f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
muktamar nasyiatul aisyiyah

Yang Muktamar XIV Nasyiatul Aisyiyah Harus Serius Membahasnya

Setelah Muhammadiyah amat sukses menyelenggarakan Muktamar ke-48 pertengahan November lalu, 2-4 Desember ini giliran Nasyiatul Aisyiyah—organisasi putrinya yang menggelar Muktamar. Bandung dipilih sebagai tuan rumah penyelenggaraannya. Muktamar dari periode perpanjangan (2016-2022) sebab pandemi ini mengambil tema “Memajukan Perempuan, Menguatkan Peradaban”.

Sebagai organisasi dengan jargon perempuan muda berkemajuan, Muktamar XIV ini diselenggarakan hybrid—mengingat masa pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berlalu. Pleno penyampaian laporan pertanggungjawaban berikut tanggapan dari pimpinan wilayah se-Indonesia telah diselenggarakan via daring sebelum Muktamar luring resmi dibuka. Sehingga—meminjam istilah Prof. Abdul Mu’ti, Sekum PP Muhammadiyah: ini adalah Muktamar jama’ qashar. Penyelenggaraannya memang “hanya” 2 hari, tapi pahalanya insyaallah sama dengan yang 4 hari.

Sebagaimana tradisi yang sudah sejak lama dipegang oleh keluarga besar Muhammadiyah, materi permusyawaratan dikirimkan kepada peserta sejak jauh hari. Begitu pula materi Muktamar XIV ini. Para peserta telah membaca materi untuk diteliti dan dikritisi sejak Muktamar belum dibuka.

Materi setebal 76 halaman ini dibuka dengan mukadimah, lalu paparan capaian Nasyiatul Aisyiyah dari masa ke masa pada bagian kedua. Selanjutnya berturut-turut menarasikan kerangka kebijakan jangka panjang, analisis SWOT, isu strategis, peta jalan 2020-2034, arah kebijakan program 2022-2026, pengorganisasian dan pelaksanaan program, serta matriks program 2022-2026. Pada bagian akhir, memuat rekomendaasi dan hasil pencermatan terhadap anggaran dasar hasil Tanwir Banjarmasin—yang hanya akan disahkan pada forum Muktamar nanti.

Secara umum, sebagai organisasi yang sudah mapan—tahun ini Nasyiatul Aisyiyah telah berusia 94 tahun, muatan materi Muktamar XIV sungguh berbobot dan menunjukkan kelas Nasyiatul Aisyiyah sebagai organisasi berpengalaman sekaligus memiliki visi jauh ke depan. Akan tetapi, rasanya masih ada beberapa hal, yang menurut hemat penulis, perlu dibahas lebih serius pada forum Muktamar. Apa saja itu?

Baca Juga  Childfree dalam Dualitas Struktur-Agensi

Pertama, gerakan advokasi terhadap perempuan dan anak korban kekerasan belum masuk menjadi arah kebijakan. Padahal, core gerakan Nasyiatul Aisyiyah salah satunya adalah ramah perempuan dan anak. Komnas Perempuan menyatakan, 3.014 aduan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terjadi sepanjang Januari hingga November 2022—hal ini termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik dan 899 kasus di ranah personal.

Selama ini, nasyiatul Aisyiyah sungguh telah banyak berbuat untuk gerakan advokasi terhadap perempuan dan anak, akan tetapi, memperhatikan data di atas, model gerakan advokasi ini rasanya perlu lebih digencarkan sekaligus diperbarui. Nasyiatul Aisyiyah, misalnya, dapat menyusun narasi gerakan zakat untuk korban kekerasan te rhadap perempuan dan anak. Untuk mengeksekusi program ini, membangun sinergi dengan Lazismu di setiap level pimpinan Persyarikatan merupakan pilihan yang mujarab. Mengenai hal ini, Jawa Timur telah memulainya.

Kedua, Nasyiatul Aisyiyah perlu memperhatikan kebutuhan “mubalighat digital”. Mengapa secara spesifik harus “digital”? We Are Social mencatat, pengguna internet Indonesia pada Januari 2022 telah menyentuh angka 205 juta jiwa. Itu berarti, 73,7% populasi indonesia berhubungan dengan internet. Sebelumnya, 2021 mencatat 203 juta pengguna, lalu 198 juta pada 2020. Melihat trennya, tidak mustahil pada waktu-waktu yang akan datang akan terus terjadi kenaikan.

Dari 205 juta jiwa pengguna internet pada 2022, 191 juta diantaranya merupakan pengguna media sosial dengan rincian 88,7% pengguna WhatsApp, kemudian Instagram dan Facebook masing-masing 84,8% dan 81,3%. Adapun, penghuni TikTok dan Telegram berturut-turut 63,1% dan 62,8%. Media sosial kini kian padat penghuni, artinya, lahan dakwah harus semakin serius melebar ke sana.

Jika media sosial diperlakukan sebagai fenomena, maka penetrasi gerakan dakwah Nasyiatul Aisyiyah harus mulai dipikirkan secara terstruktur dan rapi. Ber-shafshaf. Akan ada banyak tantangan dakwah digital di depan mata. Terutama sebab kita—diakui atau tidak, sudah cukup tertinggal oleh saudara sebelah. Cobalah tanyakan kepada internet perihal agama, maka yang muncul dan menonjol adalah yang bersumber dari kelompok di luar kita. Hal ini sudah menjadi kegelisahan kolektif di Muhammadiyah. Bila perlu, Nasyiatul Aisyiyah mendesain secara khusus untuk lahirnya “influencer” dakwah.

Baca Juga  Pandemi dan Metode Unggul Belajar Siswa

Ketiga, perlunya mengkaji ulang Sistem Perkaderan Nasyiatul Aisyiyah (SPNA). Sudah saatnya SPNA diperbarui. SPNA yang sekarang ini belum cukup menjawab tantangan perkaderan era disrupsi. Misalnya, saat pandemi kemarin, ternyata kegiatan perkaderan berbasis digital dapat diselenggarakan. Gambaran Nasyiatul Aisyiyah sebagai organisasi modern akan tampak pada model gerakan kaderisasinya. Maka, revisi terhadap SPNA yang peka zaman mendesak untuk dilakukan.

Keempat, Nasyiatul Aisyiyah perlu membangun sebanyak mungkin sinergisitas pemberdayaan masyarakat. Sebagai gerakan sosial, Nasyiatul Aisyiyah perlu lebih strategis lagi melakukan kerja-kerja perberdayaan dengan melibatkan banyak pihak—terutama kampus. Nasyiatul Aisyiyah dapat membangun kerja sama dengan perguruan tinggi Muhammadiyah dengan memanfaatkan program pengabdian kepada masyarakat (Abdimas) untuk memberdayakan masyarakat dengan bersinggungan secara langsung dan terprogram.

Hal ini dapat juga dipandang sebagai bagian dari upaya membangun hubungan simbiosis mutualisme antara organisasi otonom Muhammadiyah dengan perguruan tinggi Muhammadiyah. Nasyiatul Aisyiyah akan mendapat manfaat program, sementara kampus mudah memperoleh mitra pelaksanaan program. Klop.

Selamat bermuktamar!

Bagikan
Post a Comment