f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
nenek

Selamat Jalan, Mas!

Oleh : Fatma Ariana*

Tentang Mas Alek

24 Agustus 2019  yang lalu saya menjenguk kakak kandung saya, Mas Alek. Nama lengkapnya Tria Aleksana dan orang sering sekali salah mengira nama panjangnya adalah Aleksander. Momen itu menjadi momen terakhir saya bertemu dengannya karena pada 4 September 2019 Mas Alek meninggal dunia karena tumor otak.

Dia adalah kakak saya yang nomor 3, tepat di atas saya dengan selisih usia 8 tahun. Karena jarak usia yang lumayan jauh itulah saya tak terlalu dekat dengannya. Yang saya ingat dulu di masa kecil, saya sering melihat dia dan teman-temannya latihan “break dance” alias tari patah-patah. Jenis tarian yang saat itu sedang hits dan digandrungi kawula muda di tanah air di era 80-an.

Dari dialah saya mengenal musik rock dan metal semacam lagu-lagunya Metallica dan Sepultura. Kadang, tanpa sepengetahuannya saya ikut membaca majalah “Hai” yang ia pinjam dari temannya.

Semua pun Berubah

Dalam 8 tahun terakhir dia telah menjalani 5 kali operasi di kepala dan bulan Mei 2019 kemarin adalah operasi terakhirnya. Tak banyak yang berubah darinya selain badan yang jauh lebih kurus karena semua asupan nutrisi disuntikkan lewat selang yang dimasukkan ke tenggorokannya.

Saat dia berbicara, kata-katanya kurang jelas, tentu saja karena selang itu, tapi dari nada bicara dia masih tetap Mas Alek yang dulu, yang ekspresif dan penuh semangat bahkan di hari-hari terakhirnya. Saya tengok potretnya di dinding ruang tamunya yang tampak gagah dalam balutan seragam tentara. Potret beberapa tahun lalu ketika dia masih sehat. Secara fisik jelas dia berubah, tetapi jiwanya tidak. Soal semangat ia tetap guru banyak orang, tak terkecuali saya.

Baca Juga  Hidup : Antara Gratis dan Tidak Gratis ?

Selain semangat, darinya saya juga belajar untuk bersyukur. Betapa saya sering melupakan hal-hal kecil semisal refleks menelan yang ternyata adalah suatu kenikmatan besar. Mas Alek kehilangan sebagian refleks menelan karena sekitar 1,5 bulan terbaring di ICU sebelum akhirnya dioperasi.

Terakhir saat saya mengunjunginya, dia sudah tak lagi meneguk air barang setetes apalagi menelan makanan karena khawatir tersedak (sebelumnya masih bisa menelan cairan meski sedikit). Itu artinya sudah bilangan minggu lamanya dia puasa. Saya? baru puasa sehari saja rasanya sudah lemas karena lapar dan haus, belum lagi godaan lapar mata yang jauh lebih dahsyat daripada lapar perut.

Nikmat Sehat

Satu lagi nikmat yang sering luput dari ingatan saya adalah kenikmatan bisa beraktivitas dalam keadaan sehat. Saat ini dalam benak kita, mungkin sudah tersusun rencana untuk esok hari, apa yang akan kita lakukan, hendak kemana, naik kendaraan apa, dengan siapa, makan apa. Segala rencana yang kita susun dengan rapi itu bisa mendadak buyar jika kita sakit karena aktivitas harus dibatasi bahkan harus berhenti total jika sakitnya parah.

Tak terbayang bagaimana rasanya jika menderita sakit terutama sakit menahun seperti Mas Alek. Sudah 2 tahun ini dia tak lagi berdinas aktif di kesatuannya karena harus bed rest. Tak lagi ke kantor dan jarang bertemu tetangga dan teman-teman. Keluar kota paling banter hanya untuk urusan berobat ke RSPAD Jakarta.

Dunianya yang dulu luas, kini hanya sebatas istri dan anak-anaknya yang merawatnya. Diselingi terapis dan perawat yang datang ke rumah untuk pengobatan, juga tetangga, teman, dan saudara yang sesekali menyambangi.

Bagi Mas Alek, kunjungan kami sekeluarga saat itu adalah selingan di hari-harinya yang datar dan hampir tanpa warna. Bagi saya pribadi, kunjungan hari itu semacam tombol pause, untuk sekedar menyadari bahwa banyak hal-hal kecil yang sering terlewat untuk disyukuri karena saya terlalu sibuk untuk meminta.  

Baca Juga  Jihad Narasi Covid-19

Keinginan yang Terpendam

Keinginannya yang sudah lama terpendam adalah pergi ke Ngawi, sekedar untuk nyekar ke makam Bapak dan Ibu. Keinginan yang sempat ia ungkapkan dalam pertemuan terakhir kami saat itu dan kami hibur dengan ucapan “Gampang itu, yang penting kamu sehat dulu, baru nanti nyekar ke Ngawi”. Keinginan yang tak kesampaian sampai akhir hidupnya karena istrinya memutuskan dia dimakamkan di Salatiga, kota tempat tinggalnya saat itu.

Tak ada manusia biasa yang siap menjemput kematian. Entah kita yang meninggalkan atau ditinggalkan. Tak ada yang benar-benar siap. Tapi kematian itu pasti. Semua yang bernyawa pasti akan mati. Pun kondisi Mas Alek, sejak pertama kali kami sekeluarga mengetahui bahwa ia sakit, saya sudah sering membahasnya terutama dengan kakak saya yang nomor 2, Mbak Ida.

Kami saling menguatkan agar bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Tapi meski begitu, ketika waktu perpisahan itu akhirnya tiba, tetap saja rasanya sesak dan hampa secara bersamaan. Satu lagi ruang di hati saya kosong ditinggal pergi penghuninya.

Hidup Harus Terus Berjalan

Tapi hidup harus terus berjalan. Tugas manusia hanya sebatas menjalani dan menerima. Bahwa tak semua sakit harus berakhir dengan kesembuhan. Bahwa takdir Allah mungkin kelihatannya menyakitkan tapi sebenarnya adalah yang terbaik. Kepada Mas Alek selalu kami katakan padanya bahwa sakit ini adalah sarana Allah membersihkan dirinya dari dosa-dosa, hingga nanti ketika benar-benar dipanggil Allah seluruh dosanya telah luruh dan dia kembali kepada Allah dalam keadaan suci dan bersih.

Motivasi terpenting untuk orang sakit menurut saya bukan cuma menyemangati agar dia tetap semangat dan berusaha untuk sembuh, tapi juga agar dia berdamai dengan dirinya sendiri, berdamai dengan Tuhannya, dan menerima takdirnya dengan keyakinan bahwa itu adalah takdir terbaik untuknya. Iya, saya paham, sudah pasti jauh lebih gampang menulis dan berkata seperti ini kepada si sakit daripada ketika menjalaninya langsung sebagai si sakit.

Baca Juga  Mengumpulkan Curahan Hati Perempuan Muda

Salatiga, 5 September 2019. Kamis pagi menjelang siang saat itu, ketika tembakan salvo ke udara mengiringi kepergianmu. Mas Alek sudah sembuh total, sudah terbebas dari rasa sakit. Selamat jalan Mas, semoga segala kesakitan dan kesusahan yang engkau alami selama hidup di dunia semoga menjadi ladang amal dan penghapus dosa-dosamu. Semoga Allah pertemukan kita kembali di surga-Nya kelak, Aamiin. (s)

*)Penulis adalah seorang ibu yang senang bercerita lewat tulisan

Bagikan
Post a Comment