f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
anak

Al-Ghazali : Pahala Puasa Tidak Terikat Dengan Hitungan Matematis

Kebanyakan manusia selalu mengukur segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan dengan hitungan matematis. Pekerjaan apapun selalu terukur dengan tolok ukur income . Hal itu adalah kewajaran, menimbang manusia memang memiliki hajat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga sampai-sampai dalam hal ibadah (karena tahu bagaimana watak manusia) Allah selalu mengiming-imingi setiap amal baik dengan balasan yang berlipat ganda. Untuk menjadikannya pelecut semangat. Tidak  tanggung-tanggung Allah menjanjikannya, sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat.

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى الَّذِيْنَ عَمِلُوا السَّيِّئَةِ اِلَّا مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barang siapa yang melakukan kebaikan maka baginya (balasan) lebih baik dari apa yang ia lakukan, dan barang siapa yang melakukan keburukan maka mereka (orang yang melakukan keburukan) tidak akan diberi balasan kecuali balasan yang setimpal dengan apa yang mereka lakukan” (Al-Qasas: 28/84)

***

Namun, hitungan matematis itu tidak berlaku untuk ibadah puasa. Pahalanya tidak memiliki hitungan baku seperti di atas. Bagaimana bisa demikian? Mari kita simak penjelasannya lewat analogi Al-Ghazali berikut ini.

هو متميز بخاصية النسبة الى الله تعالى من بين سائر الاركان, اذ قال الله تعالى فيما حكاه عنه نبيه صم (كل حسنة بعشر أمثالها الى سبعما ئة ضعف الا الصيام فانه لي وأنا أجزي به

Puasa memiliki keistimewaan dari ibadah lainnya dengan langsung dinisbatkan kepada Allah. Dalam hadis qudsi disebutkan Allah melalui Nabi berkata: “setiap amal baik akan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat kecuali puasa, puasa itu untukku dan aku sendiri yang akan membalasnya”.

Melihat penisbatan puasa dengan frasa “milik Allah” itu akan sedikit menggelitik rasa penasaran banyak orang. Apa yang membuatnya begitu istimewa, sehingga Allah mengatakan “ia milikku dan aku sendiri yang akan membalasnya”. Kemudian, kalau hanya puasa yang ternisbatkan dengan Allah, lantas ibadah yang lain untuk siapa?

Baca Juga  Senyum yang Mengundang Kebahagiaan
***

Baik, begini jawabannya. Makna keistimewaan puasa dengan penisbatan langsung oleh Allah tersebut oleh Al-Ghazali karena dua hal:

Pertama, puasa adalah satu-satunya amal ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah. tidak ada yang dapat mengetahui seseorang berpuasa atau tidak kecuali Allah. Puasa adalah tentang rahasia antara diri seorang hamba dengan tuhannya. Berbeda dengan ibadah lainnya, yang sangat mungkin orang lain mengetahuinya.

Kedua, puasa menjadi gerbang untuk menghentikan laju syetan dalam menggoda manusia, yakni lewat syahwat. Karena syahwat yang menjadi gerbang utama syetan dalam menggoda manusia mendapatkan asupan “energi” melalui makanan dan minuman yang kita konsumsi. Dengan berpuasa, asupan makanan dan minuman akan berkurang, sehingga agresifitas syahwatiah manusia akan melemah sebab puasa. Dengan demikian puasa juga merupakan gerbang untuk ibadah lainnya.

قال النبي صم : “ان الشيطان ليجرى من ابن أدم مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع” 

Nabi Saw bersabda: “sungguh syetan mengalir (masuk) pada anak Adam lewat peredaran darah, oleh karenanya persempitlah ruang gerak syetan dengan lapar (puasa)”.

Penjelasan Nabi yang mengatakan sumber dari syahwat adalah asupan gizi tubuh lewat makanan adalah masuk akal dan terbukti secara ilmiah. Dengan mengacu pada produksi hormon manusia (esterogen dan progesteron pada perempuan dan serta testosteron pada laki-laki) yang akan terus mengalami peningkatan lewat asupan gizi dari makanan. Oleh karenanya, salah satu cara mempersempit ruang gerak syetan menggoda manusia ialah dengan berpuasa.

Puasa Milik Allah, Ibadah Lain Milik Siapa?

Pernyataan ini yang kemudian terlontar sebagai reaksi dari penisbatan “puasa milik Allah”. Jika hanya puasa yang ternisbatkan kepada Allah, lantas ibadah lain milik siapa?

Penjelasan sederhananya seperti ini. Sama seperti halnya bagian bumi yang lain seluruhnya milik Allah tak terkecuali Ka’bah yang memiliki nama “Bait Allah”. Begitu pun puasa yang ternisbatkan kepada Allah tidak menafikan semua ibadah untuk dan milik Allah semata. Penisbatan kepada Allah hanya menunjukan bahwa ia memiliki keistimewaan daripada ibadah lainnya.

Baca Juga  Salat yang Tidak Diterima

Dalam magnum opusnya “Ihya Ulum ad-Din” Al-Ghazali mengatakan demikian:

فيفرغ للصائم جزاؤه افراغا, ويجازف جزافا, فلا يدخل تحت وهم وقدر, وجدير بأن يكون كذالك, لان الصوم انما كان له ومشرفا بالنسبة اليه وان كانت العبادات كلها له كما شرف البيت بالنسبة الى نفسه والارض كلها له

“orang yang berpuasa mendapatkan pahala yang sempurna, ia tidak masuk ke dalam praduga dan ukuran. Dan itu sudah sewajarnya demikian, karena puasa adalah milik-Nya dan lebih mulia dengan dinisbatkan kepada-Nya meski ibadah lainnya pun milik-Nya. Sama seperti Allah memberikan keistimewaan terhadap Ka’bah (Bait Allah)  sedang semua tempat di bagian bumi adalah milik Allah”

Demikian seklumit terkait analogi sang “Hujjah Islam” Al-Ghazali mengenai ibadah puasa. Semoga di bulan Ramadan ini kita mendapatkan pahala penuh seperti yang Allah janjikan. Bukan hanya sekedar lapar dan haus yang diperoleh.

Ref: Abi Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din Jilid 1. 1980. Beirut: Daar Al-Fikr

Bagikan
Post a Comment