f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
suara wanita

Bukan Aurat, Suara Wanita itu Ibarat Surat

Salah satu topik ketika berbicara soal keperempuanan, terkhusus dalam ruang lingkup Islam, hingga dewasa ini ialah perihal apakah suara wanita itu aurat atau bukan. Hal tersebut masih saja menjadi topik pembahasan, terutama di akar rumput. Sebagian umat Islam masih ada yang menyebut bahwa suara wanita itu aurat. Namun di sisi lain juga menyebut kalau suara wanita bukan termasuk bagian dari aurat. Dua pandangan tersebut memang tidak terlepas dari pandangan para ulama yang juga masih terdapat perbedaan terkait hal itu.

Terlepas dari fenomena tersebut, kita sebagai muslim yang hidup di era kekinian ini dengan kompleksitas permasalahan ada. Kita juga seharusnya tidak berlarut-larut dalam perbedaan tersebut. Dalam menyikapi persoalan ini, seorang muslimah harus bersikap bijak dan arif dalam melihat perbedaan ulama. Sebab, terlepas dari perbedaan tersebut, kita masih dihadapkan oleh berbagai persoalan yang butuh penanganan kongkret dan segera.

Wanita Harus Turut Ambil Peran

Beberapa waktu yang lalu PC IMM Sukoharjo telah melaksanakan pemilihan ketua umum untuk periode 2023-2024 melalui forum Musyawarah Cabang. Dalam pemilihannya, keluarlah seorang pemimpin baru penerus estafet kepemimpinan PC IMM Sukoharjo dari kalangan perempuan (Immawati).

Dalam proses pelantikannya pun Ketua Umum PC IMM Sukoharjo periode 2020, Reza Perwira Negara Sudirman mengatakan bahwa jika momentum kepemimpinan saat ini yang diampu oleh sosok perempuan sudah seharusnya menjadi kesempatan besar bagi perempuan-perempuan lainnya untuk dapat lebih berani menunjukkan dirinya–baik dari segi tindakan maupun pemikiran. Dan ini tentunya bukan hanya Immawati saja, melainkan seluruh wanita di mana pun berada.

Munculnya sosok perempuan sebagai pemegang tampuk kepemimpinan suatu organisasi memang bukan hal yang baru. Akan tetapi hal tersebut dewasa ini seakan masih menjadi suatu hal yang tabu dan aneh jika seorang perempuan mengambil posisi tertinggi dalam suatu kelompok/organisasi. Dalam keadaan seperti itu peran laki-laki dianggap dicuri oleh perempuan. Dan kaum perempuan selalu dirasa tidak berhak dan tidak akan mampu menjalankan amanah tersebut.

Baca Juga  Selebgram dan Obsesi (Kita) Pada Kecantikan

Namun, dengan cibiran ataupun kontruksi budaya yang terbentuk sedemikan rupa dalam masyarakat, justru menjadi momentum bagi seorang perempuan, khususnya seorang muslimah, untuk mematahkan asumsi tersebut. Seorang muslimah harus berani keluar dari kekhawatiran akan suaranya yang merupakan bagian dari aurat atau bukan. Selagi suaranya tak menimbulkan syahwat dan fitnah, tidak digunakan untuk berkata kotor, gibah sana sini, maka perempuan harus berani untuk bersuara dan tampil di muka umum untuk menunjukkan bahwa mereka itu bisa. Tinggal bagaimana dengan kesempatan yang sudah terbuka lebar tanpa adanya bias gender, seorang perempuan harus berani untuk tampil, berani berbicara, dan berani bertindak. Karena jika tidak, sampai kapanpun perempuan nantinya akan selalu dianggap lemah dan di nomor duakan.

Keikutsertaannya dalam organisasi-organisasi, forum-forum, bahkan keaktifannya dalam kelas merupakan peluang-peluang yang perempuan miliki. Peluang tersebut bisa menjadi medium menuangkan gagasan-gagasan serta ide progresifnya dan juga keresahannya. Jika dengan peluang-peluang tersebut saja perempuan tak bisa memanfaatkannya dengan maksimal, maka jangan salah jika wacana-wacana kesetaraan gender, stop patriarki, kebebasan berpendapat hanya akan menjadi angan-angan saja.

Suara Perempuan Penyampai Risalah

 Banyak faktor yang masih menjadi problem minimnya perempuan-perempuan muda yang tampil di muka dan menjadi sosok yang membawa perubahan. Selain masih banyak yang beranggapan jika konstruk budaya memang sengaja dibentuk patriarki, ada yang sudah diberi kesempatan menempuh pendidikan sampai jenjang tinggi namun hanya mengejar sertifikat dan ijazah, dan ada juga bahkan yang masih beranggapan kalau tugas wanita pada akhirnya akan kembali ke rumah.

Pandangan-pandangan demikian seharusnya di zaman yang kian tak terkendali kemajuannya ini harus bisa dipatahkan. Karena jika dilihat lebih luas dan menyeluruh lagi, suara wanita sebagai orator penyampai risalah agama, penyampai nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kemanusiaan, sangatlah dibutuhkan khususnya oleh kaum perempuan-perempuan muda yang minim akses pendidikan. Penulis yakin, bahwa Kartini-Kartini muda, Nyai Walidah muda, Cut Nyak Dien muda, sebenarnya masih banyak di negeri ini. Darah tokoh-tokoh pergerakan wanita di era kerajaan sampai penjajahan itu sebenarnya akan terus mengalir dalam setiap perempuan di negeri ini.

Baca Juga  Seperti Cinta, Ketakutan Kadang Tak Berdasar dan Buta

Namun sayangnya darah yang mengalir tersebut harus kalah dengan perkembangan zaman yang ada. Konstruk budaya selalu mengarah pada penomorduaan perempuan dalam kelas sosial. Kapitalis akan selalu menuntut wanita dari segi fisiknya, teknologi selalu menggiring wanita untuk bermain dengannya. Realita pelik itulah yang menyebabkan semangat-semangat macam Kartini dan tokoh wanita lainnya harus meredup dalam jiwa perempuan-perempuan sekarang, dan harus tunduk dengan budaya yang dibentuk.

 Sekarang ini kita membutuhkan sosok/figur yang memang bisa menjadi teladan dan contoh bagi kaum perempuan muda di manapun berada. Ide-ide, semangat, gagasan, dan tindakannya itulah yang sekarang ini dibutuhkan. Seperti termaktub dalam buku Risalah Perempuan Berkemajuan, hasil Muktamar ke-48 di Surakarta tahun lalu disebutkan bahwa, sudah saatnya perempuan di era kekinian ini memiliki komitmen untuk memajukan sekaligus mencerdaskan bangsa. Dengan memiliki karakter yang beriman dan bertaqwa, taat beribadah, memiliki akhlakul karimah, berpikir tajdid, bersikap washatiyah, amaliah salehah, dan juga bersikap inklusif.

Karakter seperti itulah yang seharusnya dimiliki oleh perempuan-perempuan berkemajuan di manapun mereka. Kesempatan dan peluang sebenarnya sudah terbuka lebar, tinggal bagaimana perempuan-perempuan sekarang mau berkomitmen dan memiliki karakter sebagaimana disebutkan sebelumnya. Eric Mckean, seorang Professor di departemen bisnis Universitas of Connecticut pernah berkata, “Anda tak perlu terlihat cantik. Anda tidak memiliki kewajiban menjadi cantik untuk semua orang. Bukan untuk kekasih dan rekan kerja Anda, terutama untuk para pria asing yang Anda temui di jalan. Anda pun tidak wajib menjadi cantik untuk ibu , anak-anak, dan khalayak umum lainnya. Kecantikan bukanlah sesuatu yang harus Anda bayarkan untuk dikenal sebagai wanita.”

Bagikan
Post a Comment