f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
tawakal nakes covid-19

Tawakal Mengiringi Ikhtiar: Belajar dari Perjuangan Nakes di Rumah Sakit Melawan COVID-19

Bulan Juli dan Agustus tahun ini menjadi bulan yang tak terlupakan bagi kita semua. Rasa duka karena kepergian orang-orang tercinta akibat COVID-19 masih sangat terasa. Teringat kembali kala itu, saat nama dan foto orang-orang terdekat silih berganti mengisi berita duka cita di grup aplikasi perpesanan di handphone kita.

Masih hangat dalam ingatan, bagaimana raungan sirene saat kita berpapasan dengan ambulans yang lalu-lalang di jalan raya. Masih juga teringat pada berita di televisi dan lini masa media sosial tentang kisah para penggali kubur yang kewalahan karena jumlah kematian yang membludak; dan berita-berita tentang rumah sakit yang kolaps karena banyaknya tenaga kesehatan atau nakes yang tertular COVID-19.

Kini kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia sudah jauh lebih baik. Dari data di COVID-19 dashboard World Health Organization (WHO) dapat kita ketahui jumlah rata-rata kasus baru COVID-19 per hari di Indonesia selama bulan November 2021 sudah berada di bawah 500 kasus, dengan rata-rata angka kematian harian di bawah 15 kasus.

Kondisi ini sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan keadaan di bulan Juli dan Agustus lalu. Saat itu, pertambahan kasus baru di Indonesia bahkan pernah mencapai angka lebih dari 50.000 kasus per hari dengan lebih dari 2.000 kasus kematian harian. Angka tersebut sempat menjadi jumlah pertambahan kasus baru dan kematian harian tertinggi di Indonesia, bahkan yang tertinggi di dunia.

Dengan jumlah pasien yang meningkat drastis saat itu, bisa kita bayangkan betapa beratnya beban kerja nakes baik fisik maupun mental. Nakes harus berjuang sekuat tenaga merawat pasien COVID-19 di rumah sakit; meskipun nyawanya atau mungkin nyawa keluarganya menjadi taruhan bila mereka sampai tertular. Betapa beratnya saat itu mempertahankan rumah sakit sebagai benteng terakhir untuk menyelamatkan nyawa manusia setelah serangkaian upaya pencegahan.

Baca Juga  Apa Itu Herd Immunity?

Meskipun kondisi membaik, kita semua harus tetap waspada karena pandemi belum berakhir. Kita juga harus dapat mengambil hikmah dari kondisi saat itu. Kita, saya pribadi sebagai pengajar mata kuliah Manajemen Sumberdaya Manusia (SDM) rumah sakit dan para pengelola rumah sakit; seharusnya dapat memetik pelajaran khususnya tentang pengelolaan SDM kesehatan dari ikhtiar dan tawakal para nakes saat berjuang melalui masa-masa berat itu.

Perjuangan Para Nakes di Rumah Sakit Melawan Serangan Covid-19

Bagaimana para nakes di rumah sakit bertahan dan berjuang melawan serangan COVID-19 dipelajari oleh dokter Wahyu Febrianto dan kawan-kawan dalam penelitian yang berjudul “How Do Hospital Staffs Cope with Covid-19 at Work? A Phenomenological Study”.

Untuk penelitian tersebut, dokter Wahyu melakukan wawancara dan pengamatan langsung di rumah sakit Bhayangkara Hasta Brata Kota Batu dalam kurun waktu sekitar tiga bulan. Keseharian dokter Wahyu sebagai dokter fungsional di sebuah rumah sakit di Kabupaten Malang yang turut memberikan pelayanan kesehatan saat pandemi, lebih memudahkannya untuk memahami kondisi riil COVID-19 yang terjadi di lapangan.

Hasil wawancara dan pengamatan tersebut sangat menarik. Ketersediaan sumber daya yang nakes butuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya (job resources); yang didukung dengan sumberdaya personal nakes (personal resources) yang membuat para nakes lebih engage (lekat) dalam bekerja. Yang dimaksud sumber daya personal nakes dalam penelitian ini adalah keyakinan diri (self-efficacy), optimisme (optimism), harapan (hope), dan daya lenting (resilience).

Para nakes mewujudkan engagement (keterlekatan) mereka dalam bentuk daya juang dan dedikasi yang tinggi. Mereka bisa melebur dan menjiwai peran mereka sebagai nakes; bahkan pada saat tuntutan pekerjaan (atau job demand) sangat tinggi akibat membludaknya pasien COVID-19. Hasil penelitian tersebut sangat menggambarkan model hubungan yang dikemukakan oleh Bakker dan Demerouti.

Baca Juga  Keberanian Menanggung Risiko

Namun, yang lebih menarik lagi; hasil penelitian tersebut mengungkap kontribusi penting tawakal dalam mengiringi upaya nakes saat melawan COVID-19 di rumah sakit. Nakes yang menjadi responden penelitian merasa bahwa perjuangan mereka melawan COVID-19 merupakan ibadah dan menjadi sarana bagi mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Proses berserah diri inilah yang tampaknya ampuh mendongkrak sumber daya personal para nakes.

Dalam ajaran agama Islam, tawakal berarti berserah diri atas segala keputusan hanya pada Allah SWT. Meskipun demikian, tawakal tidak bisa berarti dengan pasrah tanpa upaya. Dalam konsepnya, tawakal terdiri dari dua fase, yaitu; fase pertama berusaha dan fase kedua berserah diri saat menunggu hasil. Oleh karena itu, tawakal dan ikhtiar merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan.

Memang tidak mengherankan, sesuai dengan keutamaan tawakal, ketika seseorang benar-benar berserah diri dan yakin akan pertolongan Tuhan; maka dia akan merasa lebih tenang dan aman. Lalu, dia akan semakin yakin terhadap kemampuan diri, semakin optimis, tidak putus asa dan merasa selalu mempunyai harapan. Sehingga, dia mampu untuk segera bangkit kembali apabila mengalami tekanan atau keterpurukan.

Dalam sebuah artikel ilmiah, Osman-Gani dan kawan-kawan pernah melakukan sebuah penelitian dengan responden karyawan dengan latar belakang agama yang berbeda-beda. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa religiositas dan spiritualitas merupakan faktor penting untuk meningkatkan kinerja karyawan.

Dengan demikian, tampak bahwa tawakal, selain dukungan dari institusi, dapat menjadi booster dan pelecut sumber daya personal yang menguatkan nakes dalam upaya mereka menjalankan perannya di rumah sakit saat pandemi COVID-19. Secara lebih luas, tampak bahwa membangun spiritualitas di rumah sakit penting dilakukan untuk menciptakan suasana kerja yang lebih suportif dan membangun tenaga kesehatan yang lebih kuat.

Selanjutnya, sudah seharusnya kita terus menggali dan mengambil pelajaran berharga dari pandemi COVID-19 ini. Bukankah kita sebagai manusia senantiasa mendapatkan perintah untuk selalu “membaca” dari segala fenomena yang terjadi?

Bagikan
Post a Comment