f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
mbah kaji

Kebaikan Hati dan Kisah Hidup Mbah Kaji

Belum genap usia 30 tahun ketika Mbah Kaji harus mengupayakan dirinya menjadi single fighter bagi kelima putra putrinya yang masih usia anak. Ditambah kegetiran luar biasa karena saat itu diapun sedang mengandung anak keenam pada saat penguat hidupnya berpulang.

Bukan berasal dari keluarga berada, begitupun suaminya ketika berpulang. Dia adalah tulang punggung bagi kelima anaknya serta anak keenam yang masih ia kandung. Bukan itu saja, sejak awal, dia berstatus sebagai anak tertua kedua dalam keluarganya sehingga diapun yang menjadi ibu bagi adik-adiknya semenjak orangtuanya meninggal.

Nama asli Mbah Kaji adalah Siti Maemonah dan dia bukan seperti Kartini yang sempat mengenyam bangku sekolah untuk sekadar bisa membaca dan menulis. Dia adalah perempuan buta huruf yang hanya bisa melihat masa depan hidupnya dengan bergerak dan terus bersemangat.

Dia pernah belajar huruf hijaiyah bersama ustad di langgar (musala) kampungnya, makanya membaca Al Qur’an bisa ia lakukan hingga tua. Selebihnya, dia adalah orang yang selalu aktif beribadah, tak pernah benar-benar pensiun bekerja, dan senantiasa menjalankan apa yang kiai sepuhnya pernah wejangkan padanya.

***

Menjelang tidur malam, seringkali dia menceritakan bagaimana upayanya mengais rezeki untuk makan dirinya dan keenam anaknya. Ia bercerita bahwa harus bangun di pagi buta, kemudian membawa gendongan (semacam keranjang anyaman) di punggungnya dengan berisikan empon-emnpon (rempah-rempah) untuk ia bawa ke pasar dengan berjalan kaki.

Sekitar tahun 50-an tentu suasana masih sangat sepi dan jalan-jalan desa di Kabupaten Blitar masih jauh dari terang lampu seperti saat ini. Dia melawati tegalan-tegalan (kebun-kebun) yang panjang dan sangat gelap. Dan, bisa dipastikan dalam suasana seperti itu, hantupun menjadi teman perjalanannya.

Baca Juga  Sosok Sang Teladan, Sayyidah Hajar

Salah satu yang kuingat adalah  medi (hantu) geblek. Aku tidak tahu, apakah nama ini umum pada zaman itu, tapi ia bercerita bahwa bunyinya glebek-glebek pada saat makhluk itu seperti menabrak rerimbunan pring-pringan (kumpulan pohon bambu) atau nggerok pohon besar pada saat Mbah Kaji melakukan perjalanan.

Tentu beragam jenis hantu bukan barang baru baginya, namun hantu yang paling membuatnya takut bukanlah hantu-hantu yang sering bermunculan sepanjang perjalanan rutinnya ke pasar itu. Hantu yang paling mengerikan adalah manusia, katanya.

***

Sampai berpulang pada usia kepala sepuluh, dia tak pernah menikah lagi. Mbah Ahmad Sairin adalah lelaki satu-satunya baginya. Dia berparas cantik khas perempuan Jawa, hidungnya mbangir (mancung), dan berkulit sawo matang. Bukan tak ada yang mendekatinya ketika mendiang suaminya baru berpulang, namun dia ingin mengabdikan diri menjadi ibu sepenuhnya bagi anak-anaknya; dan menjadi kakak yang menuntun adik-adiknya.

***

Para tetangga dan orang-orang yang bekerja padanya memanggil Mbah Kaji, tentunya bukan tanpa alasan. Saat itu dia dan Mbah Ngil (pamannya) adalah dua orang yang pertama kali berani berhaji dengan pesawat tepat setelah peristiwa Kolombo (Desember 1974) terjadi. Hampir tidak ada yang berani pada waktu itu, namun Mbah Kaji dengan tanpa berpikir panjang menerobos ketakutan banyak orang tersebut.

Pada waktu itu, usaha dan kerja kerasnya sudah bisa dilihat. Dia termasuk yang memiliki sawah dan pekarangan luas. Bagi kebanyakan orang di desa, menjual sebagian tanah untuk berhaji hal yang lumrah, namun Mbah Kaji membayar haji hanya dari hasil panenannya bukan menjual aset yang ia miliki.

***

Kesuksesan Mbah Kaji bukan jadi miliknya sendiri, namun jadi bagian yang dapat anak-anak serta adik-adiknya nikmati. Sebut saja Mbah Kalam (adik terkecilnya), termasuk yang beruntung karena Mbah Kaji bimbing dalam mengolah penghasilannya, sehingga memiliki sawah dan kebun yang luas pada usia dewasanya.

Baca Juga  Mengumpulkan Curahan Hati Perempuan Muda

Yang tak pernah ketinggalan adalah sikap perhatiannya pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Dia tak pernah absen dari memberikan zakatnya pada janda dan fakir miskin selepas panen raya sawahnya. Meskipun terlihat tak sebanyak orang lain penguasaan keilmuannya; namun ia terapkan dengan baik apa yang pernah kiai sepuhnya nasehatkan, di sepanjang kehidupannya.

***

Mbah Kaji termasuk pelopor gerakan emansipasi perempuan, khusunya bagiku secara pribadi. Dia sangat mendukungku untuk terus maju bersekolah dan berkarir, meskipun dia tak pernah mengenyam bangku sekolah dasar sekalipun. Dukungannya padaku tanpa batas, bahkan di saat tetangga sekitar lingkungan kami kebanyakan pada waktu itu hanya berpikir untuk bekerja ke luar negeri dan menghasilkan banyak uang selepas lulus SMA.

Dan satu hal yang terus terngiang setiap saat, yaitu bisikannya padaku ketika aku akan berpindah ke Jakartal, “Tak dongakne kowe rino wengi Nduk, ben dadi wong seng panggah nduwe duwet koyo mbah yoo” (Aku do’akan kamu siang malam Nduk (panggilan untuk cucu perempuan), agar jadi orang yang selalu punya uang seperti nenek ya).

Waktu itu aku belum paham dan mengerti dengan baik, kenapa nasihat itu diberikan padaku. Tapi kini aku mendalami maknanya, bahwa yang dimaksud adalah bebas finansial; sehingga akan mudah untuk berbuat baik bagi diri sendiri dan bagi orang lain.

Kini, beliau telah berpulang dan aku belum sempat menciumnya setelah pertemuan kami tahun 2015 lalu. Hatiku berkeyakinan, bahwa Tuhan tak memiliki alasan untuk menempatkannya di tempat lain. Tempat istirahatnya pastilah surga yang mulia di sana.

Hingga kini, akupun belum pernah bilang, kalau aku sayang Mbah Kaji. Tapi, aku yakin, berapapun jauhnya jarak kita waktu itu, kasih sayang dan do’a di antara kita tak pernah pudar. Aku sayang Mbah Kaji. Selamat bersuka cita di surga bersama suami dunia akhiratmu ya mbah.

Bagikan
Comments
  • Mustajib

    Mantap. Naratif dan inspiratif

    Juli 12, 2021
  • Badrus Sholeh

    Sangat inspiratif. Menjadi doa bagi Mbah Kaji Maemonah damai di syurganya. Pelajaran penting bagi perempuan Indonesia. Terus produktif. Ditunggu tulisan berikutnya Bu Anis.

    Juli 12, 2021
Post a Comment