f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
berdakwah

Di Luar Negeri, Berdakwah bukan Sekadar Mengajak

“Tatkala Anda ingin memikat hati mad’u, Anda harus ingat bahwa Anda adalah seorang da’i, bukan seorang ulama atau fuqaha. Tatkala Anda berdakwah, Anda harus ingat bahwa Anda sedang memberikan hadiah kepada orang lain, maka Anda harus mempertimbangkan hadiah apa yang sekiranya patut diberikan dan bagaimana cara memberikannya. “

Kutipan di atas saya ambil dari buku Bagaimana Menyentuh Hati karya Abbas As Sisi. Sebuah buku yang pernah menjadi salah satu pedoman para kader dakwah salah satu gerakan Islam. Beberapa tahun silam kala masih di Indonesia, saya pun mencoba mengaplikasikan apa yang ada dalam buku ini untuk membina kelompok pengajian. Bagi saya pribadi, cara dalam berdakwah jauh lebih berdampak daripada isi dakwah itu sendiri.

Ketika pindah ke Australia, saya sempat mempunyai ekspektasi tertentu mengenai gerakan dakwah muslim diaspora Indonesia. Saya membayangkan mereka merupakan kader cerdas dan militan. Karena posisi sebagai minoritas tentulah tidak mudah untuk menyemaikan ajaran Islam di masyarakat Australia yang mayoritas memang memilih untuk tidak beragama. Namun setelah empat tahun tinggal di sini, saya harus menerima bahwa realita tidaklah seideal ekspektasi yang saya bayangkan. Pada artikel ini, saya mencoba untuk menuangkan sebuah refleksi atas pengalaman terlibat dalam salah satu gerakan dakwah di Indonesia. Lalu saya coba membandingkannya dengan gerakan dakwah di Australia, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia.

Manakala di Indonesia, awal mula terlibat dalam gerakan dakwah yang saya ikuti justru bukan bermula dari gencarnya para kader menyebar doktrin ajaran Islam. Namun justru dari cara mereka berdakwah yang bagi saya sungguh penuh empati. Mereka, para kader dakwah ini, berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menghakimi muslim lain yang memang belum begitu paham dengan ajaran Islam.

Baca Juga  Menyadari Hobi sebagai Langkah Awal Membahagiakan Diri

Hal pertama yang mereka lakukan ialah membangun bagaimana agar saya dan teman-teman yang lain percaya bahwa mereka memang bertujuan baik dan tulus dalam mengajak kebaikan. Pun tidak pernah saya mendengar mereka mencela mereka yang berbeda, apalagi sampai menjauhi. Intinya adalah para kader ini merupakan orang-orang yang paham dengan realitas objek dakwah yang mereka hadapi. Mereka juga mengerti metode dakwah seperti apa yang harus mereka gunakan. Kesimpulan saya juga tidak menampik bahwa ada sebagian kader dakwah yang sangat kaku dengan preferensi keagamaannya. Hal ini mengakibatkan mereka abai dan nir-empati kepada objek dakwah yang masih berproses untuk terus menjadi seorang muslim yang baik. Tetapi untungnya saat itu, orang-orang jenis ini tidak mendominasi.

Begitu sampai di Australia, perlahan saya memahami bahwa masalah dakwah di sini tidak hanya perihal bagaimana caranya menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang tepat kepada mereka yang benar-benar jauh dari agama. Tidak sedikit muslim Indonesia di sini yang masih terang-terangan mabuk, menerapkan gaya hidup bebas ala masyarakat Australia maupun meninggalkan ibadah wajib. Masalah lain yang tidak kalah pelik ialah menemui mereka yang mengaku sebagai bagian dari gerakan dakwah, namun jauh dari realitas dan menghakimi mereka yang jauh dari Islam. Pun saya perhatikan ada beberapa upaya untuk memaksakan preferensi keagamaan tertentu kepada mereka yang mempunyai preferensi yang berbeda dengan cara yang jauh dari berakhlak, beretika dan beradab.

Sebuah masalah yang pada akhirnya tidak jauh berbeda dengan apa yang saya temui di Indonesia, sayangnya ini ditemui di kalangan diaspora muslim Indonesia di negara yang tergolong maju.

Hal ini membuat saya merindukan zaman awal-awal ketika akhirnya saya bersedia terlibat dalam kegiatan ke-Islaman baik di sekolah maupun di kampus. Saya bahkan masih ingat salah satu senior kader dakwah mengingatkan bahwa hanya karena semata-mata kita sudah menutup aurat, menunaikan ibadah wajib dan ikut berdakwah, bukan berarti kita punya hak untuk merasa bahwa kualitas ke-Islaman kita lebih baik daripada mereka yang masih berpakaian terbuka, belum menunaikan ibadah wajib dan belum mau terlibat dalam dakwah.

Baca Juga  Jalan Seorang Anak Desa Keluar dari Kemiskinan

Merujuk pada kutipan di awal tulisan ini, salah satu masalah gerakan dakwah yang saya temui di Australia ialah kita lebih fokus untuk memberikan hadiah tanpa pertimbangan matang apakah hadiah yang kita berikan dan cara memberikannya layak atau tidak. Jangan-jangan yang terjadi ialah cara kita memberikan hadiah, malah membuat orang yang ingin kita beri hadiah menjadi tidak berkenan. Jangan-jangan cara kita berdakwah yang tidak berakhlak malah membuat objek dakwah semakin menjauh dari Islam.

Dampak dari masalah ini ialah dakwah hanya mengenai mereka yang memang sudah awal paham dan komitmen dengan ajaran agama. Sebuah upaya yang patut masuk dalam ibarat menggarami air laut yang memang sudah asin ataupun menerangi ruangan yang sudah terang sejak awal.

Tulisan ini membuat saya akhirnya instropeksi, adakah tindakan saya selama ini malah membuat mereka menjadi tidak berkenan dengan ajaran Islam?

Bagikan
Comments
  • Ari Pratiwi

    Keren banget mbak Monica. Can’t agree more👍🏻

    November 24, 2023
Post a Comment