Site icon Inspirasi Muslimah

Tindakan Preventif Kasus Pelecehan Seksual di Pesantren

pelecehan seksual di pesantren

Kemaksiatan bisa terjadi di mana saja, pun di lembaga yang penuh nuansa religi sekalipun. Padahal pesantren sebagai wadah yang berpotensi besar meningkatkan spiritualitas dan ilmu agama seseorang, kenyataannya celah dosa bisa tetap terjadi. Tetapi ada tantangan tersendiri di sini yang perlu dipahami. Ialah tentang menegakan kebenaran dan keadilan. Dengan diseretnya kasus pelecehan seksual di pesantren ke pihak berwajib, menunjukan mereka telah mampu menghadapi tantangan tersebut.

Ustaz dan Kiai juga Manusia

Teringat pernyataan bijaksana Imam Syafi’i Rahimahullah yang tertera dalam Syarh al-Muhadzdzab, “Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku.”

Ulama se level Imam Syafi’i saja menyadari ketidaksempurnaanya dan mengingatkan kita semua agar tidak taat pada kesalahan seseorang, apakah ia seorang ulama sekalipun.

Tanpa mengurangi rasa hormat kita pada keilmuan mereka rahimahumullah, hakikatnya yang mereka ajarkan adalah mengimani isi Al-Qur’an yang di antara isinya adalah bahaya mendekati zina.

Oleh karena bila mereka menyalahi isi alquran tersebut, tentu keberpihakan kita adalah alquran, bukan ustaz, bukan pula kiai.

Inilah cara pandang yang perlu diluruskan di tengah masyarakat yang terlalu mengagung-agungkan serta menganggap mereka suci.

Sikap Pesantren Terkait Kasus Pelecehan Seksual

Dengan menindak tegas siapapun yang terlibat, sekalipun oknum yang berasal dari pesantren, menunjukan bahwa lingkungan pesantren tersebut telah mampu melewati satu tantangan berat, ialah menegakan amar ma’ruf nahi munkar.

Keadilan harus ditegakan, tidak peduli apakah ia seorang ustaz atau bukan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam menyatakan batasan ketaatan kepada orang tua. Bahwa dalam kemaksiatan, kita tidak diperkenankan untuk taat. Padahal itu adalah orang tua kita yang paling berhak kita berbakti kepadanya.

Pun sama halnya dengan figur seorang guru sekaligus sebagai orang tua kedua, yang sangat mungkin melakukan hal keliru yang menuntut kita untuk tidak taat maupun membela.

Selain upaya penyelesaian kasus dengan cara tegas mengusutnya ke pihak berwajib, upaya preventif pun perlu dilakukan. Pesantren harus semakin memperketat aturan agar orang-orang di lingkungannya terhindar dari ikhtilath. Meski tidak ada niat dari pelaku, peluang dan kesempatan lah yang berpotensi besar menjerumuskan seseorang pada kejahatan.

Dari segi materi pendidikan, bahaya zina harus terus digembor-gemborkan. Tidak ada yang tahu waktu futurnya keimanan seseorang yang sangat rentan dengan godaan dan syahwat.

Inilah tugas pesantren ke depan. Kasus-kasus yang terjadi belakangan ini semakin membuka mata kita semua, betapa kejahatan bukan tidak mungkin terjadi, sekalipun di lingkup pesantren.

Pesantren kini tengah dilanda musibah, kasus yang melanda di negeri ini merupakan cambuk bagi pegiat di pesantren untuk lebih meningkatkan kualitas dan mawas diri. Performa pesantren harus semakin powerfull. Pasalnya, maksiat bisa terjadi di mana saja, bahkan di lembaga setingkat pesantren sekalipun.

Urgensi Pendidikan di Lingkungan Keluarga

Pesantren bukanlah lembaga yang sempurna, ia perlu dukungan dan support dari orang tua. Ada baiknya anak telah diajarkan pendidikan juga oleh orang tuanya semenjak dini. Karena keluarga lah madrasah dan pendidikan pertama anak.

Khususnya dalam hal kasus pelecehan seksual, menunjukan pentingnya peran orang tua mengajarkan anak-anaknya untuk menjaga diri agar tidak sampai jatuh pada hal-hal yang menodai martabatnya.

Anak-anak perlu diberi penegasan semenjak dini. Meski pesantren dengan lingkungan yang kondusif, para guru dan pembimbing di sana tentu memiliki keterbatasan dalam memperhatikan seluruh gerak gerik muridnya yang tentu jumlahnya tidak sedikit. Sehingga pendidikan dasar dari orang tua sangat berpengaruh guna penanaman pemahaman yang kuat tentang pendidikan seks dan pendidikan yang bersifat urgen lainnya.

Pastikan orang tua selalu menjalin komunikasi yang baik dengan anak, sehingga mereka bersikap terbuka dan kita sebagai orang tua bisa menjadi tempat bertanya sekaligus mampu mengarahkan anak.

Selektif Memilih Pesantren

Sepatutnya setiap orang tua perlu selektif sebelum memilihkan pesantren untuk anaknya. Hendaknya para orang tua memastikan kualitas pesantren serta kredibilitas para pengajarnya, minimal dengan bertanya pada orang setempat atau yang mengenal betul pesantren.

Kemudian, penting pula untuk melihat bagaimana output pesantren tersebut. Ini penting untuk mengetahui bagaimana pesantren tersebut mencetak para alumninya.

Sesungguhnya masih banyak pertimbangan lain, yang mengharuskan setiap orang tua dapat menjamin pendidikan terbaik untuk anak-anaknya.

Aqidah di Tengah Guncangan Pesantren

Kiai hanyalah manusia biasa, ustaz ustazah pun manusia biasa. Meminjam penjelasan Gus Baha, bahwa maraknya kasus pelecehan seksual di pesantren ini justru mengindikasikan sisi baik. Bahwa Islam masih hidup, nilai-nilai Islam masih ditegakkan. Itu artinya, umat Islam mengimani alquran dan bukan mengimani kiai. Yang berdosa itu kiainya, adapun Islam baik-baik saja, buktinya hanya kiainya saja yang jatuh, Islam tidak ikut rusak.

Dari penjelasan bijak Gus Baha ini, maka cara pandang kita harus bijaksana. Sesungguhnya umat Islam masih tetap menghidupkan dan mengamalkan isi alquran bahwa zina itu haram. Meski kita menyanyangkan pesantren sebagai latar belakangnya, tetapi kita diperintah untuk mengimani alquran dan bukan mengimani ustaz ataupun kiai.

Tanpa mengurangi rasa hormat kita pada keilmuan para ulama rahimahumullah, keliru bila masyarakat menganggap sempurnanya kesucian ulama hingga masih mau membela mereka meski dalam kesalahan. Semoga Allah memberi kita semua taufik.

Penanaman akidah inilah yang penting dipahami masyarakat. Pendidikan ini juga yang penting ditanamkan orang tua pada anak-anaknya. Agar mereka tidak taat ketika menemui kesalahan guru dan ustadznya.

Akhir kata, ada baiknya kita selalu berdoa kepada yang maha membolak balikan hati kita, agar senantiasa dalam ketaatan. Kita butuh Allah untuk menguatkan hati kita. Buktinya, hati selevel ulama pun dapat terbolak-balik, apalagi hati kita.

Ya muqallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinik.

Bagikan
Exit mobile version