Tentukan Definisi Cantikmu

Sepekan ini beberapa teman mengeluhkan masalah penampilan. “Wajahku kucel banget, ya, sampe dikatain nggak bedakan?”, atau “Aku cantik nggak, pakai baju ini?”, atau “Ya Allah, aku uda nggak langsing lagi,” sampai “Skincare tuh boleh (dalam Islam) nggak, sih? Nggak bisa lepas nih!”

Makna cantik sungguh relatif. Saat sekolah di pondok, menjadi cerdas dan pintar baca kitablah yang cantik. Di kampus, aktivislah yang cantik. Di metropolitan, kok saya jadi merasa paling kumal? Rupanya definisi cantik saya yang bergeser. Dari cantik batin menjadi lahir. Maka, saya tuliskan ini untuk kembali menemukan definisi cantik saya sesungguhnya. Mumpung masih dalam suasana memperingati Hari Perempuan Sedunia, mari mengkaji makna cantik dari pedoman hidup kita. Alquran dan Sunnah.

***

Tak dapat dimungkiri bahwa cantik berkali-kali disebut Al-Qur’an dengan gambaran bidadari dengan segala sifatnya. Seperti permata yakut dan mutiara, berkulit putih yang bagus lagi bersih, diidamkan oleh jiwa dan sedap (dipandang) mata, serta menundukkan pandangan.  Kesempurnaan itu yang diiming-imingkan untuk ganjaran orang beriman di akhirat kelak.

Hadits Allah indah dan mencintai keindahan pun tak jarang diperdengarkan. Dipertegas dengan ayat 222 Surat Al-Baqarah, “Sungguh Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” Maka seharusnya orang beriman lebih bersih dan enak dipandang daripada yang tak punya iman. Orang beriman harus lebih bersinar dengan lima kali wudhunya. Lebih menentramkan karena salatnya mencegah keji dan munkar. Lebih menyukai keindahan dan tak acak-acakan.

Ayat di atas pun menjadi landasan diperbolehkannya merawat diri. Dikuatkan dengan hadits siwak “Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu”. Juga kaidah ushuluyah tentang hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah, kecuali yang telah dilarang dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Itu semua cukup dijadikan landasan bahwa merawat diri, termasuk memakai skincare adalah mubah. Selama tidak ber-tabarruj yang dilarang agama.

Tabarruj sendiri bermakna berhias dan sengaja menampakkan yang indah dari dirinya kepada selain mahramnya. Berhias boleh saja, menonjolkan bagian tubuh yang menurutnya indah pada selain mahram yang tak boleh. Misanya, menutup sebagian wajah agar orang lain fokus pada mata indahnya, memakai perhiasan dan pakaian menyolok agar terlihat mewah, atau memakai sepatu hak tinggi hingga mengeluarkan bunyi ‘cetok cetok’ diqiyaskan dengan Jahiliyah yang biasa memakai behel ‘krimpying krimpying’.

***

Cantik lahir memang perlu. Namun, cantik batin lebih penting. Iman melebihi segalanya. Sebagaimana wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Kemudian Rasulullah saw. menambahkan,  “Maka, dapatkanlah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan beruntung.” Hadits lain pun menyebutkan bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, buruklah seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah hati.

Dua hadits di atas menunjukkan bahwa cantiknya hati akan mempercantik lahiriyah wanita. Mempercantik diri bisa dengan usaha berpuasa karena secara medis ia mendetoks racun dalam tubuh. Dengan membaca Al-Qur’an karena pembacanya bagaikan buah Atrujah, baunya harum dan rasanya manis. Bisa pula dengan selalu berkata baik dan mudah tersenyum. Lebih-lebih, bisa membawa manfaat dan perubahan di sekitarnya.

Kata mbak Najwa Shihab, cantik bukan hanya kata benda. Seharusnya ia juga kata kerja. Seseorang menjadi cantik karena tindakannya, perbuatannya, atau aktivitasnya. Kecantikan tak semata kualitas bawaan yang melekat pada diri seseorang, melainkan juga energi yang menyebar dan dirasakan oleh sekelilingnya.

Rahmania, mari definisikan makna cantikmu. Jangan mau diintervensi oleh orang lain. Karena kamu sendiri yang tahu bagaimana cantikmu.