kita mencari perbedaan, kekurangan dan kelemahan di antara pasangan tentu tidak akan pernah ada habisnya, dari sudut yang terkecil pun akan sangat mudah kita temukan. Hal ini sering kita jumpai pada pasangan muda atau masa awal pernikahan.

Apa yang tidak tampak dalam diri pasangan sebelum menikah akan terlihat ketika setelah menikah. Baik itu kekurangan, kelemahan maupun perbedaan di antara pasangan. Kok dia begini sih? Kok dia begitu sih? Jangan-jangan aku salah pilih pasangan? dan berbagai pertanyaan lainnya.

Asumsi-asumsi ini bila tidak segera kita sikapi dengan tepat maka bisa menjadi konflik di antara pasangan, bahkan menjadi pemicu keretakkan rumah tangga di masa-masa awal pernikahan. Apalagi sampai kita umbar di media sosial sehingga banyak orang mengetahuinya, sama halnya merobek pakaian kita dan mengumbar aurat kita sendiri.

Lantas bagaimana kita harus menyikapinya ?

Pertama: Membangun pola komunikasi dengan pasangan.

Membangun komunikasi dengan membuat kesepakatan-kesepakatan komunikasi, mulai dari gaya bahasa yang digunakan, waktu berkomunikasi atau bahkan tempat berkomunikasi dan lain sebagainya.

Hal ini menjadi penting karena islam sangat menjunjung tinggi prinsip komunikasi atau musyawarah ini, sehingga berbagai masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat termasuk masalah dalam rumah tangga.

Kedua: Membangun frame yang sama tentang tolak ukur kebenaran.

Bahwa yang dikatakan suatu kebenaran adalah apa yang terdapat dalam agama. Hal ini penting dilakukan karena pasangan memiliki egositasnya masing-masing tentang hal yang dianggap benar menurut framenya masing-masing.

Terkadang apa yang suami anggap benar belum tentu benar di mata istri, dan sebaliknya, apa yang istri anggap benar belum tentu benar dalam pandangan suami. Hal ini terjadi karena apa yang sudah dilakukan pasangan dipengaruhi oleh pengalaman dan kultur yang dialami sebelumnya, yang mana pengalaman dan kultur itu bisa jadi berbeda dalam pandangan suami maupun istri.

Baca Juga  Unsur-Unsur Keluarga Sakinah ; Desain Keluarga Sakinah (2)

Maka menyamakan frame kebenaran ini menjadi penting dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga untuk meminimalisir timbulnya egositas pribadi dan saling menuntut di antara pasangan.

Ketiga: Sabar dan perbanyak pemakluman terhadap perbedaan, kekurangan dan kelemahan pasangan. Selama masih bernama manusia pasti akan ada kekurangan dan kelemahan, bila kita mencarinya pasti akan sangat mudah untuk kita temui. Oleh karenanya perlu banyak pemakluman kepada pasangan.

Salah satu bentuk pemaklumannya adalah kita harus sama-sama menyadari bahwa kita masih sama-sama belajar untuk menjadi suami atau istri yang baik kepada pasangan. Jika sama-sama belajar maka harus mau terbuka dan saling menerima nasihat dari pasangan.

Namanya juga masih baru pertama menjadi istri, sehingga lumrah bila masih terdapat kekurangan, namanya juga masih pertama kali jadi suami, sehingga masih perlu banyak melatih kepekaan terhadap istri.

Apalagi kalau sekedar perbedaan cara berpikir, karakter, sikap dan kebiasaan pasangan. Sekedar menyamakan persepsi dengan saudara yang memiliki hubungan darah saja terkadang tidak mudah, apalagi dengan pasangan yang notaben tidak memiliki hubungan apapun sebelumnya dengan kita. Selama perbedaan, kekurangan dan kelemahan itu bukan perkara yang fundamen dalam agama maka perlulah kita perbanyak pemakluman.

Bila frame kita sama bahwa kita memiliki kewajiban  yang sama untuk menjadi pakaian terhadap pasangan dan sama-sama masih belajar menjadi pasangan yang baik, maka insyaallah kita akan saling belajar menjadi pakaian yang baik dan berusaha memberikan pakaian terbaik untuk pasangan kita.

Yuk, mari jaga pakaian pasangan kita, jangan sampai robek ya Rahmania.😊(M)

Bagikan
Post a Comment