f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
beragama

Beragamalah Secara Rasional, Bukan Doktrin

Beberapa minggu lalu saya mendapat kabar dari salah seorang teman member sanggar senam saya berolah raga, dia menceritakan bahwa salah satu instruktur senam kami tidak lagi mengajar senam seperti biasanya,  Karena dia sudah hijrah; menggunakan cadar dan  menolak memandu senam aerobic dengan iringan musik, apapun jenis musik tidak terkecuali qasidahan, musik padang pasir apa lagi dangdut dan house music.  Karena musik dalam anggapannya membawa mudharat yang bisa melalaikan seseorang, jadi harus ditinggalkan.

Tiba-tiba saya ingat ketika saya menjadi juri sebuah debat yang diadakan oleh sebuah organisasi anak muda di kota saya tinggal. Tema debatnya yang bikin saya prihatin adalah, “Siapa takut menikah muda”. Saya kepo ke panitia kenapa temanya itu; menurut panitia karena mereka ingin melakukan pendidikan bagi anak muda menikah adalah ibadah dan cara meraih surga.

Apakah kedua cara pandang yang melatarbelakangi dua fenomena di atas salah? Tentu tidak tapi kita bisa bertanya apakah cara memahami demikian telah sesuai dengan moralitas ajaran Islam? Apakah cara pandang tersebut sesuai dengan kebutuhan masa kontemporer ini?

Menggantikan pakaian dengan cadar, tidak mendengarkan musik dan menikah muda merupakan fenomena beragama baru  yang saat ini berkembang di kalangan para milenial.  Mayoritas cara pandang tersebut diperoleh melalui pengajaran agama yang juga mengalami digitalisasi. Dulu di era 90an seseorang harus mencari Tengku atau Kiai untuk belajar agama.  Biasanya para guru akan menunjukkan kitab yang dikaji secara bab perbab hingga tuntas. 

*

Di era internet ini semua pelajaran didapat dengan cara mudah. Tinggal mengetik di search engine seperti Google maka semua informasi akan mucul.  Satu sisi ini adalah sebuah perkembangan baru, akses informasi telah terbuka luas. Namun tanpa dibarengi rasa kritis maka seseorang akan menjadi sponge yang menyerap setiap informasi tanpa melakukan klarifikasi apa lagi proses bertanya.

Baca Juga  Islam Mengungkap Masa Depan

Belajar seperti ini adalah model pengajaran agama hanya bersifat monolog dan satu arah. Konsekuensinya pemahaman yang didapat tidak dikonfirmasi kepada guru yang mengajarkan dan memastikan bahwa si murid telah menyerap informasi secara benar. Model belajar mandiri tanpa guru adalah pilihan dan memungkinkan bagi yang sudah memiliki kapasitas daya kritis yang tinggi; namun bagi pemula akhirnya akan menjadi makmum yang patuh.  Padahal kepatuhan beragama harus berdasar pada pemahaman, bukan ikut-ikutan (taqlid)

Contohnya adalah konsep hijjrah. Sebuah kata yang saat ini dipakai untuk menggambarkan kualitas beragama seseorang, “dia sudah hijjrah”. Misalnya seperti cerita tentang instruktur senam saya; itu artinya dia sudah lebih shaleh dan agamis saat ini, meski indikatornya adalah ganti pakaian atau penampilan.

Hijrah bukanlah kata-kata baru bagi masyarakat Islam khususnya di Indonesia. Setiap tahun kita merayakan tahun baru Islam yang kita sebut dengan tahun baru Hijrah atau Hijriyah. Namun konsep hijjrah yang dikaitkan dengan sebuah kesadaran beragama merupakan fenomena kontemporer. 

Maraknya pengajian-pengajian yang mendapatkan ruang di tengah-tengah masyarakat muslim, menjadi oase di tengah berbagai tekanan persoalan sehari-hari.  Di tengah ketidakpastian, kembali kepada agama merupakan satu-satunya jalan yang dianggap sebagai jalan menuju kepada kebahagian sejati.  Saya tidak mengatakan bahwa tindakan ini salah. Namun beragama secara dogmatis dan doktrin justru membuat seseorang beragama secara ikut – ikutan.

*

Kadang saya habis pikir, seseorang yang terlihat sangat rasional tapi ketika masuk dalam ranah agama dia menjadi sangat sami’na wa Atha’na sebuah sikap yang menerima apa saja yang dikatakan guru tanpa perlu mengkritisi apa lagi menolakknya.    Karena agama itu bukan untuk didebatkan tapi untuk dijalankan, habis cerita.  Mungkin dia lupa, banyak sekali ayat di Al-Qur’an terdapat anjuran berpikir dan menggunakan akal pikiran.

Baca Juga  Kekuatan Umat Islam Sebagai Umat Moderat

Akhirnya saya tidak heran, ketika seorang teman yang sudah mengalami KDRT, sudah sangat bertekat bulat untuk menggugat cerai. Namun batal karena mendapat siraman rohani dari guru ngajinya yang menyampaikan hadis bahwa seorang perempuan tidak akan masuk surga jika menceraikan suaminya. 

Beberapa kasus di atas menunjukkan tentang cara pandang agama yang hanya menekankan pada aspek literal, berkutat hanya pada makna teks.  Namun sejatinya makna teks terdapat dalam moralitas teks.  Untuk menemukan makna teks yang sebenarnya seseorang harus membaca latar belakang lahirnya teks (konteks) karena dari situlah ditemukan moralitas sebuah teks.  Moralitas inilah yang harus ditemukan karena di situlah terletak makna teks yang sesungguhnya. 

Katakanlah seperti ISIS, kalau membuka web ISIS kita akan menemukan bahwa ISIS mengutip banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang dipakai untuk melegitimasi bahwa dalam Islam  diizinkan membunuh orang kafir.  Jelas mereka mengutip ayat Al-Qur’an, tapi ayat yang mereka kutip hanya parsial dan berpaku pada teks.

Apakah ayat itu salah? Sebagai muslim saya tidak berani menyebutkan bahwa ayat itu salah.  Ayat itu ada, dan benar.  Tapi yang perlu kita pertanyakan apakah makna teks ayat itu adalah demikian? Kita bisa bertanya lebih dalam bukankah jika Islam mengizinkan membunuh maka sepertinya ayat ini bertentangan dengan mayoritas ayat-ayat yang mengajurkan perdamaian, persaudaraan dan musyawarah?  Namun jika kita memahami secara konteks kita akan faham bahwa ayat tersebut lahir dalam sebuah konteks di mana ketika itu membunuh sesuatu yang normal. Nah…sekarang ini tidak bisa diterima karena bertentangan dengan banyak instrumen hukum.

*

Ayat populer lain yang sering sekali dipakai oleh lawan politik khususnya dalam masa pemilihan pemimpin adalah ayat yang menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan.  Bagi beberapa kelompok ayat ini dipahami sebagai legitimasi bahwa perempuan tidak boleh memimpin karena kepemimpinan adalah hak preogratifnya laki-laki? Padahal kalau dilihat lebih dalam, ayat ini turun dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga, kepemimpinan dalam hal ini adalah kepemimpinan dalam rumah tangga bukan komunitas apalagi negara.

Baca Juga  Rekonstruksi Dinar dan Dirham Sebagai Mata Uang

Bahayanya lagi ayat inilah yang dipakai oleh politikus mengganjal Megawati pada pemilihan presiden tahun 1999.   Saat itu PDIP adalah partai pemenang pemilu yang perolehan suara lebih dari 50 %; harusnya Ibu Mega telah dengan mudah melenggang kangkung menuju kursi presiden. Namun beliau harus menerima kenyataan menjadi wakil presiden karena fatwa MUI bahwa yang menyatakan  perempuan tidak boleh menjadi pemimpin,  Megawati harus ikhlas menerima sebagai wakil presiden dan Gus Dur sebagai presiden, sampai kemudian  Gus Dur mengalami impeachment,  laporan pada sidang istimewanya ditolak DPR, akhirnya Megawati menggantikannya menjadi presiden.

Apa MUI lupa dengan ayat itu dan tidak berlaku lagi? Tentu tidak, muncul fatwa baru bahwa perempuan boleh jadi pemimpin kalau situasi darurat. 

Akhirnya, beragama itu membutuhkan kedewasaan, ditandai dengan semakin tinggi keesadaran beragama maka akan semakin tinggi daya kritisnya.  Karena penggunaan akal adalah salah satu ciri beragama.  Tidak beragama bagi yang tidak berakal.

Bagikan
Comments
  • Hakin

    Narasi yang luar biasa. Bagi sebuah ekspresi wasathiyah beragama

    Juli 8, 2021
  • Yang jadi PR sekarang seberapa banyak orang di gampong-gampong mau ikut ke pengajian yang terkadang seminggu sekali atau dua kali seminggu? Hanya 50 menit bisa belajar agama, bertanya, dan berdiskusi. Sangat sedikit sekali, padahal orang banyak berkecimpung dengan fiqh saja (malah sampai2 berdebat urusan ubudiyah), sementara perkara tauhid sendiri masih antara ya dan tiada.

    Jika ada orang mengklaim diri sudah berhijrah itu pertanda masih perlu banyak mengoreksi diri, atau sebaliknya orang lain yang mengklaim seseorang sudah baik dan alim. Padahal takaran mengklaim itu sendiri masih tanda tanya, tak lain hanya melihat sisi luar saja. Wallahu’alam

    Juli 8, 2021
  • pembahasan yang sangat menarik dan menjadi stimulus untuk mempelajari agama secara mendasar dan mendalam.

    November 3, 2023
Post a Comment