f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
anak

Anak Salehah Sebagai Penyejuk Hati

Mempunyai anak saleh dan salehah merupakan impian para orang tua. Setiap orang tua memiliki cara sendiri untuk mendidik anaknya menjadi anak saleh dan salehah sesuai dengan harapan. Bahkan ada yang memasukkan anaknya ke pesantren atau  sekolah yang menanamkan nilai agama lebih dalam, agar anak tumbuh di lingkungan yang baik.

Terlepas dari hal itu, sebetulnya para orang tua bisa juga menjadi jembatan pertama sebagai madrasah terbaik untuk anak–anaknya ketika di rumah. Pondasi ini bisa kita bangun mulai dari anak usia 2 tahun.

Orang tua bisa memulai dengan memberi contoh dari hal yang kecil, misalnya ketika orang tua menginginkan anak bisa mempraktikkan salat sejak dini tanpa harus disuruh – suruh, maka kita sebagai orang tua harus memberi contoh konkrit kepada anak.

Ketika kita akan salat, dan anak sedang bermain, kita cukup bilang kepada mereka, “Nak, Mama salat dulu ya.” Otomatis anak akan melihat dan menghampiri kita. Anak–anak kadang menunjukkan hal yang tak wajar ketika kita sedang salat. Misalnya menarik–narik mukena, memukul–mukul punggung ketika rukuk, dan banyak lainnya. Tak mengapa, karena itu merupakan proses anak mengenal gerakan salat.

***

Hindari memarahi anak ketika salat kita merasa terganggu dengan sikap mereka, karena mereka masih belum memahami. Tugas kita sebagai orang tua adalah memberi contoh yang baik dengan penuh kesabaran, agar Allah selalu memberi kemudahan pada kita untuk mendidiknya.

Saya sudah mempraktikkan hal itu dan hasilnya sangat menakjubkan, bahkan di luar dugaan. Ketika kita sudah niat ingin mencetak anak–anak menjadi saleh dan salehah dengan penuh kesabaran, Allah selalu menunjukkan jalan kemudahan, seperti pengalaman saya mendidik anak pertama.

Baca Juga  Tantangan Anak: Mengikuti Orang Tua yang Hidup Berpindah-pindah

Misha, anak pertama saya usia 4 tahun 8 bulan, mempunyai dua adik yang masih kecil. Adik pertama usia 3 tahun, dan adik kedua usia 1 tahun 6 bulan.  Keberadaannya sebagai anak pertama, kerap kali menjadikannya sosok seorang kakak yang penuh tanggung jawab.

Awalnya Misha menganggap bahwa kasih sayang mama dan papanya terbagi dengan kehadiran dua adik sekaligus di usia golden age Misha dan memaksanya untuk belajar mandiri sejak dini. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saya memberi pengertian, tanpa mengurangi kasih sayang dan perhatian yang saya berikan untuk Misha. Sampai akhirnya, dia mengerti posisinya sebagai kakak yang punya tanggung jawab untuk memberi contoh baik kepada adik-adiknya.

***

Suatu hari, setelah saya salat maghrib, Misha menangis di dekat pintu kamar. Saya bertanya kepadanya kenapa menangis, lalu ia menjawab dengan nada kesal.

“Mama, kenapa salat sendiri? Kakak ingin salat bersama mama.”

Sejak kejadian itu, setiap kali akan salat, saya selalu memberitahu Misha agar dia bisa ikut salat bersama. Sampai akhirnya, hal itu menjadi sebuah kebiasaan dia sampai saat ini.

Tak hanya itu, Misha kerap menbuat saya terharu, saat sepertiga malam saya bangun untuk mengambil air wudhu, saya kaget tiba-tiba ada Misha berdiri tegak di belakang dengan badan mungilnya dan matanya masih terlihat sayup.

Saya memeluknya dengan penuh kehangatan, dan terdengar bisikan lirih dari mulutnya. “Ma, Kakak boleh ikut salat tahajud bersama mama?”. Seketika hati saya meleleh, dan tanpa pikir panjang, saya bergegas dan mengajaknya untuk salat tahajud.

Tak disangka, setelah selesai salat tahajud, Misha berceloteh dengan kepolosoannya. “Ma, kakak ingin menjadi anak baik, agar disayang Allah, dan kakak ingin salat agar dapat pahala”.

***

Cara saya mendidik anak dengan memberi contoh konkret kepada anak, bukan hanya terkait  salat saja. Banyak hal lain yang saya lakukan, seperti saat merapihkan tempat tidur, mencuci piring, dan merapihkan mainan setelah anak–anak selesai bermain.

Baca Juga  Membentuk Self Awareness pada Anak

Saat akan melakukan hal di atas, saya selalu bilang kepada anak–anak, agar mereka mengetahui dan merekam apa yang saya lakukan. Dengan harapan mereka akan mempraktikkan hal yang sama saat mereka sudah dewasa tanpa harus disuruh–suruh.

Pada kenyataannya, hal yang saya alami justru jauh dari dugaan. Karena anak pertama saya bisa mencontohkan dan mempraktikkan itu semua sebelum usianya dewasa tanpa saya suruh.

Misha sering memberi kejutan yang tak pernah saya duga. Seperti, ketika asisten rumah tangga sedang pulang kampung, di tengah – tengah kesibukan saya mengerjakan pekerjaan rumah, tiba–tiba Misha mengatakan:

“Mama, kakak bantu mama menyelesaikan pekerjaan rumah ya, seperti cuci piring, merapihkan tempat tidur, menyapu ruang tamu, dan merapihkan mainan.” 

***

Awalnya saya menolak, karena khawatir terlalu memforsir Misha. Saya menyadari, anak seusianya masih senang bermain. Namun, Misha menangis kesal dan memaksa untuk ikut membantu  menyelesaikan pekerjaan rumah. Saya hanya bisa memberi nasihat kepada Misha, “Jika sudah capek, jangan memaksakan diri dan harus segera istirahat.”

Keesokan harinya, sebelum Misha bangun, saya berniat untuk menyelesaikan pekerjaan rumah sendiri, agar Misha istirahat. Namun, saat saya sedang mencuci piring, Misha sudah berdiri di samping saya dan berkata :

“Ma, kakak ingin mama bahagia, nggak mau lihat mama cape sendirian, kakak bantu cuci piring ya ma, kakak mohon.”

Sudah kesekian kalinya saya terharu dengan sikapnya, hati mendadak gemetar, tak percaya dengan apa yang Misha ungkapkan. Saya selalu memeluk dan mengusap kepalanya setiap kali terharu, dan membisikkan di telinganya dengan kalimat positif. “Anak salehah, terima kasih ya sayang”.

Sebagai ibu, saya tak lupa selalu mengucapkan kata “terima kasih” kepada Misha ketika dia membantu saya dalam hal apa pun. Kalimat tersebut rupanya membuat dia merasa dihargai dan disayangi.

Baca Juga  Efektifkah Penerapan Pola Asuh Macan pada Anak?
***

Sebagai orang tua, dalam hal mendidik anak-anak, saya tak banyak menekan dan memaksa anak untuk melakukan banyak hal. Saya hanya mencontohkan sikap baik kepada Misha dan selalu memberi nasihat bahwa dia anak pertama, yang punya tanggung jawab untuk bisa mengayomi dan memberi contoh baik kepada adik-adiknya.

Selain memberi contoh konkret kepada anak–anak, saya mendidiknya dengan penuh kelembutan. Jika sikap kekanak-kanakannya sedang muncul, misalnya sedang rewel seperti anak seusianya, saya hanya bisa memberi pengertian sambil memeluknya. Karena pelukan bisa membuat jiwa anak tenang dan merasa dilindungi. Saya mempunyai prinsip sendiri dalam mendidik anak, yaitu :

“Mendidik anak dengan tegas bukan berarti harus keras, dan mengajarkan anak disiplin bukan berati harus kejam.

Hal itu yang saya lakukan untuk mendidik Misha dan adik–adiknya sampai saat ini.

Bagikan
Post a Comment