Site icon Inspirasi Muslimah

Warung Kopi, Gadis Penyendiri, dan Luka Bully

bully

Meninggalkan dan mengasingkan teman seorang diri ini termasuk perilaku bullying atau tidak? Hal yang banyak disorot terkait pembullyan lebih sering pada perilaku kekerasan. Namun, apakah lupa bahwasanya bullying tidak hanya fisik. Bullying secara psikis ini menjadi pintu gerbang dari bullying lainnya.

Bahkan, hal ini jauh lebih menyakitkan bagi korban. Tidak mampu dilaporkan pada pihak yang berwajib. Hanya bisa didiamkan. Jika mengadu hanya membuat diri terlihat semakin cupu.

Gadis Penyendiri

Saya greget menuliskan topik ini, sebab gelisahan lama yang muncul kembali. Pemicunya ketika saya duduk di warung kopi di kota kelahiran. Memasuki semester tua, mengharuskan saya untuk kembali dari perantauan karena di samping mengerjakan skripsi, alhamdulillah saya sudah dapat pekerjaan.

Warung kopi ini termasuk baru dan bertepatan di tengah kota, yaa karena di sini bukan kawasan kampus jadi pengunjungnya bermacam-macam. Hal yang menarik perhatian saya ialah pengunjung yang berusia kisaran siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Bukan berniat menguping, namun riuh-renyahnya sampai di telinga saya. Mereka merupakan siswa sekolah favorite di kota ini. Terpantau sedang mengerjakan tugas kelompok. Para siswa yang saking banyaknya lalu terkelompok menjadi beberapa meja. Sungguh sangat mengasyikan sekali. Kecuali, tidak bagi seorang gadis kecil berkacamata yang duduk sendirian di salah satu meja. Yaps, jatuhnya si anak perempuan itu ditinggalkan teman-temannya.

Oke kita dudukann permasalahannya sekarang, karena sudah banyak tulisan yang menyudutkan para pembully. Menyalahkan para pembully akan tingkahnya yang tidak menyenangkan hati. Mulai dari membedakan teman, meninggalkan seorang teman seorang diri, membanjiri dengan hinaan bahkan kekerasan fisik.

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin menyalahkan pelaku bullying. Sudah banyak tulisan yang beredar mengenai pembelaan pada korban bullying. Saya tidak ingin membelanya, karena saya tidak ingin menganggungkan kelemahan yang justru membuatnya nampak tidak berdaya. Hanya menunggu belas kasihan orang sekitar yang peduli. Padahal tidak setiap orang mengerti bahkan peduli pada korban bullying.

Tulisan ini, berniat ingin mengajak semua khalayak yang merasa terbully untuk bangkit menghadapi kenyataan mulai dari diri sendiri. Membuka mata dan tidak mengagungkan sentimental hati. Mengajak menyembuhkan diri sendiri dan berusaha juga untuk berbaik sangka dan memakai hati sebagaimana yang tuhan kehendaki.

Jeritan Hati Korban Bully

Tatapan sedih dan tak berani, merasa tidak pantas untuk mencicipi kehangatan yang ada di dunia ini. Jangankan bercengkerama ria, menyapapun seakan lidah kelu dan keluarnya pun nampak tidak tulus dan kaku. Dunia seakan penuh kebencian dan tidak ada kebaikan yang sama sekali. Menutup mata mungkin ini jauh lebih menenangkan seraya berniat tidak terlibat berbagai kejahatan di dunia.

Keterasingan dan kesepian di antara keramaian. Merasakan perbedaan dengan dunia sekitar. Merasa ada tembok tebal yang membuat diri ini tidak nampak di pelupuk mata setiap orang. Menghindari segala pertemuan yang menyakiti hati itulah jalan yang kutempuh.

Tidak punya banyak teman adalah kesengsaraan yang kurasakan. Ada sebenarnya beberapa namun selalu ada bayangan hitam yang membuatku merasa tidak aman. Alhasil, kehangatan dan kedekatan antara kita pun juga tidak dapat terjalankan.

Entahlah, teman-teman bahkan orang sekitar menganggapku bagaimana. Perbedaan yang menjadi kesenjangan ini sebenarnya aku yang membuatnya sendiri. Menganggap segala hal yang berada di sekitar jahat yang diselubungi bayangan gelap. Meskipun, sebenarnya jikalau boleh objektif dalam memandang ada semburat kebaikan yang bersinar.

Akan tetapi kekhawatiranku yang berlebihan melewatkan segala kebaikan. Mataku terpejam karena ketakutan yang kubuat sendiri. Alhasil, aku tidak mampu mengakui kebaikan yang ada. Lebih buruknya lagi menganggapnya ada maksud tertentu yang berniat buruk pada diri.

Jujur, sekarang aku menyadari bahwasanya dulu aku adalah makhluk yang tidak bersyukur dan tidak tahu diri. Hanya mendahulukan luka yang menjangkiti jiwa yang entah sejak kapan aku pelihara.

Kondisi Terbully

Gadis yang termenung sendiri tadi membuat ingatan mencuat pada keterasingan saya beberapa tahun silam. Saya bisa dibilang memiliki pribadi tertutup dan cenderung kaku tidak luwes kalau dalam bahasa jawanya. Tergambarkan dengan ketidakberanian saya mengekspresikan apa yang ada di dalam hati. Saya berangkat dari keluarga yang sudah tidak lengkap sedari Sekolah Dasar (SD) kelas satu, karena ayah meninggal.

Hal ini saya sadari menjadi luka yang menguap karena tiadanya kasih sayang orang tua yang lengkap. Meskipun ibunda selalu mengusahakan memberi semaksimal yang ia bisa. Namun, kebutuhan anak untuk menghadirkan sosok ayahnya tidak bisa dimanipulasi.

Pribadi yang tertutup dan terkesan tidak berdaya ini yang menjadikan alasan orang sekitar tidak mampu memahami saya sebagai manusia sejati.

Mencoba membuka mata dan tidak selalu menyalahkan keadaan dengan menerima apa yang telah Tuhan tetapkan. Yaa, kurang lebih itu yang beberapa tahun lalu saya lakukan. Tidak membiarkan apa yang menimpa diri dan menjadikan itu alasan untuk terpuruk seakan engga bisa bangkit lagi. Mencoba meraba setiap potensi yang diri ini punya. Apakah saat ini saya seratus persen terbebas dari kesendirian? Belum.

Nyatanya, melakukan yang terbaik demi validasi orang untuk diakui ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada diri. Justru hal ini akan membuat diri semakin tertekan. Selalu menuntut untuk menjadi yang terbaik di segala lini, hanya akan membutakan kita pada proses yang sebaiknya kita nikmati.

Nikmati Masa Keterasingan

Hanya satu tips yang ingin saya berikan pada teman-teman yang sedang dilanda keterasingan. Nikmati saja kesendirianmu untuk saat ini. Sejenak mengambil jarak dengan keramaian tidak masalah. Justru, hal ini menguatkan dan membuat kita mampu bijak mengambil keputusan.

Banyak orang yang tidak mampu sekuat dirimu dalam menghadapi kesunyian ini. Lalu sampai kapan? Setenangnya… Sembari tidak lupa menempa diri untuk selalu memperbaiki. Tidak mematikan hati hingga buta saran dan kritik yang menguatkan.

Mulai membangun kepercayaan kepada diri sendiri dan orang terdekat. Jangan sampai mereka yang menyayangimu lelah dengan sikapmu yang seenaknya sendiri. Orang yang tidak memahami kita itu karena diri ini yang tidak berani memahamkan maksud kepada mereka. Coba utarakan sejelas mungkin perasaanmu kenali luka batin apa yang menjangkiti diri.

Berusaha menerima dan tidak mengungkitnya. Memaafkan segala hal buruk yang pernah terjadi. Menjadi pribadi kuat dan sehat mulai dari mencintai diri sendiri.

Percayalah hingga tulisan ini terbuat saya masih merasa perlu perbaikan dan kadang masih merasa kesendirian. Namun, saat tulisan ini selesai pembaca nikmati, saya telah berdamai dengan masa kelam penuh luka yang saya alami.

Bagikan
Exit mobile version