f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
sedih

Luruskan Niat, Mengembalikan Fokus pada Tujuan

Kemarin, suami saya telah berjanji untuk membelikan satu set alat tulis yang baru buat Feren, anak bungsu kami. Maka jadilah malam ini kami meluncur ke kota dengan tujuan memenuhi janji tersebut. Tetapi, karena masih dalam masa pandemi, saya hanya pergi berdua bersama suami, dan anak-anak di rumah saja agar aman. Ya, itung-itung mengenang kembali masa pacaran dulu.

Setelah beberapa saat di jalan, saya meminta suami untuk berbelok dulu ke sebuah toko serba ada. Dari raut wajahnya sudah terbaca kalau dia heran dengan permintaan saya “Coba liat-liat di toko ini dulu, Pa. Siapa tahu ada alat tulis yang bagus.“ kata saya meyakinkannya. Dengan terpaksa suami saya pun menuruti permintaan istrinya “Kamu yakin, Ma? Yang ada ntar kamu gak jadi beli alat tulis disini, pasti kepincut dengan hal-hal lain.“ katanya masih dengan mode waspada.

Dan benar apa kata suami saya, setelah hampir 45 menit di toko tersebut, saya belum juga mendapatkan alat tulis untuk Feren. Sebaliknya saya malah mengambil beberapa pernak-pernik rumah dan peralatan makan yang menurut saya unik. Naluri belanja saya meronta-ronta dan fokus saya terpecah ketika melihat deretan benda cantik di rak-rak pajang. Niat awal mencari alat tulis jadi ambyar di sini.

Pada akhirnya kami menghabiskan waktu lebih dari 2 jam berkeliling, malam itu. Memang di penghujung perburuan, alat tulis untuk Feren berhasil kami dapatkan, meskipun tidak di toko pertama yang kami kunjungi, melainkan di toko buku dan alat tulis yang sebenarnya menjadi tujuan awal kami keluar rumah.

***

Idealnya, ketika saya meniatkan untuk mencari alat tulis, arah perjalanan saya adalah ke toko alat tulis. Tetapi sedikit keinginan lain telah membuat perjalanan saya melenceng dari fokus tujuan awal. Meskipun saya memahami adanya risiko tersebut, tetapi ada keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih. Pada akhirnya, ketidak fokusan ini membuat perjalanan yang saya tempuh untuk mencapai tujuan awal memerlukan waktu lebih lama dari yang seharusnya. Ada rasa sesal karena telah membuang waktu untuk hal-hal yang sebenarnya tidak menjadi tujuan utama.

Baca Juga  Bangkitlah‌ ‌Gerakan‌ ‌literasi‌ ‌Mahasiswa

Saya jadi merenungkan kembali perjalanan menulis saya satu bulan terakhir ini. Setelah beberapa tulisan saya tayang di Rahma.id (thanks a lot Rahma.id), beranda facebook saya semakin ramai dengan berbagai postingan yang sebagian besar adalah tulisan-tulisan dari beberapa teman penulis yang tayang di berbagai media online terkenal. Banyak tulisan bagus yang membuat saya iri dan tertarik untuk bisa membuat jenis tulisan yang sama. Saya pun ingin memiliki banyak tulisan yang bisa menembus berbagai media terkenal tersebut.

Akhirnya saya mencoba untuk menulis berdasarkan kriteria-kriteria yang sesuai untuk media-media yang saya tuju. Tak lupa saya menggantungkan harapan besar untuk bisa tayang. Tetapi apa yang saya lakukan ternyata membuat saya lelah sendiri. Memaksa diri menulis sesuatu yang bukan “saya” dan dengan tema yang dipaksakan ternyata tidak mudah.

Pada akhirnya malah membuat saya stuck, bosan dan merasa rendah diri karena tidak bisa seperti teman-teman penulis yang lain. Padahal seharusnya saya juga harus sadar bahwa starting point masing-masing penulis berbeda, jadi tak mungkin memiliki pencapaian yang sama meskipun rentang waktu dalam menggeluti dunia penulisan sama. Saya pun harusnya menyadari juga bahwa gaya dan karakter setiap penulis adalah berbeda, jadi tak mungkin memaksa diri untuk seperti orang lain.

***

Awalnya, saya menulis karena memang mencintai segala hal tentang penulisan. Menulis adalah sebuah terapi pencerahan dan pembersihan diri buat saya. Saya niatkan menulis untuk mengeluarkan isi kepala dan segala uneg-uneg yang mengganjal di benak saya. Tanpa ada keinginan untuk dikenal banyak orang, bahkan gambaran menjadi celebrity writer pun tak ada. Saya juga tidak menargetkan akan banyak orang yang membaca tulisan saya. Buat saya, cukuplah dengan adanya rasa menyenangkan saat menulis. Segala ide mengalir dengan ringan dan tanpa beban.

Baca Juga  Mengurai Akar Konflik-Konflik Sosial dalam Grup Whatsapp

Tetapi, ketika fokus menulis saya melenceng dari niat awal, terasa ada banyak beban yang harus saya tanggung. Beban untuk menyesuaikan tema, membuat saya memaksa otak untuk mencari ide, bukan membiarkannya bebas mengeksekusi ide dan feel yang tiba-tiba datang. Beban untuk membuat tipe tulisan yang sesuai dengan media tujuan, membuat saya membuang waktu berlama-lama di editing tulisan, sehingga beberapa tulisan malah mangkrak, bahkan tidak menjadi apapun.

Rasanya wajar sebagai manusia yang memiliki keinginan untuk bisa seperti orang lain yang “melebihi” kita. Wajar pula jika ada keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari pencapaian kita selama ini. Tetapi, untuk mencapai sesuatu yang lebih pun memerlukan effort yang lebih juga. Semua kembali pada kita sendiri sebagai penentu keputusan untuk diri sendiri.

Meluruskan niat ternyata sangat penting untuk kembali pada tujuan awal dari segala sesuatu yang sedang kita kerjakan. Dan dengan terbitnya tulisan ini, saya nyatakan selamat datang untuk diri saya sendiri. Senang rasanya telah kembali pada jati diri saya.

*) Dinul Qoyimah

Bagikan
Post a Comment