f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
khadijah fatimah

Khadijah dan Fatimah sebagai Beyond Gender

Di tengah-tengah budaya jahiliyah Arab yang mendorong manusia kepada arah banal, dangkal dan dekaden perempuan pada masa itu di pandang setengah manusia. Hak-hak perempuan yang menjadi korban kebiri berada pada urutan nomor dua bahkan sukar dan memilukan. Pun hari ini, masih ada beberapa kasus di lapangan perempuan di pandang seonggok manusia tak berguna.

Pandangan Terhadap Perempuan

Bila suami istri hanya diberi kesempatan mempunyai anak satu saja. Besar kemungkinan mereka memilih anak laki-laki. Dan perempuan menjadi pilihan nomor dua. Pada zaman jahiliyah, pembunuhan anak perempuan disebut wa’dul banat; dewasa ini kita menyebutnya aborsi provocatus.

Menurut hasil riset, menggugurkan bayi ketika tahu bahwa bayi tersebut berjenis kelamin perempuan adalah hal wajar di negara-negara Asia. Di negara maju semisal Inggris pun masih melanggengkan budaya ini. Menurut Dr Argent, ada banyak pasien yang secara terang-terangan meminta mengugurkan bayi perempuan karena keinginannya memiliki bayi laki-laki.

Di samping itu, dalam dua dasawarsa terakhir, angka kematian Ibu melahirkan di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu berkisar 300 per 100.000 kelahiran. Melihat angka demikian pemerintah memiliki target menurunkan angka itu menjadi 183 per 100.000 kelahiran pada tahun 2024. Kita bisa saja berasumsi angka tinggi ini hadir ketika anak laki-laki dan perempuan diperlakukan secara berbeda dan hidup di dalam masyarakat yang mendukung perbedaan tersebut.  Sehingga mengakibatkan rasa inferior dan ketidakberdayaan pada perempuan.

Angka kematian ibu yang tinggi terjadi bukan karena tidak adanya rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Tetapi karena tidak adanya penghargaan atas keberadaan perempuan dan kondisi kehamilan. Belum lagi jika menjadi faktor kekerasan rumah tangga perempuan yang memiliki status sosial yang baik pun (terdidik) tetap tidak dapat berfungsi secara sosial dan terus menerus runtuh oleh rasa kesampingkan. Dalam konteks ini, terdapat ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidakadilan. 

Islam Memandang

Bagaimana kita selaku umat Islam memandang fenomena di atas menggunakan perspektif keislaman?

Baca Juga  Kebutuhan Mendesak: Pendidikan Seksualitas bagi Anak

Nabi Muhammad memberikan posisi lebih kepada ibu , derajatnya di tinggikan sebanyak tiga kali dari ayah. Sementara masyarakat awam masih memandang ibu hanya sebagai mesin reproduksi semata. Rasul menjadikan istrinya sebagai mitra sejajar, sementara padangan picik patriarki menjadikanya hanya sebatas alat pemenuhan seks belaka.

Meminjam istilah Jalaluddin Rakhmat di dalam buku Islam Aktual, Nabi menyebut Ibu sebanyak tiga kali setelah itu Ayah. Tetapi itu dunia dalam persepsi Nabi, bukan dunia yang kita huni sekarang. Setiap tahun memperingati hari Ibu, tetapi pelayanan kesehatan dan kesejahteraa Ibu tidak pernah menjadi prioritas.

Untuk ini, saya mengutip perkataan Umar Bin Khattab saat menggambarkan  realitas bejat di zaman jahiliyah Arab dulu : ‘’Demi Allah kami pernah hidup di zaman Jahiliyah di mana para perempuan tidak punya hak apapun. Sehingga Allah memberikan kepada mereka berbagai hak.’’

Islam hadir sebagai jawaban atas kesejangan budaya demikian, memandang perempuan sebagai manusia utuh, dengan hak-hak yang sudah seharusnya. Bahkan memberikan hak-hak perempuan seperti ibadah, mengejar taraf pendidikan, memiliki harta, memilih suami, mengemukakan pendapat dan berjihad.

Sejarah Islam menorehkan tinta emas bahwa dalam waktu yang relatif singkat, perjuangan Rasulullah membuahkan hasil yang masif. Kaum perempuan berhak menyuarakan opini dan keyakinan, boleh untuk mengaktualisasikan karya, serta memiliki harta yang memungkinkan mereka sebagai manusia dan warga negara penuh. Bahkan, tidak sedikit perempuan mendapatkan amanah menjadi pemimpin di lingkungan sukunya.

Sebagai sosok inspiratif, Islam memiliki tokoh perempuan sebagai beyond gender dan semuanya Nabi daulatkan menjadi Ummul Mukminin yang masuk surga. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Pemuka perempuan ahli surga ada empat. Ia adalah Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulallah Saw, Khadijah binti Khawailid dan Asiyah, istri Firaun.” (HR Muslim dan Hakim)

Beyond Gender

Dari keempat tokoh tersebut, ada beberapa nilai kesetaraan yang bisa kita ambil. Di masa penyebaran agama Islam, manusia yang pertama kali ikrar setia dan syahadat adalah seorang perempuan bernama Khadijah. Sebagai pengusaha multinasional hartanya banyak habis untuk perjuangan agama. Saat orang-orang Quraisy mengucilkan keluarga nabi di padang yang tandus dan gersang, Khadijah meninggalkan rumah yang megah tidur di kemah yang sederhana.

Baca Juga  Istilah dan Stigma Perempuan

Kemudian, Khadijah pernah menjadi penyuplai makanan dan  menolong roda perekonomian umat ketika Islam di boikot secara ekonomi dan sosial oleh suku Quraisy. Beliau juga terlibat aktif menjaga misi dan eksistensi agama Islam melalui syiar dakwah. Perempuan semacam Khadijah mampu membagi waktu antara ruang publik dan pekerjaan rumah. Artinya Islam memandang perempuan bisa menjadi mediator konflik, memberikan perlindungan dan suaka politik. perempuan ikut berhijrah, melakukan bai’at, berjihad, dan bermusyawarah. Al-Qur’an mengizinkan perempuan melakukan gerakan oposisi terhadap segala bentuk sistem yang tiranik demi tegaknya keadilan, termasuk keadilan gender.

Selanjutnya Fatimah Az Zahra, beliau orang yang mewarisi kepribadian seperti Maryam binti Imran dan Asiyah istri Firaun. Maryam selalu di sematkan dengan perempuan suci yang rajin beribadah kepada Allah Swt. Dari rahimnya yang suci melahirkan Isa putra Maryam dinobatkan sebagai manusia mulia dunia dan akhirat. Kepribadian seperti Maryam tergambar nyata di dalam diri Fatimah, sepanjang hari Fatimah senantiasa berdzikir, beribadah kepada Allah Swt. sehingga dianugerahi anak-anak yang shaleh shalehah. Anaknya Hasan, husein dijanjikan menjadi penghulu pemuda di surga. (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.) Al Ahzab : 33

Sifatnya yang pemurah membuat Fatimah pernah menahan lapar selama tiga hari karena menyedekahkan makananya untuk anak yatim, para tawanan dan orang miskin. Dalam keadaan papa dan sengsara Fatimah masih sempat memberikan kalung hadiah ibundanya kepada seorang pengemis. Seperti Khadijah, semua yang ada di dalam hidup Fatimah Ia persembahkan bagi agama Islam.

***

Di masa tua, Fatimah memiliki kepribadian seperti Asiyah istri firaun. Dia berdiri tegak mengepalkan tangan dan berteriak menuntut keadilan. Jika Asiyah melawan kepada suaminya yang zalim, Fatimah berdiri menentang kezaliman lawan suaminya. Di dalam buku karangan Muhammad Baqir Shadr mengenai Revolusi Tanah Fatimah Az Zahra : Sejarah Politik Tanah Fadak Warisan Nabi Muhammad Saw, di ceritakan sosok Fatimah berpidato di depan publik dengan berapi-api. Fatimah Az Zahra berkata ‘’ kalian berada di tepian lubang neraka. Seperti minuman bagi orang yang peminum, seperti seekor singa yang lemah bagi orang tamak, seperti api menyulut kekacauan, yang darinya seseorang mengambil sebagianya, dan segera api itu padam dalam waktu singkat. Kalian seperti pinjatkan panjat gunung..’’

Baca Juga  Program KB, Kenapa Harus Perempuan?

Hal ini dijelaskan bahwa sejatinya Fatimah ingin mengatakan, dulu umat Islam sangat mudah bagi romawi untuk digerus tetapi Allah dengan segala pertolonganya segera mengalahkan pasukan adidaya tersebut. Fatimah juga mengatakan mengenai suaminya yang setia dan konsisten bekerja siang dan malam untuk mencapai perintah-perintah Allah. Ali juga orang terdekat rasul, selalu iklas, rajin dan berjuang. Sementara kini justru umantya hidup di dalam kemewahan, kemudahan, dan keamanan,

Sosok Fatimah jika ditinjau dari segi kesetaraan gender, pada masanya sudah masuk dan terlibat dalam peran politik. Peran politiknya dapat kita lihat dari keterlibatan Fatimah dalam proses pengambilan kebijakan publik, proses penyelengaraan negara dan perwakilan politik. Hal ini guna membangun kesejahteraan masyarakat dan kemaslahatan umat manusia.

Melihat rangkaian di atas, akhirnya saya menyimpulkan bahwa Islam dan feminisme dapat kita anggap sebagai bentuk jihad melawan ketidakadilan sosial. Sosok Khadijah dan Fatimah dapat menjadi spririt nilai-nilai keseteraan.

Wallahu a’lam bishawab

Editor : Iefone Shiflana Habiba

Bagikan
Post a Comment