f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kufu'

Refleksi Konsep Kufu’ dalam Pernikahan

Pengaruh dari dianutnya suatu agama oleh suatu bangsa yang mayoritas pemeluknya tidak selalu berarti bahwa hukum agama tersebut akan diterapkan secara positif. Meskipun Indonesia mayoritas beragama Islam, namun tidak semua orang menaati syariat Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Pernikahan mempunyai arti penting dalam realitas kehidupan manusia. Dengan adanya pernikahan maka suatu keluarga dapat dibentuk dan dibina sesuai dengan norma agama dan masyarakat yang berlaku.

Pernikahan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 21 disebut dengan kata “mitsaaqan ghaliidzan” yang artinya ikatan janji yang kokoh. Selain kedua frasa tersebut, Al-Qur’an juga menggunakan kata “zawwaja” yang berasal dari kata “zauj” yang mengandung arti pasangan. Karena dalam pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan, sebagaimana yang diterangkan dalam Surah An-Nisa ayat 1.

Dalam rangka mencari pasangan hidup untuk memulai sebuah keluarga, orang tua atau pihak yang bersangkutan biasanya memperhatikan calon pasangan yang kufu’. Kafa’ah atau Kufu’ yaitu setara, seimbang, sederajat atau sebanding. Perlu adanya keseimbangan atau keselarasan antara (calon) suami dan istri, sehingga tidak ada (calon) yang merasa terbebani dalam melangsungkan pernikahan. Lalu bagaimana konsep kafa’ah dalam pandangan hukum Islam dan hukum di Indonesia?

Kufu’ dalam Pernikahan menurut Hukum Islam

Islam tidak menyatakan bahwa laki-laki hanya boleh menikah dengan perempuan yang sama kedudukannya, hartanya, rasnya, pekerjaannya, dan lain sebagainya. Islam tidak membuat peraturan kafa’ah, Islam juga tidak menetapkan orang yang kaya hanya boleh menikah dengan orang kaya, orang arab tidak boleh menikah dengan orang non arab dan sebagainya. Hal tersebut didasarkan pada hadis Rasulullah SAW, artinya: “Barangsiapa mempunyai budak perempuan kemudian dididiknya dengan baik, diperlakukan dengan baik kemudian dimerdekakan lantas dinikahinya maka ia akan mendapat pahala dua kali lipat“ (HR. Riwayat Tirmidzi).

Baca Juga  Haruskah Se-Kufu’ dalam Pernikahan?

Selain itu, terdapat pandangan Kufu’ dari berbagai Imam Mazhab. Menurut Imam Maliki, kufu’ dalam pernikahan yaitu agama dan kondisi. Maksud dari kondisi adalah selamat dari aib dan bukan kondisi yang dimaksud dengan kehormatan atau nasab. Menurut Imam Hanafi sifat kufu’ dalam pernikahan yaitu, agama, kemerdekaan, nasab, harta, profesi. Menurut Imam Syafi’I kufu’ yaitu, agama, kesucian, kemerdekaan, nasab, terbebas dari aib dan profesi. Sedangkan menurut Imam Hambali kufu’ yaitu, agama, profesi, nasab, dan nasab.

Berdasarkan penjelasan tersebut, keempat Imam sepakat atas kufu’ dalam agama. Agama yang menjadi tolak ukur kufu’ dalam pernikahan yang paling krusial. Sebab, agama termasuk dari baiknya akhlak seseorang, hal ini dapat menjadi landasan yang kokoh dalam membangun kehidupan rumah tangga. Karena sebab itu seseorang dapat mempertanggungjawabkan tugasnya dan menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga dengan baik.

Hadis Rasulullah Saw. Artinya : Apabila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama, dan budi pekertinya, maka kawinilah dia, Kalau tidak nanti akan menimbulkan fitnah dan kerusakan didunia. Mereka menyela “ Ya Rasulullah, apakah meskipun cacat, Rasullah menjawab “Apabila datang kepadamu orang yang kau ridai agama dan budi pekertinya, maka nikahilah ia”. Beliau mengucap sampai tiga kali (HR. At Tirmidzi).

Dapat disimpulkan bahwa terjadi silang pendapat di kalangan para fuqahah mengenai makna kesetaraan (kafa’ah). Masing-masing ulama mempunyai batasan yang berbeda mengenai masalah ini. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan dalam menilai sejauh mana segi-segi kafa’ah itu mempunyai kontribusi dalam melanggengkan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, jika suatu segi dipandang mampu menjalankan peran dan fungsinya dalam melestarikan kehidupan rumah tangga, maka bukan tidak mungkin segi tersebut dimasukkan dalam sifat kafa’ah.

Baca Juga  Menikah Sekufu: Sebuah Privilese Sekaligus Tuntunan Moral
Konsep Kufu’ menurut Hukum di Indonesia

Dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tidak diterangkan konsep kafa’ah dalam pernikahan khususnya dalam proses melamar dan mencegah pernikahan. Namun tidak semua konsepsi kafa’ah dalam pernikahan ditolak oleh masyarakat Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974. “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing”.

Menurut penjelasan di atas, tidak boleh ada perkawinan di luar kepercayaan agama masing-masing warga negara. Hal ini selaras dengan UUD 1945. Yang dimaksud dengan “hukum masing-masing agama dan kepercayaan” adalah peraturan yang berlaku bagi golongan agama dan kepercayaan tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan lain dalam Undang-undang di Indonesia.

Jika melihat dari penjelasan dan pasal ini maka syarat untuk melakukan perkawinan harus sesuai dengan hukum agama yang dianut oleh kedua mempelai atau dapat ditafsirkan bahwa perkawinan dapat dilangsungkan apabila calon mempelai mempunyai persamaan agama atau dengan kata lain bahwa perkawinan tidak bisa dilakukan dengan hukum agama yang berbeda.

Bagikan
Comments
  • Ahmad

    Semoga manfaat bagi yg membaca, sebagai perbendaharaan keilmuan. Terus bersemangat dalam menyampaikan gagasan demi kemaslahatan

    Oktober 3, 2023
Post a Comment