f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
Toxic productivity

Terjebak dalam Toxic Productivity

Secara tidak sengaja, ada seseorang yang akrab dengan saya yang ternyata sedang ada di fase berjuang untuk keluar dari labirin melelahkan bernama toxic productivity. Toxic productivity terjadi ketika seseorang memiliki keinginan yang tidak sehat untuk menjadi produktif secara terus-menerus dengan cara apapun.

Tanpa mempedulikan kesehatannya dan mencari cara yang tepat untuk menjadi orang yang produktif, teman saya hanyut dalam toxic productivity. Sebenarnya, ia tidak ingin hanyut terus-menerus, tetapi ia juga bingung bagaimana cara keluar dari fase ini.

Instagram menjadi sebuah wadah yang tidak asing bagi berbagai kalangan. Bahkan sekarang, anak di bawah umur juga sudah mahir berselancar di media sosial, para orang tua pun tak mau kalah dengan anaknya, media sosial seakan menjadi teman dan tempat menampung cerita. Media sosial ini memiliki fitur untuk membagikan kegiatan keseharian tiap penggunanya.

Media sosial memang nyatanya memberikan sumbangsih besar terhadap kemudahan akses informasi dan komunikasi. Namun, tak boleh juga kita lupakan bahwa terkadang postingan teman-teman kita menimbulkan hal yang kurang mengenakkan.

Mungkin beberapa orang tidak terlalu peduli dengan apa yang unggahan para pengguna media sosial ini. Namun, tak jarang membuat orang yang menontonnya menjadi iri dan merasa dia tidak mampu.

Seperti apa yang dialami oleh teman saya. Seringkali teman saya melihat teman-temannya mengunggah postingan yang tertulis ketikan ‘yuk bisa yuk’ dengan menampilkan foto maupun video buku dan catatan yang berserakan di meja belajar. Entah apa maksudnya tetapi pengunggahan tidak dilakukan satu atau dua kali saja. 

Pengguna lain juga melakukan hal serupa. Ia memanfaatkan fitur tersebut untuk membagikan kegiatannya saat mengerjakan tugas dan juga menampilkan beberapa postingan yang isinya keberhasilan masuk ke dalam beberapa organisasi. 

Baca Juga  Islam Belum Usai

Maraknya postingan yang menunjukkan tingkat keaktifan dan keproduktifan seseorang menjadikan pemicu bagi orang lain untuk mempertunjukkan hal yang sama. Ini bisa menjadi hal yang positif. Tetapi, bagi sebagian orang, hal ini justru bisa mengakibatkan timbulnya kecemasan. 

Obsesi untuk Selalu Produktif

Perilaku inilah yang marak terjadi dan belakangan ini disebut sebagai toxic productivity. Orang yang terjebak dalam toxic productivity akan selalu memiliki obsesi untuk selalu ingin produktif. Bahkan mereka sering merasa bersalah saat tidak melakukan apa-apa.

Yang saya amati dari teman saya adalah dia memiliki target yang cukup banyak untuk dilakukan, tetapi waktu untuk melakukannya tidak realistis. Contohnya, dia berencana untuk mengerjakan laporan praktikum, membedah tuntas jurnal-jurnal yang relevan dengan tugasnya, mengikuti webinar, mengerjakan PPT dan makalah, serta mengikuti serangkaian open recruitment dari beberapa organisasi dalam waktu satu hari. Dari membacanya saja pasti sudah bisa memberikan tanggapan kalau hal tersebut tidak mungkin bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. 

Kemudian, teman saya selalu terpacu dengan standar target yang tidak realistis hingga tidak sadar jika kondisi kesehatannya tidak stabil. Kesibukannya ini membuat berat badannya menjadi turun. Hal ini menimbulkan turunnya performa dalam memenuhi target yang sudah dibuat. Dan akhirnya dia mulai menyalahkan diri sendiri dan mulai timbul judge pada diri sendiri.

“Kenapa aku lemah banget? Kenapa gitu doang aku langsung sakit?”

Bisa dilihat bahwa yang mulai sakit tidak hanya fisiknya tapi juga ada yang salah dengan pola pikirnya. Akhirnya mulailah timbul perasaan tidak nyaman ketika akan beristirahat atau sekadar main untuk refreshing.

Dipikirannya akan selalu terbayang-bayang deadline tugas yang belum dikerjakan maupun target dalam satu hari yang belum terpenuhi. Ditambah pula dengan melihat media sosial yang menampilkan teman-temannya terus melakukan hal produktif membuat perasaan semakin gelisah.

Baca Juga  Peran Female Influencer dalam Menjaga Kesejukan Bermedia Sosial

Ketika melihat hal tersebut, teman saya mulai memacu dirinya lagi untuk tidak kalah aktif dengan mendaftar berbagai organisasi. Dari sekian banyaknya organisasi yang didaftar, teman saya berujung menerima penolakan.

Produktif yang Sehat

Apakah sudah bisa dibayangkan kacaunya teman saya saat itu? Jawabannya sangatlah kacau. Dia selalu menyalahkan dirinya sendiri terhadap apa yang terjadi dan dia tidak bisa lepas dari keharusannya untuk memenuhi segala ekspektasi yang ada di pikirannya jika dia harus bisa A, B, C, dan D supaya bisa menjadi orang yang berhasil.

Toxic productivity yang teman saya ciptakan benar-benar sangat berdampak pada kesehatan mentalnya. Bahkan dia memerlukan beberapa pertemuan untuk berkonsultasi dengan ahlinya mengenai kesehatan mentalnya.

Teman saya mulai merasakan burnout sehingga dia tidak bisa meng-handle semua target yang sudah direncanakannya. Kesehariannya diisi dengan suasana hati yang gelap dan air mata yang terus turun padahal langit sedang cerah-cerahnya.

Sebenarnya dia sadar dengan apa yang terjadi dan tahu bahwa hal yang terjadi merupakan dampak yang sangat buruk dari toxic productivitynya. Namun, tidaklah mudah mengubah pola pikir, perasaan, dan sudut pandang dari suatu hal dalam diri seseorang.

Perlu waktu untuk memulihkannya. Misalnya, dengan membaca buku yang cocok dengan situasi yang sedang dihadapi karena dengan membaca, secara tidak langsung bisa dapat masukkan baru yang mungkin akan bisa merubah pola pikir dan bisa melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

Memang tidak bisa dipungkiri ketika melihat teman sedang produktif pasti dalam diri kita akan terbesit pikiran bahwa kita juga harus produktif bahkan harus bisa lebih produktif. Namun kita harus berada pada produktivitas yang sehat.

Baca Juga  Self Healing Tak Sekadar Traveling

Kita perlu tahu alasan kita melakukan semua target, lalu untuk apa kita perlu bekerja keras dalam melakukan kesibukkan itu, serta perlu memikirkan juga apakah hasil yang kita peroleh dari usaha yang sudah dilakukan akan layak. Dengan ini, dapat disimpulkan sangat penting untuk memperhatikan cara kerja dan usaha apa yang cocok untuk diri kita sendiri untuk memenuhi target kita karena masing-masing orang memiliki batas untuk melakukan suatu hal. 

***

Perlu diingat dan diperhatikan bahwa kita jangan berekspektasi terlalu tinggi dengan sesuatu yang tidak terlalu realistis, dan kita tidak boleh terlalu sering untuk mengkritik diri sendiri akibat selalu membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Yang perlu ditanamkan pada pikiran kita adalah istirahat diperlukan untuk mengisi ulang energi kita. Handphone saja perlu di-charge saat mati supaya bisa digunakan kembali. Apalagi kita yang manusia. Selain itu, perlu ditanamkan pula bahwa rebahan juga bukan suatu kesalahan. Jadi tidak perlu merasa kurang nyaman ketika sedang beristirahat.

Bagikan
Post a Comment