f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pengobatan

Takdir Memang Begitu Misterius

Saat saya akan absen pulang kerja, saya melihat ada notifikasi di ponsel saya. Ketika saya lihat ternyata permintaan pertemanan dari seorang kawan waktu masih bujang dulu. Saya lalu mengkonfirmasi permintaan pertemanannya. Setelah itu saya melupakannya. Toh hal semacam ini biasa saya alami.

Sebenarnya dia itu tinggal sedesa dengan saya. Hanya beda kampung saja. Setelah masing-masing kami menikah, kami lama tak pernah saling bertukar kabar. Mungkin sibuk dengan kegiatannya masing-masing bersama keluarga dan pekerjaan.

Beberapa hari setelah konfirmasi pertemanan itu, saya menerima inbox darinya. Dia bertanya tentang keadaan saya. Begitu pula sebaliknya. Saya kaget bukan main, ternyata dia sudah setahun ini hanya di rumah akibat kecelakaan.

Buru-buru saya menggelar pertanyaan lanjutan. Di mana dia tinggal sekarang. Saya diberi ancer-ancer. Rumahnya tak jauh dari rumah orang tuanya dulu. Pokoknya masih agak ke barat dekat penjual pecel. Rumah bercat orange menghadap utara.

Sepulang kerja saya langsung menuju rumahnya yang tidak begitu susah mencarinya. Toh dulu saya biasa main ke kampungnya. Begitu juga sebaliknya.

Saya ketuk pintu dan mengucap salam. Saya dengar ada sahutan dari dalam.  Sososok lelaki ringkih, teman saya itu, ya Allah, dia berjalan memakai kruk untuk menyangga kakinya. Di teras rumahnya hanya ada satu kursi kayu. Mungkin tempat biasa dia duduk. Dia minta tolong saya untuk membuatkan kopi di dapur.

***

Setelah membuat kopi, saya keluar sambil membawa dua cangkir kopi yang masih panas. Kami duduk di teras rumah. Kami menyeruputnya pelan-pelan.

Dia menceritakan kejadian yang dialaminya setahun lalu. Dulu, dia bekerja di Semarang sebagai sopir seorang pengusaha. Saat perjalanan pulang, dia kecelakaan. Kabar yang dia dengar katanya dia ditabrak truk. Dia dirawat di rumah sakit selama enam bulan. Selama perawatan, si penabrak tidak menanggung semua biaya. Hanya beberapa waktu saja. Selanjutnya dibiayai oleh keluarga.

Baca Juga  My Covid Journey : Kehilangan dan Kebahagiaan

“Sekarang kamu lihat sendiri keadaan saya. Masih seperti ini.” Ya, dia mengalami lumpuh organ tubuh bagian kiri. Tangan dan kakinya seperti susah digerakkan. Makanya dia memakai kruk.

Walaupun sudah pulang ke rumah, dia masih berusaha mencari pengobatan alternatif untuk bisa menyembuhkannya. Dia sudah mencoba berobat ke sana kemari. Dan hasilnya masih seperti ini. Memang ada perubahan. Tetapi sedikit.

Saya tanyakan dari mana biaya untuk berobat. Katanya dari sumbangan orang-orang. Itupun kalau ada. Sesekali kalau adiknya ada uang ya pakai uang adiknya.

Istrinya sampai saat ini masih bekerja di luar negeri. Saya kira hasil kerjanya bisa untuk biaya pengobatan. Tetapi sungguh di luar dugaan saya. Dulu, setelah dia sadar dari komanya dan bisa berkomuikasi dengan isterinya, ternyata isterinya mengajukan gugatan cerai.

***

Lengkap sudah penderitaan yang dia alami. Karena kecelakaan, dia kehilangan pekerjaannya. Dia harus melakukan perawatan untuk kesembuhannya. Di saat dia butuh support dari orang tercintanya, yaitu isterinya, dia malah diceraikannya. Sementara biaya anak satu-satunya ditanggung oleh isterinya.

Hari-harinya dia lalui dengan sepi dan sendiri. Sesekali keluarganya menengok sambil membawakan beras dan keperluan sehari-harinya.

Tiba-tiba saya memikirkan kegaiatan apa yang cocok untuknya. Sebenarnya menulis bisa menjadi kegiatan alternatif baginya. Sayangnya dia hanya lulusan SMP dan tak suka baca. Orang seperti dia memang cocoknya bekerja dengan ototnya. Tetapi raganya sekarang sudah tak mampu lagi untuk melakukannya.

Dia hanya membunuh waktu sepinya hanya dengan ibadah dan baca kita suci. Sesekali menonton televisi dan menikmati siraman rohani di kanal youtube.

Senja sudah mulai menyelimati kampung. Saya menyeruput kopi sampai tetes terakhir. Begitu juga dia. Dua cangkir itu saya bawa masuk dan saya cuci. Sebelum pamit pulang saya menyelipkan beberapa lembar uang untuk keperluannya.

Baca Juga  Misi Sang Pemimpi (2) : Agen Perubahan

Takdir memang begitu misterius. Walaupun sudah terencanakan sebegitu rupa, kita tak tahu dan tak bisa menerka, apa yang akan terjadi besok pada diri kita. Orang bilang hidup ini seperti roda yang berputar. Kadang di bawah kadang di atas, kadang kita menikmati kebahagiaan. Tetapi kadang kita juga menemu titik nadir di kehidupan.

Seperti juga teman saya itu. Saya masih ingat, dulu ketika dia akan menikahi istrinya, betapa keluarga istri begitu menghalangi. Tetapi toh perempuannya tetap mempertahankannya. Sayang, di tengah perjalanan rumah tangga mereka harus berpisah.

Saya membayangkan, andai saya mengalami hal seperti dia, mungkin saya tidak akan kuat menanggung beban hidup yang sepeti itu. Maka lebih baik saya membantu dia secara materi. Toh jumlahnya tak seberapa.

Beberapa hari setelah saya main ke rumahnya, dia inbox saya, meminta tolong untuk mengantarkannya berobat ke Salatiga. Dia mendapat informasi di Salatiga katanya ada orang yang bisa mengobati jenis sakit seperti yang dideritanya.

***

Saya tidak langsung mengiyakan. Tetapi saya tanyakan padanya, sudah berapa orang yang dia datangi untuk mengabotinya. Katanya sudah beberapa kali dia pindah orang. Waduh, sakit semacam dia kalau ditangani secara bancakan ya susah sembuhnya.

Dia berasumsi bahwa tekad yang kuat akan mempercepat kesembuhan. Yang penting yakin. Wah, benar juga, batin saya. Tetapi tekad semacam ini kan untk persoalan psikologis. Lha ini urusan fisik yang bisa dinalar dengan ilmu medis. Ah, saya tak sampai hati mengatakan itu padanya.

Saya tahu, dia sangat berharap saya bisa menolongnya. Apalagi dia sudah reservasi dengan orangnya yang di Salatiga itu. Sudah menentukan hari dan jam. Waduh. Ini bocah, sudah sakit, semua kemauannya pengen dipenuhi. Enak di dia nggak enak di saya.

Baca Juga  Enam Cara Manjur untuk Menerima Takdir

Bayangkan coba, dia duduk di dalam mobil saya. Saya yang menyetir. Dan hanya ucapan terima kasih yang saya dapat. Tapi perasaan itu cepat-cepat saya tepis. Lebih baik saya yang menolong dia dari pada saya yang mengalami sakit seperti dia. Tubuhnya sudah begitu ringkih, batinnya juga remuk redam. Pertemanan memang kadang juga butuh pengorbanan. Semoga lekas sehat, Teman.

Bagikan
Comments
  • Diah

    Hmmm…
    Jd makin suka hhh

    November 13, 2021
Post a Comment