f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
fatimah azzahra

Fatimah Azzahra, Menjaga Diri lalu Allah Ridhoi

Beruntung menjadi perempuan, Allah ciptakan dengan segala kelebihan meskipun sangat niscaya seorang manusia memiliki kekurangan. Tanggung jawab sebagai manusia adalah beribadah, lalu sadar akan potensi diri dan memanfaatkannya untuk bisa bermakna bagi ummat. Begitu juga perempuan,  rasa-rasa minder, merasa menjadi pribadi yang penuh kekurangan mari tepiskan karena itu adalah bentuk kekufuran. Melihat ke dalam diri dan temukan pada bagian potensi mana manfaat harus termaksimalkan. Kebanggaan diri sebagai perempuan yang terwujud dengan memaksimalkan potensi diri adalah bentuk kesyukuran atas nikmat dan karunia Allah SWT.

Perempuan menginspirasi, mendukung, dan mengapresiasi perempuan yang lain kiranya bukan hal berat. Karena dukungan, apresiasi dan kesalingan dalam menginpirasi juga akan membawa dampak bagi diri. Salah satunya akan penulis kisahkan dalam tulisan ini. Sebuah inspirasi bagi perempuan-perempuan muda yang tengah dalam proses hidup pencarian jati diri. Siapa yang belum mengenal Fatimah Azzahra? Putri Rasulullah SAW yang telah sukses dalam menjaga diri dari sebuah perasaan yang belum menjadi haknya.

Setiap manusia Allah karunia kesempatan untuk merasakan sesuatu, baik dalam bentuk rasa suka, benci, cinta, duka, marah dan beragam lainnya. Hak dan kewajiban pemiliknya adalah mampu mengendalikan rasa itu pada muara yang tepat. Berdasarkan atas sabar dan kehati-hatian, maka pengendalian rasa akan berujung pada ketenangan jiwa.

***

Demikian pula perempuan, memiliki hak dalam memanfaatkan karunia tersebut. Kebijaksanaan dalam hal ini harus perempuan perankan. Memilih dan memilah serta melangkah secara tepat sebagaimana putri Rasulullah SAW, Fatimah.

Statement bahwa perempuan menunggu dan lelakilah yang boleh memilih untuk menyatakan kepada siapa cintanya bermuara. Konsep ini kiranya membelenggu kebebasan bersuara. Namun, pemaknaan bukan yang sebebas-bebasnya. Perempuan memiliki kemuliaan diri yang harus ia jaga, oleh diri sendiri utamanya. Sehingga ketika perempuan belum mengutarakan rasanya, bukan berarti ia tanpa rasa atau membiarkan diri terikat oleh batasan suara yang masyarakat ciptakan.

Baca Juga  Dari Islam Perspektif sampai Islam Inklusif

Fatimah Azzahra, putri Rasulullah yang mengagumkan. Penjagaan diri terhadap kemuliaan pribadi hingga kekuatan iman dalam menjaga rasa. Bukan hal mudah, bukan pula yang tidak mungkin untuk dilakukan. Telah terbukti Fatimah Azzahra dapat menjaga cintanya dengan rapi hingga jin dan malaikat tidak mengetahui. Hal tersebut sekali lagi atas latihan kesabaran yang luar biasa yang telah ia alami.

Atas beragam penempaan hidup yang Allah hadapkan kepada Fatimah, ia kemudian menjadi pribadi yang tangguh. Di antara beragam yang dapat kita teladani ialah bagaimana ia menjadi muslimah termuda yang masuk Islam kala ayahnya menjadi Rasul. Selama perjalanan dan tantangan kenabian Rasulullah pun Fatimah turut menyaksikan dan mengalami banyak tantangan bersama dakwah Rasulullah.

***

Fatimah turut terasing di awal kenabian Rasulullah, kemudian menyaksikan bagaimana ibundanya dipanggil oleh Allah SWT hingga ia harus menerima adanya pendamping hidup baru bagi ayahnya. Latihan-latihan kesabaran yang tentu cukup dilematis dan tidak mudah. Tetapi atas kesabaran dan ketulusannya dalam berbuat, ia dapat melewati tantangan-tantangan tersebut.

Sampai suatu ketika, Fatimah telah mencapai usia yang layak untuk menikah. Datanglah sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar As-Shidiq untuk meminang putrinya yang bergelar Azzahra itu. Tetapi kemudian atas izin Allah, Rasulullah Muhammad SAW tidak dapat menerima pinangan itu.

Perjalanan waktu terus berlanjut hingga ada lagi yang datang kepada Rasulullah untuk melamar putri bungsunya itu, ialah Umar Bin Khatab. Tetapi hal yang sama terdengar oleh Umar Bin Khatab yaitu permohonan maaf karena lamarannya tertolak. Memang benar adanya, kemuliaan diri Fatimah tidak lagi diragukan. Hingga banyak yang mengaguminya dan ingin mempersuntingnya.

Ali Bin Abi Thalib, menjadi pria yang juga datang ke hadapan Rasulullah SAW untuk meminang Fatimah Azzahra. Dengan banyak kekhawatiran dalam hatinya akan penolakan yang sama oleh para sahabatnya, tatapi dengan teguh dan berserah kepada Allah kemudian ia memberanikan diri.

Baca Juga  Sekat
***

Datanglah ia kepada Rasulullah tetapi ia diam, sampai Rasulullah bertanya kepadanya “Apakah kedatanganmu untuk melamar Fatimah?”

Dengan sungguh Ali menjawab, “ya.”

“Apakah engkau memiliki mas kawin?” tanya Rasulullah.

Menjawab pertanyaan Rasulullah dengan tulus, Ali kemudian menyampaikan, “Demi Allah, engkau telah mengetahui keadaanku Ya Rasulullah. Tidak ada sesuatu yang engkau tidak ketahui dari diriku. Aku tidak memiliki apapun selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta,” jelas Ali.

Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Ali. Kemudian beliau menyampaikan bahwa, “Pedangmu itu engkau tetap memerlukan untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu, engkau tetap memerlukannya untuk mengambil air bagi keluargamu dan juga bagi dirimu sendiri. Engkau tentanya memerlukannya untuk melakukan perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkanmu dengan mas kawin baju besi milikmu. Aku bahagia menerima barang itu darimu Ali. Engkau wajib bergembira sebab Allah lah sebenarnya yang Maha Tahu lebih dulu. Allah lah yang telah menikahkanmu di langit lebih dulu sebelum aku menikahkanmu di bumi,” (HR. Ummu Salamah).

***

Usaha dan doa Ali untuk memantaskan diri bagi Fatimah telah mendapatkan jawaban saat Rasulullah telah merestui dan memberikan izin kepadanya untuk menikahi putrinya. Dengan izin Allah dan narasi yang Rasulullah sampaikan memiliki makna mendalam bahwa inilah jawaban doa Ali dan Fatimah.

Setelah resmi menjadi istri bagi Ali, kemudian Fatimah menyampaikan dengan jujur terkait perasaan yang ia jaga. Perasaan yang ia sampaikan hanya kepada Allah semasa memantaskan diri, dengan pernuh kesabaran kemudian sampailah ia pada jawaban. Ridho Allah telah mengiringi langkah rasa Fatimah yang bermuara jodoh dengan seorang yang ia cintai.

Baca Juga  My Covid Journey : Kehilangan dan Kebahagiaan

Kisah diatas kiranya tidak untuk semerta-merta membawa kita pada suasana baper atau terbawa perasaan dan mendramatisir andai kita dapat berada pada posisi Fatimah. Ada hal penting yang terepresentasi dari pribadi Fatimah Azzara yang layak untuk diteladani. Ialah penghargaan diri dimulai dari diri sendiri. Berperilaku baik bukan sama dengan lemah, melapangkan hati untuk sabar dan ikhlas atas ketetapan Allah tidak sama dengan putus asa, tetapi menjadikan diri penuh wibawa dalam keimanan dan ketulusan dalam menajalankan ketaatan kepada Allah SWT.

Masa kini, banyak sekali jenis relationship yang dikenal oleh kalangan muda, tidak dapat dipungkiri hal-hal tersebut melibatkan perasaan yang kemudian jika tidak terkedali dapat berpengaruh pada produktivitas hingga kualitas ibadah. Maka menginspirasi sosok Fatimah, menjadi sosok perempuan yang bijaksana dalam menyikapi apapun adalah keharusan. Menjunjung tinggi nilai diri, tulus dalam berlaku, sabar dan ikhlas dalam menjalankan amanah. Termasuk amanah merasa yang dipasrahkan oleh Fatimah kepada Allah, dimanakah muaranya. Lalu Allah Ridhoi Fatimah berjodoh dengan Ali Bin Abi Thalib. Ingat ini bukan hal mudah, tetapi atas izin Allah dan kesungguhan maka akan mudah untuk kita teladani. Semoga menjadi manfaat dan menginspirasi.

Bagikan
Post a Comment