f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
komitmen dalam pernikahan

Tidak Adanya Komitmen dalam Pernikahan Berujung Perceraian

Setiap pasangan yang melakukan perkawinan menghendaki kehidupan rumah tangga yang bahagia, kekal, dan sejahtera. Hal tersebut sesuai dengan tujuan perkawinan sebagaimana terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Perkawinan menjadi awal dari hidup bersama yang diatur dalam aturan hukum (syariat). Antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami-istri yang memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Namun pada kenyataannya tidak sedikit dari pasangan yang telah menikah, pada akhirnya memutuskan untuk bercerai karena adanya permasalahan yang tidak bisa mereka selesaikan.

Banyaknya kasus perceraian yang ada di Indonesia. Tercatat pada tahun 2022 ada sebanyak 516.334 kasus, dengan rincian cerai gugat 388.358 kasus dan 127.986 kasus cerai talak yang diajukan ke Pengadilan Agama. Banyaknya penyebab yang pada akhirnya sepasang suami-istri memutuskan untuk bercerai. Di antaranya karena pasangan tidak memiliki keturunan, pernikahan dilakukan secara jarak jauh (long distance) suami tidak menafkahi dan jarang pulang, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perekonomian keluarga belum stabil, kesenjangan ekonomi antara suami dengan istri, penghasilan istri jauh lebih tinggi dibanding suami, dan pihak perempuan yang tidak bersedia untuk dimadu.

Terjadinya perceraian menunjukkan, bahwa begitu mudahnya pasangan suami-istri memutuskan untuk bercerai, dan mengesampingkan dampaknya baik bagi keduanya ataupun bagi anak-anak sebagai hasil pernikahan mereka. Dalam agama Islam, perceraian adalah sesuatu yang diperbolehkan tetapi dibenci oleh Allah. Dengan kata lain perceraian hanya sebagai pintu darurat. Hal ini dapat kita pahami karena besarnya dampak perceraian yang tidak hanya menimpa suami-istri, tetapi juga anak-anak. Anak-anaklah yang sangat merasakan pahitnya akibat perceraian kedua orang tuanya. Perkembangan psikologis anak-anak broken home yang tidak sehat juga sering kali berujung pada anak sebagai penyandang masalah sosial (anak jalanan, pengidap narkoba, prostitusi, dsb)

Baca Juga  Yuk, Cerdas Mengelola Keuangan Keluarga Kita !
Komitmen di Antara Pasangan

Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan dalam rumah tangga menjadi tanggung jawab kedua belah pihak, suami dan istri. Bagi calon pasangan suami istri, pemahaman yang mendalam tentang pernikahan dan segala hal yang terkait di dalamnya merupakan bekal untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Sebesar apapun masalah yang ada. Permasalahan-permasalahan kecil yang dihadapi harus diselesaikan dengan cara yang bijaksana. Salah satu yang menjadi faktor penyebab perceraian yang ada utamanya menyangkut dua hal. Yaitu tidak adanya tanggung jawab dan komitmen di antara suami dan istri.

Berbagai alasan yang menjadi penyebab perceraian ini dapat dinilai bahwa suami-istri berpegang pada hal-hal yang dianggapnya prinsip. Namun terdapat juga hal yang sebenarnya bukan tergolong prinsip untuk dapat dijadikan alasan melakukan perceraian. Di sinilah letak urgensi dari teori komitmen pernikahan yang dikemukakan oleh Michael P. Johnson, yakni tiga jenis komitmen: komitmen personal, komitmen moral, dan komitmen struktural. Baik penyebab yang prinsip maupun penyebab yang bukan tergolong prinsip, keduanya sebenarnya dapat dihindari dan diminimalisasi sekiranya pemahaman dan kepemilikan atas ketiga jenis komitmen itu terdapat pada pasangan suami-istri yang melakukan perceraian.

Hal tersebut dapat dilihat misalnya, pada kasus tidak dimiliki keturunan. Sangat banyak pasangan yang tidak memiliki keturunan tetapi tetap langgeng dalam pernikahan. Demikian pula dengan kesenjangan penghasilan antara suami dengan istri. Banyak juga pasangan yang penghasilan istrinya lebih tinggi dari suami. Bahkan ada pula suami yang tidak memiliki penghasilan, tetapi pasangan ini juga tetap bisa langgeng. Dan masih banyak lagi contoh yang dapat ditemukan dimasyarakat. Pentingnya untuk membangun kesepakatan di antara pasangan sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Karena dari sini akan dapat dilihat kecenderungannya dalam konteks komitmen personal dalam perkawinan. Di mana saling ketertarikan, saling keterikatan, dan saling menyayangi satu dengan yang lain untuk menjaga agar hubungan antar pasangan dapat langgeng.

Baca Juga  Pasangan Berselingkuh, Cerai atau Bertahan?

Dalam beberapa kasus yang penulis temui dilingkungan sekitar, komitmen yang dibangun oleh pasangan suami istri bermacam-macam jenisnya. Ada yang memiliki kesempatan bahwa suami mencari nafkah dan istri mengatur urusan domestik. Ada juga yang sepakat untuk sehidup semati, dan ada juga yang hanya satu pihak yang bersepakat pada diri sendiri untuk berusaha membina dan menjaga pernikahan agar langgeng. Bahkan yang menarik, ada pasangan suami-istri yang tidak memiliki komitmen apapun dan membiarkan pernikahannya berjalan seperti air mengalir.

Hematnya menurut penulis, sebuah komitmen harus datang dan dibangun oleh kedua pihak pasangan. Lebih dari itu, komitmen yang sudah terbangun di antara suami-istri dalam pernikahan sangat memerlukan konsisten dalam implementasinya. Hal ini dalam rangka untuk menjaga dan memelihara komitmen itu agar dapat mencapai sebuah mahligai pernikahan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Wallahu’alam.

Bagikan
Comments
  • Ahmad

    Mà Sya Allah semoga tulisan ini bermanfaat, khususnya bagi mereka yg akan dan sudah menjalankan hidup berumah tangga.

    Juni 10, 2023
Post a Comment