f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ekofeminisme

Peran Perempuan dalam Ekofeminisme dan Pengelolaan Sampah: Studi Kasus TPA Desa Sukosari

Gerakan ekofeminisme muncul sebagai respons terhadap persimpangan antara isu-isu lingkungan dan feminisme, menggugah kesadaran terhadap hierarki yang mapan dan mendukung pemahaman bahwa isu-isu gender dan lingkungan saling terkait. Teori ekofeminisme mengungkapkan bahwa dominasi dan eksploitasi terhadap perempuan dan alam tidak dapat dipisahkan dalam kerangka patriarki. Perspektif perempuan dalam memandang hubungan dengan alam dianggap unik dibandingkan dengan pandangan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan melihat bumi sebagai simbol rahim yang mampu melahirkan kehidupan baru. Yang pada gilirannya membuat mereka memiliki rasa kasih sayang yang lebih mendalam terhadap bumi dan lingkungan daripada laki-laki.

Namun, perspektif ini juga menggarisbawahi bahwa perempuan sering kali menjadi korban dari kerusakan lingkungan dan ketidakberlanjutan ekonomi yang dipicu oleh sistem patriarki dan kapitalisme. Terutama perempuan di pedesaan sering kali terdampak langsung oleh perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang, dan kehilangan sumber daya alam yang penting bagi kelangsungan hidup mereka. Ekofeminisme melihat persoalan sampah sebagai isu yang terkait dengan ketidakadilan gender dan sistem yang tidak berkelanjutan. Gerakan ini mendorong perubahan perilaku individu dan sistemik untuk mengurangi sampah, memperjuangkan keadilan gender dalam pengelolaan sampah, dan mendukung penerapan solusi alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Keterkaitan antara sampah dan perempuan tercermin dari tanggung jawab perempuan dalam mengurus rumah tangga. Termasuk penanganan sampah, yang sering kali meningkatkan risiko kesehatan seperti penyakit infeksi, keracunan akibat pembuangan sampah yang tidak terkendali, serta paparan terhadap limbah berbahaya. Meskipun demikian, perempuan juga dapat berperan sebagai pembawa perubahan dalam upaya memperbaiki lingkungan. Termasuk manajemen sampah, dengan mengedukasi keluarga dan masyarakat tentang praktik berkelanjutan. Contoh konkret dari hubungan antara perempuan dan sampah terlihat di desa Sukosari. Di mana perempuan terlibat dalam kegiatan informal terkait pengumpulan dan pemilahan sampah untuk proses daur ulang. Meskipun pekerjaan ini sering kali tidak aman dan mendatangkan bayaran yang rendah. Namun perempuan tetap terlibat aktif dalam upaya pengelolaan sampah di desa tersebut.

Baca Juga  Ekofeminisme, Alternatif Penyelamatan Lingkungan

Desa Sukosari, Kecamatan Jumantono, memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berfungsi sebagai lokasi penampungan berbagai jenis sampah dari Karanganyar dan daerah sekitarnya. Mayoritas pekerja di TPA ini adalah perempuan, yang bertugas sebagai pengumpul dan pemilah sampah. Walaupun mereka memperoleh penghasilan dari pekerjaan tersebut, kehadiran di TPA lebih berdampak negatif pada kesehatan perempuan. Terutama, terkait dengan risiko penyakit yang disebabkan oleh sampah. Di sisi lain, laki-laki lebih cenderung bekerja sebagai sopir mobil pengangkut sampah. Maka dari itu laki – laki tidak terlalu terkena dampak negatif dari pekerjaan tersebut. Selain di TPA, perempuan juga lebih sering terlibat dalam pengelolaan sampah di rumah tangga. Karena biasanya mereka yang melakukan pemilahan antara sampah organik dan anorganik sebelum dibuang ke tempat sampah.

Penuhnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jumantono telah berdampak signifikan pada permukiman sekitar. Salah satunya adalah masjid Al-Jawiriyah yang terdampak. Angin yang bertiup ke arah masjid pada sore hari mengakibatkan bau tak sedap dan mengganggu kegiatan ibadah, seperti kegiatan Taman Pendidikan Al Quran (TPA) di sana. Meskipun demikian, hal ini tidak mengurangi minat anak-anak untuk rajin mengaji di masjid. Karena masjid juga merupakan tempat ibadah yang memiliki potensi untuk mengembangkan pendidikan Al Quran serta dapat meningkatkan ekonomi warga.

Dalam konteks ini, perempuan dipilih sebagai fokus pemberdayaan karena perempuan memiliki peran penting sebagai pendukung ekonomi keluarga dan pendidik utama bagi anak-anak. Inisiatif ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan, khususnya jamaah Masjid Al-Jawiriyah. Sehingga masyarakat di Desa Sukosari membentuk pemberdayaan bernama Kelompok Perempuan Sangu Gesang. Nama Sangu Gesang diambil dari Paguyuban Sangu Gesang yang sebelumnya telah ada di Tugu dan Sukosari. Dengan lahirnya Sangu Gesang, diharapkan kelompok ini dapat membantu anggotanya meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri untuk mencapai kesejahteraan.

Baca Juga  Mengatasi Gamofobia: Menikah Tidak Selalu Tentang Mimpi Buruk

Solusi yang dapat ditawarkan oleh ekofeminisme mencakup berbagai langkah. Seperti pemberdayaan perempuan seperti yang terjadi di desa Sukosari dengan penyelenggaraan seminar kecil bersama beberapa instansi dan NGO, membuat beberapa pelatihan – pelatihan melalui usul – usul yang disampaikan oleh anggota forum perempuan di desa Sukosari.

Selain itu, upaya untuk mencapai keadilan gender dalam pengelolaan sampah dengan cara membagi tanggung jawab rumah tangga secara merata serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan. Didukung dengan fokus utama ekofeminisme untuk mengurangi produksi sampah dan mendorong praktik daur ulang yang lebih luas. Termasuk mengadopsi gaya hidup berkelanjutan, mendukung inisiatif daur ulang di tingkat komunitas, dan mempromosikan ekonomi sirkular. Pendekatan ekofeminisme terhadap masalah sampah bukan hanya tentang menangani sampah secara fisik. Tetapi juga tentang menciptakan transformasi sosial yang lebih luas menuju masyarakat yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan adil.

Bagikan
Post a Comment