f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
siti raham

Meneladani Peran Wanita pada Sosok Siti Raham dalam Film Buya Hamka Vol. I

Di era sekarang banyak sekali sarana untuk mengaktualisasikan kegiatan belajar sambil bermain. Kegiatan belajar menjadi lebih seru karena dapat dilaksanakan di manapun. Salah satunya adalah dengan menonton film di bioskop. Selain dapat memotivasi, kegiatan bermain dapat menjadi salah satu faktor stimulus pada kecerdasan anak (Ishak et al., 2021). Tidak dapat dipungkiri, keseruan menonton film di bioskop banyak dirasakan oleh segala jenjang usia. Dengan kata lain, tidak hanya bagi anak-anak saja.

Persis dengan film yang tayang sejak akhir Ramadan silam, tepatnya 20 April 2023. Film Buya Hamka ini cocok ditonton oleh segala usia. Khususnya bagi siapapun yang memiliki semangat belajar dan haus akan keteladanan. Dikisahkan dalam film bagaimana Buya Hamka dengan gigih dan tulus menjalani perannya sebagai pahlawan, ulama, juga pujangga. Tak luput dalam jangkauan pandang kita seseorang yang juga dengan begitu tulus dan kompeten mendampingi Buya berprogres. Ialah ibunda kita, Siti Raham. Berikut beberapa keteladanan dari kaca mata penulis yang dapat kita pelajari bersama:

Keteladanan sebagai Wanita

Dalam catatan sejarah wanita muslimah terdapat banyak sikap yang patut dicontoh oleh para wanita. Mereka menancapkan batasan hukum-hukum Allah di hadapan mereka. Tidak melampauinya dan tidak mencari-cari alasan untuk menghindarinya.

Di antara sikap itu, seperti yang dapat kita jumpai dalam film Buya Hamka Vol. I pada sosok Siti Raham. Keistimewaan seorang muslimah yang paling tampak ialah keimanannya yang mendalam kepada Allah Swt. Ia berkeyakinan bahwa segala peristiwa dan konsekuensi hidup manusia hanyalah terjadi sesuai dengan ketentuan takdir Allah. Apa pun yang seharusnya menimpa manusia tidak akan pernah meleset darinya. Demikian sebaiknya, apa yang bukan takdirnya tidak mungkin akan menimpanya (Al-Hasyimi, 2020: 7).

Seorang wanita muslimah selalu memperhatikan apa yang dikenakannya sebagaimana yang ditentukan oleh syariat Islam. Hal ini terlihat jelas di dalam film tentang bagaimana Siti Raham berbusana ketika sedang berada di rumah pun ketika di luar rumah. Dalam buku yang berjudul Syakhshiyatul Mar’ah Muslimah Kamaa Yashughuhal Islam Fil Kitab Wa Sunnah dengan judul bahasa Indonesianya “Pribadi Muslimah Ideal” dijelaskan bahwa wanita muslimah yang telah meneguk nilai Islam dari sumbernya yang jernih, dan tumbuh kembang dalam iklimnya yang bersih dan teduh tidak akan memakai busana karena taklid seperti digambarkan oleh sebagian orang tentang hijab muslimah tanpa sandaran ilmu, hujjah yang logis, dan tanpa petunjuk yang jelas dari Al-Quran dan Sunah Rasulullah Saw. (Al-Hasyimi, 2020: 54).

Baca Juga  KDRT dalam Pandangan Hukum Positif; Pahamilah Sebelum Terjadi!

Lebih lanjut Al-Hasyimi (2020: 106) menyampaikan bahwa wanita muslimah yang cerdas adalah wanita yang menyeimbangkan penampilan fisik dengan kapasitas intrinsiknya. Ia paham bahwa dirinya terdiri dari unsur jasad, akal, dan ruh. Sehingga ia memberikan hak masing-masing secara utuh dan proporsional; tidak berlebihan di satu sisi dan mengurangi hak sisi yang lain.

Keteladanan sebagai Istri

Besarnya peran Siti Raham sebagai seorang istri tervisualisasikan begitu terang di dalam film. Tentang bagaimana beliau senantiasa membantu dan menyertai dalam setiap keputusan yang sudah dibuat oleh Buya Hamka. Dengan kata lain, sikapnya ini merupakan perwujudan dari perilaku baik kepada diri sendiri, berbakti kepada suaminya dan membantunya untuk melakukan kebaikan, ketakwaan, dan amal shalih yang diperintahkan oleh Al-Quran.

Pada waktu yang bersamaan, Siti Raham selalu sedia menjadi teman diskusi bagi suaminya. Dalam setiap kondisi yang sedang terjadi baik saat jalannya lurus ataupun penuh liku. Mulai dari Buya menulis novel roman, lengser dari jabatannya untuk memperjuangkan dakwah, hingga perjuangan dalam membela tanah air.

Keluarga muslim sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Hasyimi (2020: 187) dijelaskan bahwa apabila telah menghirup aroma iman kepada Allah maka hati setiap anggotanya akan tercerahkan dengan petunjuk Islam, akan selamat dari tindakan kotor jahiliah yang kerap melumuri kehidupan masyarakat yang jauh dari petunjuk Allah dan ajaran agama Islam yang lurus. Kaluarga muslim yang demikian tercemin pada keluarga Buya. Bahkan ketika Buya merasa terbebani dengan fitnah yang menimpanya, Siti Raham berhasil memosisikan diri di sampingnya. Memberikan penguatan dan dukungan agar pengaruhnya tidak terlalu berat membebani jiwa sang suami. Beliau juga menyarankan sang suami supaya menemui ayahnya untuk belajar lebih dalam lagi. Dari sinilah semangat buya kembali benderang.

Baca Juga  Ahmad Syafii Maarif, Sikap dan Pikirannya Lurus
Keteladanan sebagai Ibu

Ketika Buya berkunjung ke ayahnya untuk belajar lebih dalam lagi tentu saja meninggalkan istri dan anak-anaknya. Namun hal ini sama sekali tidak membebani istrinya. Siti Raham dengan kompeten, tulus, dan telaten menjalani perannya sebagai ibu dalam mengurus anak-anaknya. Dari sini kita dapat meneladani peran beliau ketika memberikan nasihat dengan lembut dan penuh senyum kepada kedua anak laki-lakinya setelah pulang berkelahi karena membela ayahnya dari tuduhan yang tidak benar. Nasihat yang diselimuti kasih sayang yang mengalir deras. Beliau meliputi jiwa anak-anaknya dengan rasa percaya diri dan kedamaian.

Apabila seorang ayah menyaksikan pertolongan, pemberian keturunan, dan kekuatan kepribadian dalam diri anak, maka seorang ibu menyaksikan harapan hidup, kesejukan jiwa, kegembiraan hati, kedamaian hidup dan masa depan yang aman pada diri anak-anaknya (Al-Hasyimi, 2020: 225).

Wanita muslimah yang berakal cerdas dan berjiwa terang tidak samar baginya bahwa anak sangat membutuhkan pengayoman besar dan hangat, rasa cinta yang dalam, kasih sayang tulus dan melimpah. Agar mereka tumbuh memiliki jiwa yang sehat. Yaitu jiwa yang kaya dengan harapan, hatinya penuh percaya diri, dan pikirannya penuh cita-cita dan idealisme.

Ibu yang bertakwa sangat menyayangi anak-anaknya. Dibuktikan dengan turut serta membawa anak-anaknya dalam ketakwaan. Siti Raham bersama dengan Buya senantiasa bersama-sama membangunkan anak-anaknya untuk sholat berjamaah dengan kasih sayang. Sebab, kasih sayang merupakan akhlak Islam yang murni dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah Saw., melalui sabda juga perbuatannya. Bahkan, kasih sayang merupakan akhlak Rasulullah Saw. (Al-Hasyimi, 2020: 231).

Kasih sayang Rasulullah Saw., terutama terhadap anak-anak dituturkan oleh Anas Ra.,

“aku tidak pernah menyaksikan orang yang menyayangi keluarganya melebihi kasih sayang Rasulullah saw.” Anas ra. juga berkata, “Ibrahim pernah disusui wanita dari salah satu kampung di pinggiran kota Maadinah. Kami menyertai Rasulullah saw. Pergi ke tempat itu. Beliau memasuki rumah untuk memangku Ibrahim dan menciumnya. Setelah itu, beliau kembali pulang.” (h.r Muslim)

Baca Juga  Raithah binti Abdullah sebagai Cerminan Independent Women yang Memprioritaskan Keluarga

Wanita musliah yang berjiwa cerdas memahami cara memasuki relung jiwa anaknya untuk menanamkan karakter yang masif dan perilaku yang baik. Dalam hal ini, cuplikan-cuplikan yang terdapat pada film Buya Hamka Vol. I berhasil menghadirkan keteladanan-keteladanan tersebut.

Melalui film ini banyak hal yang tentu saja dapat kita pelajari bersama, khususnya dari POV keteladanan pada sosok Siti Raham, mari bersama-sama belajar menjadi pribadi muslimah yang ideal. Film ini cocok sebagai sarana untuk belajar sambil bermain sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Maka, kepada siapapun jangan lewatkan serial film ini. Karena belajar tidak harus di dalam kelas, di bioskop juga bisa.

Referensi

Al-Quranul Karim.

Al-Hasyimi, Muhammad Ali. (2020). PRIBADI MUSLIMAH IDEAL. Jakarta: Al-Itishom Cahaya Umat.

Ishak, A. P., Afifah, R. N., & Kamelia, S. Q. (2021). Strategi Belajar Sambil Bermain Sebagai Metode Pembelajaran Terhadap Anak pada Masa Pandemi di Desa Leuwigoong. Proceedings UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1(87), 137-145.

Bagikan
Post a Comment