f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
jatuh cinta

Jatuh Cinta Sak-Madyone, Eling, lan Waspada

Berbicara mengenai relationship atau hubungan, maka rata-rata kita akan berpikir mengenai banyak makna. Seperti hubungan kekeluargaan, hubungan pekerjaan, hubungan pertemanan, hubungan pernikahan, dan lain sebagainya. Setiap hubungan memiliki pola dan penghayatannya masing-masing. Penghayatan pada hubungan pekerjaan akan berbeda dengan penghayatan pada hubungan kekeluargaan, penghayatan pada hubungan pernikahan akan berbeda dengan penghayatan pada hubungan pertemanan, dan seterusnya. Kali ini saya akan mencoba menuangkan isi pikiran mengenai penghayatan dalam hubungan pernikahan.

Pernikahan merupakan kesepakatan laki-laki dan perempuan untuk menjalin hubungan dalam bingkai rumah tangga. Umumnya pernikahan didasari karena adanya rasa saling mencintai antara laki-laki dan perempuan yang menikah tersebut. Akan tetapi belakangan ini, sudah lazim digaungkan bahwa pernikahan tidak hanya butuh berlandaskan rasa cinta tetapi juga visi misi yang sama. Banyak pasangan terutama dengan tingkat pendidikan yang matang yang sudah memiliki kesadaran untuk mempertimbangan dan saling mempertanyakan banyak hal sebelum menikah. Seperti kesamaan prinsip, cara pandang, hingga visi misi. Akan tetapi masih banyak juga pasangan, terutama dengan tingkat pendidikan yang kurang matang, yang menikah hanya berlandaskan rasa suka, rasa cinta, dan keinginan untuk saling memiliki satu sama lain.  

Di tengah berbagai tempaan berita mengenai kasus perselingkuhan hingga perceraian terutama di kalangan artis, hal tersebut mungkin membuat masyarakat dan anak muda bertanya-tanya, “Lantas pernikahan harus berdasar hal seperti apa agar memiliki ketahanan yang baik?”

Dewasa ini sudah banyak yang mengetahui bahwa pernikahan yang berlandaskan rasa cinta saja tidak akan menjamin akan bertahan lama dengan baik. Akan tetapi dengan banyaknya kasus perceraian yang di antaranya juga ada pasangan yang kita anggap sejalan dan memiliki visi misi sama, tetapi pada akhirnya juga memiliki hubungan yang kandas, membuat kita bertanya, “Lantas apakah kesamaan visi misi juga tidak cukup untuk menjamin keberlangsungan pernikahan?”

Baca Juga  Bukan Anggota Tim Pacaran atau Tim Taaruf, Lalu?

Dalam suatu forum diskusi organisasi mahasiswa ekstra, psikolog Lya Fahmi menyampaikan bahwa manusia itu dinamis, termasuk dalam menjalani hubungan pernikahannya. Saya kemudian menangkap bahwa dinamika yang terjadi pada manusia tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar diri. Melainkan lebih kepada hal-hal yang ada dalam dirinya, termasuk pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan manusia terus berdinamika seiring banyak hal yang membentur dan membentuk dirinya.

Ketika melalui jenjang pernikahan, manusia akan mengalami perubahan pada banyak hal. Manusia yang semula cenderung hanya berfokus pada dirinya kemudian memiliki pasangan dan harus mengharmonisasi langkah dan gerak. Berjalan lebih pelan atau berjalan lebih lambat. Saling belajar dan mempelajari satu sama lain. Di sisi yang lain, manusia juga masih memiliki lingkaran kehidupan yang lain, seperti lingkaran pertemanan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam proses belajar saat menjalani pernikahan, manusia menemukan hal lain yang membuatnya menjadi tak sama lagi.

Saat berdiskusi dengan psikolog Lya Fahmi, lebih lanjut beliau melontarkan pertanyaan, “Apakah visi misi yang telah pasangan tentukan di awal pernikahan tidak akan berubah seiring berjalannya rumah tangga? Apakah cara pandang manusia tidak akan berubah? Apakah tidak ada kemungkinan akan memiliki ketertarikan dengan orang lain yang bukan pasangannya?”

Banyak sekali ujian dalam hubungan pernikahan. Kalau kata penyanyi Nadin Amizah, “Mencintai bukan perkara kebal, jauh dari kata mudah dan asal”. Ujian dalam pernikahan bisa muncul dari berbagai aspek, bisa pasangan, anak, ekonomi, keluarga besar, dan lain sebagainya. Sementara itu di sisi lain, faktor di luar keluarga juga kadang memperkeruh dinamika pernikahan. Yang kemudian akan menguji pasangan apakah akan bertahan atau mencari pelarian.

Baca Juga  Menimbang Kembali Menjadi “Bucin” Artis Idola

Melihat hal tersebut mungkin kiranya kita dapat menerapkan kalimat, “Jatuh cinta sak madyone, eling, lan waspada”. Kita harus jatuh cinta secukupnya, ingat, dan berhati-hati; kita harus jatuh cinta secukupnya karena rasa cinta yang berlebihan akan membutakan akal pikiran. Kita harus tetap memberi ruang pada pikiran logis agar bisa memiliki kontrol diri yang baik. Selanjutnya kita juga harus eling atau ingat. Ingat pada Tuhan, jelas yang utama. Kemudian ingat hakikat dari hubungan yang dijalani. Selanjutnya adalah waspada atau berhati-hati. Menurut saya, hubungan harus memiliki keterbukaan dan kesadaran sejak awal. Menyadari bahwa akan ada kemungkinan terjadinya perbedaan pandangan, tertarik dengan orang lain yang bukan pasangannya, merasa tidak lagi relevan, dan lain sebagainya.

Menyadari bahwa rasa cinta saja tidak cukup, kesamaan pandangan saja tidak cukup akan menumbuhkan kehati-hatian. Dalam pernikahan akan sangat mungkin terjadi, hubungan yang dilandasi rasa cinta yang mendalam bahkan kesamaan visi misi atau memiliki cita-cita yang sama kemudian di tengah jalan menjadi usang karena merasa pasangannya tidak seperti dulu atau karena mengetahui kekurangan dari pasangannya atau merasa bahwa visi misi yang dulu dibangun sudah tidak relevan atau punya kebutuhan dan keinginan lain yang tidak bisa terpenuhi dalam hubungan pernikahan bersama pasangannya. Oleh karena itu kesadaran akan kemungkinan-kemungkinan seperti itu harus terbangun sejak awal. Mensimulasikan dalam pemikiran bagaimana jika di tengah jalan tertarik dengan orang lain yang bukan pasangannya. Dari hal tersebut kita akan dapat mengantisipasi dinamika perasaan yang kemungkinan akan terjadi serta dapat menyiapkan langkah-langkah untuk mengatasi.

Keterbukaan dalam pernikahan akan lebih baik daripada melakukan pelarian. Akan tetapi, keterbukaan pun pasti tidak akan semudah itu. Perlu hati yang lapang untuk bisa saling terbuka, dan hati yang lapang juga tidak semudah itu untuk mendapatkannya, wes pokoke angel wkwk. Dari situ kita juga perlu memahami bahwa dalam menjali hubungan itu tidak mudah tapi juga jangan kita hindari. Kita hanya perlu realistis dan optimis: jatuh cinta sak madyone, eling, lan waspada. Jatuh cinta secukupnya, tetap memiliki pikiran dan hati yang ingat, serta selalu berhati-hati.

Bagikan
Comments
  • Indah lutfiani

    🥺

    Agustus 12, 2023
Post a Comment