f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
orang

Jangan Kau Makan Bangkai Saudaramu

Setiap hari minggu biasanya saya pergi ke jalan lintas propinsi yang menghubungkan orang antara kota yang satu dengan kota yang lain di pulau borneo. Biasanya saya mampir ke masjid yang berada di sebelah kanan jalan keluar dari kebun di mana saya berada. Saya berada di dalam kebun sawit milik salah satu korporasi perkebunan sawit nomor satu di Indonesia.

Ada percakapan yang menggelitik nurani saya dari seorang ibu-ibu muda yang kebetulan sama-sama duduk di serambi masjid sambil menunggu waktu sholat juhur berjamaah. Tampaknya mereka musafir yang menempuh perjalanan jauh.

“Padahal saya tidak mau membicarakan tentang itu orang, tapi gimana ya, tingkah lakunya itu lho sangat-sangat tidak menggambarkan sebagai anak seorang ustadz, sering pulang malam,” timpal salah satu seorang ibu-ibu muda seraya memperbaiki posisi tasnya.

“Aku juga dulu pernah muda, tapi gak seperti itu juga sikapku kegatelan gimana gitu kalau lihat laki-laki,” timpal ibu-ibu yang sedikit lebih tua dari ibu yang pertama.

***

Dari percakapan mereka ternyata kesimpulannya adalah bahwa ada seorang anak ustadz yang menjadi dosen di salah satu kampus. Si anak ustadz ini sering pulang malam karena mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan tugas-tugas seorang dosen. Dan dua ibu-ibu ini juga salah satu dosen di perguruan tinggi yang sama.

Kebetulan mereka sedang ada perjalanan dinas dan beristirahat di masjid yang biasa tempat saya nongkrong seraya menunggu azan dhuhur. Ini bukan tentang profesi atau tentang agamanya tapi tentang etika moral dalam menjalankan peran sebagai hamba tuhan.

Kerudung mereka masih rapi, tapi angin ghibahannya menerpa seluruh auratnya. Gelombang suaranya menusuk tepat di hati insan yang mereka bicarakan. Saya tidak mengenal mereka tapi saya tahu bahwa tuhan mereka tak merestui apa yang mereka bicarakan.

Baca Juga  Masih Mendoakan Orang Tua dengan Doa yang Pelit?

Saya yang sejak awal duduk di serambi masjid itu merasa terganggu dengan suara bisik mereka yang menghantam kesucian masjid ini dan merusak dekorasi kerudung mereka. Begitu banyak orang berlindung di balik kata bukan saya mau membicarakan si A atau si B, tapi selanjutnya mereka menguraikan tentang A dan B.

Saya tidak menghantam simbol-simbol islamnya tapi saya menghantam lisan-lisan mereka yang mengalirkan nada yang tak menyenangkan bagi orang yang mereka bicarakan. Bukan tentang berkerudung atau tidaknya tapi ini tentang kebiasaan yang menyakiti sesama namun di balik layar, alias tidak di hadapan langsung dengan yang bersangkutan.

***

Agama menjadi sendi hidup setiap insan agar iya tak gunakan nikmat yang tuhan berikan menjadi ajab yang berkepanjangan. Ini bukan tentang neraka karena itu sudah pasti bagi manusia pendosa yang begitu mudah menyakiti hati sesama.

Tapi kita bisa membayangkan, andaikan yang mereka bicarakan adalah kita atau bahkan keluarga kita. Tentu sangat-sangat tidak mengenakan bagi telinga yang mendengarkan dan hati yang masih peka dengan rasa sakit dan kecewa alias baper bahasa sederhananya hehehe.

Kalau orang sudah tak bersendi hidupnya atau tak punya lagi fondasi iman dan moralnya. Maka wajar bila ia sudah tak mampu lagi membedakan antara menyakiti atau menyenangkan hati orang. Dan kalau kita tak jaga sendi iman dan moral dalam hidup ini maka akan rusaklah pergaulan sosial diantara manusia.

Kadang kita lupa makna dari toleransi pada sesama. Kita hanya berpacu pada definisi bahwa toleransi hanya sebatas perbedaan agama. Pedahal toleransi itu berlaku untuk semua segi kehidupan. Tuhan hadirkan kita ke bumi bukan untuk menyeragamkan dunia tetapi mendamaikan perbedaan menjadi sebuah persatuan.

Baca Juga  Islam Sumber Kedamaian bagi Kemanusiaan (1)

Artinya tak semua sikap orang sesuai dengan kita mau, tak semua pula tingkah orang mesti kita beri komentar. Makanya tak perlu kita komentari hidup orang yang belum tentu pasti keburukannya. Karena kita tak tau isi hati dan amalan orang. Yang nampak di mata belum tentu benar juga di hadapan Tuhan kita.

***

Bertoleransilah dengan perbedaan sikap. Karena dengan bertoleransi kita tak lagi merasa gatal untuk mengubar prasangka kita tentang orang. Biarlah orang hidup dengan caranya selama tak berbuat yang merusak agama dan nilai-nilai hidup yang tuhan gariskan.

Jadikanlah agama dan moral sebagai kehormatan kita yang mesti kita jaga. Di kala kita tak lagi bermoral dan beragama lantas apa bedanya kita dengan hewan yang bebas berkeliaran di luar sana. Benarlah adanya bila manusia itu diciptakan sempurna dari segala makhluk lain. Namun ia akan lebih hina dari hewan piaraan dikala panduan tuhan tak juga ia indahkan.

Jagalah lisan yang tuhan ciptakan untuk menyampaikan ucapan nan baik didengar dan jauh dari prasangka pada sesama. Jadikan lisan sebagai ruang untuk menyampaikan kedamaian di tengah masyarakat yang mudah menggibahkan sifat-sifat makhluk Tuhan.

Bagikan
Comments
  • serasa ditampar ke diri sendiri. betapa sering perilaku ghibah kita lakukan dengan sadar ataupun tanpa sadar.

    November 1, 2021
  • Bang joe

    Maaf kita menilai orang tapi penulis sendiri juga menilai orang. Apa ini todak ghibah juga. Lain halnya yg menulis ini dengan mendoaakannya supaya orang yg anda maksud tidak membicarakan orang lain…

    November 1, 2021
Post a Comment