f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
diskriminasi

Hak Anak atas Bimbingan dan Pengasuhan

Oleh : Hamid Patilima *

Rahmania, pada masa pandemi Covid-19, sebagian orang tua merasa mendapatkan pekerjaan ganda. Mereka berperan sebagai guru untuk mengajar, mendampingi, dan sekaligus mengawasi anak-anaknya dalam proses belajar di rumah.

Padahal, hal itu memang sudah menjadi tugas mereka yang sesungguhnya, mereka sebagai pendidik pertama dan utama untuk anak-anaknya. Ada yang bilang: untuk jadi Pilot ada sekolahnya, namun untuk menjadi orang tua tidak ada sekolahnya.

Jika begitu, lalu selama ini apa yang mereka perankan? Bukankah usia emas dalam proses pembimbingan dan pendampingan anak adalah usia 0-8 tahun, karena 80 persen perkembangan anak terbentuk, dengan rincian; 0-4 tahun berkembang 50 persen, 5-8 tahun berkembang 30 persen. Usia yang mana keseharian anak bersama orang tua, orang tualah yang memberikan tugas utama pendidikan.

Sedangkan sisanya 20 persen pada usia 9-<18 tahun dilanjutkan di sekolah lengkap dengan pendidik yang bersertifikat.

Jadi jangan heran, kalau ada anak yang mampu menyesuaikan diri, bersosialisasi, selalu bertanya, dan mampu menjawab, serta disenangi dan dihargai oleh teman-temannya di sekolah. Itulah produk orang tua di rumah dengan bantuan cahaya dan hidayah dari Allah. Begitu juga sebaliknya.

Anak adalah Cerminan Orang Tua

Setiap anak sangat senang memiliki orang tua yang cerdas, minimal seperti wikipedia atau google. Orang tua selalu siap sedia menjawab dan meyakinkan setiap pertanyaan anaknya dengan penuh senyum dan keramahan. Meskipun pertanyaan anak kadang-kadang tidak terduga.

Ini semua tidak terlepas dari bimbingan, dampingan, dan asuhan ayah dan bunda. Kalau ada yang suka mengeluh, ngedumel, itu bukan orang tua, namun orang yang berpura-pura menjadi orang tua. Dan juga, tidak pantas disebut orang tua.

Baca Juga  Hak Anak Atas Non Diskriminasi

Ayahanda dan bunda atau orang tua adalah orang utama yang bertanggung jawab untuk membesarkan anak. Ketika anak tidak memiliki orang tua, orang dewasa lain akan memiliki tanggung jawab ini dan mereka disebut “wali”. Orang tua dan wali harus selalu mempertimbangkan apa yang terbaik untuk anak (Pasal 18 KHA).

Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 5, bahwa “Pemerintah harus membiarkan orang tua untuk membimbing anak-anak mereka sehingga, ketika mereka tumbuh dewasa, mereka belajar untuk menggunakan hak-hak mereka dengan cara terbaik. Semakin anak tumbuh dan bertambah usia, semakin sedikit bimbingan yang mereka butuhkan.

Sebagai pendidik pertama dan utama, ayahanda dan bunda adalah peletak dasar perkembangan anak (nilai-nilai agama dan moral, kognitif, motorik, bahasa, sosial-emosional, dan seni). Sehubungan dengan hal dimaksud, menurut Edgington, orang tua sebagai pendidik, perlu memiliki: pertama, pengetahuan tentang perkembangan, latar belakang, dan pengalaman masing-masing anak; kedua, keterampilan, termasuk keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan praktis – seni, berkebun, memasak, eksplorasi ilmiah, menulis, dan lain-lain, dan keterampilan organisasi; ketiga, setiap orang tua juga harus memiliki sifat ingin tahu, minat, dan kehangatan; dan terakhir, orang tua juga memiliki perasaan, seperti kepercayaan diri, antusias pada prestasi.

Catatan penting selama dalam proses pembimbingan, pendampingan, dan pengasuhan anak, ayahanda dan bunda tidak diskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik anak, memperhatikan kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang anak, serta yang tidak kalah penting adalah selalu mendengarkan pandangan anak.

Kalau setiap ayahanda dan bunda melakukan ini kepada anaknya, maka pada perlakukan serupa akan diterapkan oleh anak baik untuk dirinya sendiri maupun kepada teman-teman sebaya atau di atasnya, termasuk terhadap ayahanda dan bunda. Apa yang ditanam, itulah yang akan dituai.

Baca Juga  Parenting Menentukan Karakter Anak di Masa Depan

Langkah Menjadi Orang Tua

Dalam proses pendampingan, pembimbingan, dan pengasuhan, ayahanda dan bunda yang mendapat tugas dan tanggung jawab dari Yang Maha Pencipta. Ayahanda dan bunda perlu mengambil langkah-langkah dalam melakukan upaya pengasuhan yang ramah anak. Berikut ini upaya yang dimaksud:

Pertama, bunda, termasuk ayahanda melakukan sentuhan emosional sejak dalam kandungan hingga kini. Itu artinya, bunda dan atau ayahanda dalam pemeliharaan, perawatan, bimbingan, dan perlindungan anak, selalu melakukan sentuhan dengan cara menghormati individu dan mempertimbangkan kapasitas perkembangan anak.

Kedua, ayahanda dan bunda selalu memfasilitasi persahabatan anak dengan anak-anak sebaya dan lebih tua dari mereka untuk belajar, berunding dan berkoordinasi, kegiatan bersama, menyelesaikan konflik, menjaga perjanjian, dan menerima tanggung jawab melalui bermain aktif dengan teman-temannya. Ingat bermain aktif, bukan bermain pasif.

Ketiga, ayahanda dan bunda merekam pengalaman anak, terutama terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir hingga kini – dari bangun tidur sampai tidur kembali. Rekaman ini dapat berbentuk portofolio atau buku harian. Isi rekaman yang dibentuk oleh kepercayaan budaya yang dapat dijadikan rujukan dalam memenuhi kebutuhan dan perawatan anak. Rujukan bagi ayah dan bunda dimaksud setiap ayahanda dan bunda melakukan koreksi perilaku anak.

Bukankah bunda yang lebih mengenal, mengetahui, dan memahami tentang anaknya sendiri daripada seorang ahli anak. Yang hanya berjumpa sesaat, lengkap dengan instrumen seakan-akan lebih mengetahui segala-galanya mengenai anak kita dengan rekomendasi yang kadang nalar tidak dapat menerimanya.

Keempat, setiap hari ayahanda dan bunda berperan sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan kepada anak-anaknya. Tugas ayah dan bunda memberikan penjelasan secara lengkap dan utuh tentang segala sesuatu perbuatan maslahat yang dilakukan oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat. Atau perbuatan yang sebaliknya. Terus menerus mendiseminasikan perbuatan baik dan memperingati perbuatan yang merugikan orang lain. Kalau dari proses itu anak berubah menjadi individu yang penurut atau penentang, itu bukan karena orang tua, tetapi cahaya atau hidayah dari Yang Maha Pencipta dan Yang Maha Pengatur memberikan.

Baca Juga  Apakah Aku Harus Memiliki Anak?

Terakhir, orang tua selalu mengutamakan penegakan disiplin, tetapi non kekerasan, minimal tidak boleh melotot. Artinya, orang tua selalu mengharapkan anak dengan kesadaran melakukan tugas dan kewajibannya kepada orang tua dan orang dewasa lainnya, baik yang berada di tempat tinggal, tempat bermain, tempat belajar, tempat perawatan, dan tempat umum lainnya. Apabila melampauinya, anak perlu dikoreksi dengan memperhatikan dan menghargai martabatnya sebagai manusia, juga sekaligus sebagai anak yang sedang berproses menuju kematangan diri dan jiwa.

*)Hamid Patilima, aktivis anak

Bagikan
Post a Comment