f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pernikahan dini

Dampak Pernikahan Dini dalam Rumah Tangga

Pernikahan dini (early married) merupakan salah satu di antara fenomena yang banyak terjadi di berbagai wilayah penjuru kota dan desa di Indonesia. Dari fenomena ini tentunya menunjukkan kesederhanaan pola pikir masyarakat sosial sehingga berdampak negatif pada kehidupan keluarga dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Semakin tinggi angka perceraian karena belum ada persiapan secara matang. Mulai dari faktor fisik, fisiologis dan psikologis anak laki-laki dan perempuan untuk bertanggung jawab terhadap keluarga.

Indonesia berada di peringkat 37 dengan jumlah pernikahan dini terbanyak di dunia. Menempati urutan kedua setelah Kamboja di Asean berdasarkan United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA). Pada masa pandemi covid 19 ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat dari bulan Juni 2020 angka pernikahan dini meningkat menjadi 24 ribu.

Pernikahan dini menambah resiko terhadap pemuda-pemudi Indonesia. Selain meningkatnya kekerasan dan permasalahan mental juga kematian menjadi taruhan kerena rahim perempuan belum siap mengandung anak.

***

Organisasi internasional yang bekerja di bidang perlindungan anak (UNICEF) menemukan bahwa satu dari empat anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun telah mencapai angka 340.000 anak per tahun. Sedangkan yang menikah di usia 15 tahun mencapai 55.000 anak pertahun.  Program ini hendak mengubah hal ini dengan membantu para remaja agar mampu menghadapi tantangan yang mereka hadapi di lingkungan. Termasuk pernikahan anak, mengelola resiko untuk membuat keputusan matang yang menyangkut kehidupan misalnya edukasi dalam menentukan usia yang ideal untuk menikah.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa pernikahan untuk laki-laki menikah di atas usia 19 tahun dan untuk perempuan di atas 16 tahun. Padahal kalau kita lihat dari KPAI atau dari ilmu kesehatan anak dan yang lainnya, usia 18 tahun ke bawah itu masih kategori anak. Sehingga Undang-Undang Perkawinan No.16 Tahun 2019 melakukan revisi. Seorang laki-laki dan perempuan apabila hendak melakukan pernikahan harus berada pada umur 19 tahun. Akan tetapi, orang tua masih bisa meminta dispensasi kepada pengadilan untuk mendapatkan izin yang sah secara hukum untuk mengawinkan anak laki-laki dan perempuan di bawah umur.

Baca Juga  Menghadapi Pasangan Egois Ala Pak Irud
Faktor Internal dan Eksternal

Pernikahan dini terjadi karena faktor internal yang berasal dari anak sendiri dan faktor yang eksternal di luar dari anak. Faktor internal yaitu pendidikan. Kita lihat di sekeliling kita bahwa banyak remaja-remaja putus sekolah membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis di luar kontrol orang tua. Dan selanjutnya faktor biologis kerena anak muda berhubungan layaknya suami istri sehingga orang tua perempuan cenderung segera menikahkan anaknya.

Faktor Eksternal penyebab terjadinya pernikahan dini di antaranya adalah faktor pemahaman agama. Sebagian dari masyarakat memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera mengarahkan anak tersebut supaya tidak jatuh ke dalam hal yang lebih berbahaya.

Masalah kedua yaitu ekonomi yang saat ini kita melihat banyaknya kasus orang tua tidak mampu lagi membiayai pendidikan anak dan mempunyai banyak hutang.  Dan karena adat istiadat dan budaya di belahan daerah Indonesia yang menggunakan adat perjodohan. Di antaranya seorang anak gadis yang masih kecil. Ia sudah dijodohkan oleh orang tuanya dan segera dinikahkan setelah anak tersebut mengalami menstruasi.

Dampak Menikah Dini

Pernikahan dini mengakibatkan seorang anak berhenti sekolah karena beberapa sekolah umumnya tidak mengizinkan anak muridnya belajar pada saat hamil. Sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu atau bagi yang mampu pun terpaksa menunda pendidikannya beberapa waktu setelah melahirkan. Dan biasanya wanita-wanita yang menikah dini belum siap menjalankan perannya sebagai ibu sehingga tidak mampu untuk mendidik anak dengan baik.

Dampak lainnya sering terjadi perceraian karena kurang ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Belum lagi jika kedua pasangan tidak mempunyai pekerjaan yang layak. Rawan terjadi kekerasan dalam rumah tangga karena menurut hasil penelitian organisasi kemanusiaan dan perlindungan anak sebanyak 44% anak perempuan yang menikah di usia dini mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi tinggi.

Baca Juga  Merawat Pernikahan sampai Mati

Dampak psikologis pernikahan dini menjadikan jiwa dan emosi anak kurang matang. Sehingga membuat perasaan gelisah, curiga dan pertengkaran dalam rumah tangga. Bisa menjadi depresi berat yang membuat pasangan menjadi menarik diri dari pergaulan. Menjadikan pribadi yang tertutup dan tidak bisa bergaul dengan sekelilingnya. Dari aspek kesehatan pernikahan dini bisa menyebabkan perempuan mengalami penyakit anemia atau kurang darah dan gizi pada kehamilan.

***

Kemudian cenderung untuk mencoba melakukan pengguguran kandungan sehingga berakhir dengan kematian dan risiko penyakit menular. Terutama bagi anak-anak yang melakukan hubungan seksual tanpa arahan dan penyakit lainnya seperti keputihan yang tidak normal, kencing sakit dan penyakit-penyakit kelamin. Termasuk preeklamsia dan eklamsia yang ditandai dengan hipertensi bahkan yang paling parah bisa menyebabkan kanker serviks.

Usaha mencegah pernikahan dini yang bisa kita lakukan di antaranya membudayakan anak dengan memberikan informasi keterampilan dan jaringan pendukung di sekeliling mereka dengan lingkungan baik. Mampu mendidik dan menggerakkan orang tua dan teman sejawat untuk bisa menjelaskan mengenai kesehatan reproduksi. Meningkatkan kualitas pendidikan formal bagi anak untuk mencegah pernikahan dini.

Dukungan ekonomi juga dapat dilakukan bisa dalam wujud berbagi kepada orang yang tidak mampu untuk menghindari pernikahan dini. Karena kurang ekonomi yang menyebabkan anak putus sekolah juga kita dapat mengimplementasikan ajaran agama yang lebih akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dengan konteks tidak lagi harus menikah pada usia dini karena mudharat yang didapatkan lebih banyak dari kemaslahatan.

Bagikan
Post a Comment