f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
tan

Tan Malaka, Pahlawan Nasional yang Tidak Diperlakukan Secara Adil

Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau Tan Malaka merupakan salah satu tokoh yang memiliki andil dalam kemerdekaan Indonesia. Semangat juang, gagasan dan pimikirannya ikut mewarnai gerakan perjuangan Indonesia.

Bahkan, di salah satu buku yang ia tulis dengan judul Naar de Republik Indonesia; ia mampu memberikan inspirasi bagi Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, dan tokoh lainnya dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.

Oleh karena besarnya jasa Tan Malaka inilah, Ir. Soekarno menetapkan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional pada 23 Maret 1963 dengan Keputusan Presiden No. 53 tahun 1963.

Meski secara resmi telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, namun namanya agaknya kurang populer dan jarang diperbincangkan dalam pembelajaran bangku sekolah. Nama Tan Malaka tidak ada pada teks buku pelajaran. Walhasil, banyak masyarakat yang kurang mengetahui tentang sosoknya, kisah hidup dan perjuangan yang telah ia lakukan untuk bangsa ini.

Stigma Atas Tan Malaka

Asal-muasalnya adalah adanya stigmatisasi buruk tentang Tan Malaka dan hubungannya dengan komunisme. Tan Malaka ia pernah terlibat dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan jaringan komunisme. Ia juga tercatat sebagai pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga menjabat sebagai wakil komintern untuk wilayah Asia Tenggara.

Puncaknya yaitu sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Anhar Gonggong, yang dikutip dari Tempo.co, penyebab bahwa Tan Malaka kurang dikenal karena kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto. Sosok dan jejak pemikiran Tan Malaka dengan sengaja dihapus dari buku sejarah sekolah.

Buku-buku yang ia tulis dan pemikiran-pemikiran tentang dirinya juga dilarang beredar. Berikut juga penelitian ilmiah tentang dirinya juga selalu dihalang-halangi. Dalihnya adalah Tan Malaka dianggap sebagai antek komunis.

Namun, jika dihubung-hubungkan dengan PKI dan komunis, Tan Malaka justru sering kali dimusuhi dan tidak disukai oleh orang-orang yang ada di PKI. Pemikiran-pemikiran Tan Malaka terkait komunisme cenderung berbeda dan bersebrangan dengan kebanyakan orang yang menganut paham tersebut.

Baca Juga  HR Rasuna Said: Seorang Perempuan yang (ber)Politik

Seperti misalnya, ketika ia melakukan penolakan terhadap rencana pemberontakan tahun 1926-1927 pada pemerintah Belanda; cara yang ia lakukan yakni dengan pemogokan-pemogokan hingga aksi senjata. Ia beralasan bahwa rencana pemberontakan tersebut masih belum matang dan PKI sendiri belum siap. Yang jika dipaksakan, maka akan merugikan pergerakan yang ada di Indonesia.

Namun, pemberontakan tersebut tetap digulirkan. Dan hasil dari pemberontakan yang terjadi di Banten pada tahun 1926 dan Sumatera Barat pada tahun 1927 gagal total. Hal ini sesuai dengan apa yang Tan Malaka prediksi, bahwa pemberontakan tersebut belum terencana dan terkoordinasikan dengan matang. Akibatnya banyak tokoh PKI yang ditangkap, diasingkan hinggadivonis mati. Dan pergerakan menjadi semakin sulit karena pemerintah Belanda terus mengawasi kegiatan politik dan aktivisme di masyarakat.

Ketidaksesuaian Fakta

Tidak hanya itu, seperti yang dilansir dari Tirto.id, Ben Ibratama, pendiri Tan Malaka Institute, mengatakan bahwa Tan Malaka menganggap gerakan “komunis adalah alat, bukan tujuan” (negara komunis). Komunisme menurutnya juga bukan hanya sebagai sekadar alat, tetapi sebagai model perjuangan bersama kelas tertindas.

Moh. Hatta juga pernah mengatakan di dalam memoarnya, bahwa Tan Malaka menginginkan “negara yang berlaku dasar sama rata sama rasa, berlaku demokrasi sepenuhnya”. Ia tidak menginginkan model komunisme “diktatoriat orang-seorang” seperti model Stalin. Komunisme di bawah Stalin, terjadi proses perbudakan yang dilakukan olehnya, dan rakyat yang dipimpinnya, diperlakukan seperti budak. Hal inilah yang perbedaan pandangan antara Tan Malaka dengan Stalin.

Keterlibatan Tan Malaka dalam paham komunisme yang ia gunakan sebagai alat perjuangan, mengakibatkan banyak pihak yang memberikan stereotip bahwa ia seorang yang atheis; sekaligus anti-Islam. Tuduhan yang asal dan serampangan tersebut mengakibatkan sikap yang tidak adil kepadanya. Padahal kalau kita telaah lebih mendalam, Tan Malaka adalah seseorang yang mengakui adanya Allah Swt.

Baca Juga  Menjadi Pahlawan bagi Diri Sendiri

Dalam bukunya, Islam dalam Tinjauan Madilog, Tan Malaka mengatakan bahwa ia adalah lahir dari keluarga Islam yang taat. Bapak dan ibunya sangat rajin dalam menjalankan perintah-perintah agama dan sangat takut kepada Allah. Sewaktu masih kecil, ia telah mampu menafsirkan Al-Qur’an dan menjadi guru muda.

Setelah dewasa, Tan Malaka mengaku bahwa ia tidak lagi melanjutkan mempelajari bahasa Arab yang ia pelajari sewaktu dahuludi Surau. Tetapi, ketika Tan Malaka semasa bersekolah di Belanda, ia tetap mempelajari hal yang berhubungan dengan Islam dengan cara membeli berjilid-jilid buku sejarah Islam dan Arab.

Alhasil, ia menemukan kesimpulan sejarah perjalan Islam dari perspektif keadaan masyarakat, politik, ekonomi, dan perkembangan teknik masyarakat Arab, mulai dari masa sebelum, ketika dan sesudah Nabi Muhammad Saw mengembangkan Agama Islam.

Tan Malaka dan Ajaran Islam

Tan Malaka juga menyatakan dan mengakui, bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang paling rasional, revolusioner, dan menegakkan persamaan atas hak manusia.

Terkait pandangan Tan Malaka terhadap ajaran Islam, Harry A Poeze – seseorang yang meneliti Tan Malaka selama kurang lebih 40 tahun; mengatakan bahwa Tan Malaka mengakui dirinya sebagai orang Islam. Juga menganggap juga bahwa Islam adalah ajaran yang punya kodrat revolusioner; yang dapat menjadi rujukan dalam mendirikan negara Republik Indonesia yang sosialis. Sehingga, perlunya dukungan dan bantuan orang Islam dalam pembentukan negara Republik Indonesia.

Semasa hidupnya, Tan Malaka hidup berkelana dari satu negara ke negara lain dengan menggunakan identitas berbeda-beda, seperti Tiongkok, Filipina, dan negara-negara lainnya, demi menghindar dari kejaran aparat kolonial.

Kemudian, pada tahun 1942, Tan Malaka kembali ke Indonesia untuk melanjutkan kembali apa yang menjadi cita-citanya selama ini. Seperti memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan keadilan kesetaraan rakyatnya.

Baca Juga  Kartini: Dari Feminisme, Kemanusiaan, Kebudayaan, Hingga Pendidikan
Akhir Gerakan Tan Malaka

Pasca kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka masih aktif dan ikut serta terlibat dalam gerakan dan kritik sosial. Pada saat itu ia cukup berpengaruh dan mempunyai banyak pengikut, meski tak punya kekuasaan di pemerintahan. Hal tersebutlah yang membuat pemerintah Indonesia gusar.

Hingga pada akhir pergerakannya, ia dibunuh oleh orang sebangsanya sendiri. Ia dibunuh pada masa-masa setelah kemerdekaan, yang ia sendiri ikut memperjuangkan kemerdekaan tersebut.

Tan Malaka tewas ditembak oleh pasukan militer Indonesia tanpa pengadilan di Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, pada 21 Februari 1949. Tan Malaka dibunuh karena perlawanannya yang masif dan konsisten terhadap pemerintah Indonesia yang bersikap moderat dan penuh kompromi terhadap Belanda. Ia tewas dalam masa perjuangan menggapai cita-citanya untuk kemerdekaan 100% bangsanya.

Pria yang lahir di Sumatera Barat tersebut, tidak pernah diberikan keadilan mulai dari pikiran sampai dengan perbuatan. Stigma buruk yang disematkan kepadanya, mengakibatkan dirinya kurang dihargai oleh bangsanya sendiri. Padahal, seluruh hidupnya ia korbankan dan berikan kepada bangsa ini.

Semoga generasi sekarang ini bisa terus mengenal dirinya dan mempelajari pemikirannya, agar semangat perjuangannya bisa ditularkan oleh generasi sekarang ini.

Bagikan
Comments
  • sifat

    Tak perlu terkenal oleh penduduk bumi.
    cukup
    Cukup terkenal oleh penduduk langit.

    Januari 22, 2021
Post a Comment