f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pemilu

Pergerakan Anak Muda dan Perempuan Jelang Pemilu 2024

Salah satu imprint Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah, Aisyiyah, Jawa Barat kembali menggelar kajian yang konstruktif tentang isu politik temporer.

Kajian yang tersemat title Gerakan Subuh Mengaji (GSM): “Tantangan Anak Muda dan Perempuan dalam Politik Menjelang Pemilu 2024”, tersebut dipawangi oleh Neni Nur Hayati selaku narasumber. Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia tersebut membuka kajian dengan mengutip kalimat retoriks Ali Bin Abi Thalib: Syubbanul Yalim Rijalul Ghad, yang mengingatkan bahwa pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan.

Kalimat tersebut menjadi pintu masuk untuk memahami konstruksi demokrasi dan pergerakan anak muda serta perempuan dalam kontestasi politik menjelang Pemilu 2024.

Dengan membuka keresahan melalui resume “How Democracies Die”, tentang mengapa pola pemerintahan ideal sering kali menyeruak di tengah krisis masyarakat, Neni mengajak kita berkenalan dan merajut ulang pemahaman kita terkait implementasi konkret dari sistem demokrasi.

Neni membongkar komponen-komponen substansial dari sistem demokrasi yang masih belum bekerja secara maksimal.

Apabila kita merujuk pada indeks demokrasi di Indonesia yang rilis melalui The Economic Intelegence Unit pada Februari tahun 2022, indeks demokrasi di Indonesia mengalami kenaikan, skornya 6,71. Skor tersebut lebih tinggi jika berbanding dengan tahun 2020 yang hanya 6,30. Dan peringkat Indonesia juga naik. Dari 64 menjadi 52. Meskipun memang Indonesia termasuk sebagai negaraFlawed Democracy’,” ungkap Neni.

Kendati indeks partisipan mengalami kenaikan, tetapi tidak pada indeks kebebasan berpendapat. Terdapat kendala-kendala dalam upaya menaikkan taraf demokrasi melalui optimalisasi kebebasan berpendapat.

Inklusivitas Generasi Muda: Sekadar menjadi Pelengkap

Neni mengatakan hal yang paling dasar bahwa generasi muda adalah aktor perubahan yang menjadi pusat kemajuan bangsa. Generasi muda memiliki potensi besar dengan gagasan-gagasannya serta kemampuan dalam meng-update pengetahuan seputar teknologi. Kendati menyangkut partisipasi dalam pembangunan dan hal-hal yang bersifat politik praktis, generasi muda ini kurang mendapat tempat.

Baca Juga  Egoisme Elit Meruntuhkan Persepsi Risiko Publik terhadap Bahaya Pandemi

Meskipun toh mendapat tempat, anak-anak muda ini tidak lebih hanya sekadar menjadi pelengkap. Seperti pelengkap dalam sebuah konferensi, struktur pemerintahan, dan lain-lain. Dalam arti lain, seolah anak-anak muda ini hanya sebagai validitas bahwa syarat formal demokrasi yang membuka pintu kompetisi seluas-luasnya bagi warga negara telah terlaksana. Namun bukan sebagai inklusifitas yang memang terbilang penting dalam penyaluran ide, partisipasi, dan regenerasi.

Butuh kecermatan dari masyarakat dan negara terhadap mengetahui dan mengembangkan potensi anak muda. Salah urus anak muda, taruhannya adalah masa depan,” tutur Neni.

Perempuan dalam Koridor Pemilihan Umum (Pemilu)

Berdasarkan Pasal 92 ayat (11) jo. Pasal 10 (7) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa perempuan memiliki ruang untuk berpartisipasi ke dalam kontestasi Pemilu paling sedikit 30% (tiga puluh persen). Dalam undang-undang tersebut, konstruksinya jelas, bahwa perempuan diberikan ruang untuk melaksanakan hak demokratisnya melalui Pemilihan Umum.

Kendati terbuka ruang bagi perempuan untuk turut berkompetisi bebas dalam Pemilu, Neni menguraikan masih banyak tantangan bagi perempuan dalam Pemilu. Di antaranya penyalahgunaan isu gender dan masih adanya diskriminasi. Selain itu masih menjadi permasalahan; stereotype, beban ganda, kekerasan terhadap perempuan, subordinasi dan marginalisasi, kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan. Bahwa di antara seluruh tantangan-tantangan tersebut, yang paling rasional dan objektif adalah tantangan dalam finansial.

Begitu banyak perempuan yang memiliki kompetensi dan intelektualitas sosial yang bagus. Tapi sedikit di antara perempuan-perempuan itu yang memiliki kecukupan finansial sehingga bisa mengantarkan mereka ke dunia politik untuk mengaplikasikan kemampuannya.

Feminis Kultural dan Objektivitas Gender dalam Pemilu

Menurut Neni, kebanyakan perempuan sekarang masih peduli pada stereotype bahwa Pemilu adalah ajang kompetisi yang hanya dikuasai dan dimenangkan oleh sifat-sifat patriarki kaum laki-laki.

Baca Juga  Tantangan Perempuan di Tahun Politik 2024

Hal tersebut korelatif dengan asosiasi bahwa seorang pelayan publik hanya bisa berjalan lancar jika dilakukan oleh seorang laki-laki.

Politik itu sebenarnya suci. Sistem demokrasi sebenarnya sudah baik. Tapi bagaimana sistem itu berjalan tergantung bagaimana orang-orang di dalamnya,” ungkap Neni.

Feminis kultural tidak akan pernah selesai, tidak dapat berakhir pada suatu topik yang jelas dan konkret. Feminis kultural akan tetap ada, bergulir, dan menjadi pembahasan yang konstruktif, bahkan klise. Tapi untuk mengetahui bahwa Pemilu itu ajang kompetisi bebas jo. demokratis dan objektif adalah keadilan bagi setiap warga negara. Sehingga, dengan objektivitas pemilu yang transparan itu, akan semakin banyak anak muda, termasuk kaum perempuan yang akan gagah berani tampil di depan publik menyuarakan ide besar yang ada di kepala mereka.  

Reporter: Roy Widya

Bagikan
Post a Comment