f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
RUU KIA

Sisi Lain dari Dukungan RUU KIA

Di tengah sambutan baik terhadap wacana cuti melahirkan enam bulan yg diatur dalam draft RUU KIA, ada dilematis besar yang akan turut serta mempengaruhi masa depan para pekerja wanita.

Kamis 9 Juni 2022, DPR telah menyepakati untuk membahas lebih lanjut RUU KIA untuk menjadi Undang-Undang. Nantinya, keputusan tersebut akan dibawa dalam sidang Paripurna DPR selanjutnya. Dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022. RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak atau yang disingkat RUU KIA ini menjadi sorotan publik lantaran pasal-pasalnya dinilai progresif bagi perempuan. Pasal itu mengatur perpanjangan masa cuti melahirkan hingga waktu istirahat bagi ibu yang keguguran. Beberapa poin-poin penting dalam draf RUU KIA, di antaranya :

Pertama, cuti melahirkan paling sedikit selama 6 bulan.

Kedua, gaji yang dibayarkan kepada yang cuti melahirkan adalah gaji penuh selama 3 bulan.

Ketiga, waktu istirahat bagi ibu keguguran selama 1,5 bulan.

Keempat, tidak boleh diberhentikannya pekerja yang sedang cuti melahirkan maupun yang sedang dalam masa istirahat keguguran.

Kelima, kemudahan fasilitas umum bagi ibu dan anak.

Keempat, adanya hak cuti bagi suami paling lama 40 hari,

Kelima, kewajiban ibu memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang baru lahir selama 6 bulan

Memang sepintas di satu sisi RUU KIA ini jelas sangat memberi kesejahteraan dan manfaat khususnya bagi para pekerja wanita, tapi di sisi lain akan mejadi dilematis untuk pihak yang lain. Salah satu pihak yang mungkin akan merasakannya adalah para pelaku usaha. Ini berkaitan dengan persoalan bagaimana ke depannya soal perekrutan dan masa depan pekerja wanita, khususnya di ranah swasta. Sebelum menyebutkan lebih lanjut, penulis dalam hal ini ingin memfokuskan khusus pada kebijakan cuti melahirkan paling lama 6 bulan yang bila diterapkan akan mempengaruhi pikiran dan kebijakann pelaku usaha dan dampaknya kepada pekerja wanita sebagai berikut :

Baca Juga  Surga Berada di Telapak Kaki Ibu, Benarkah?
1. Dapat semakin menutup peluang kerja bagi calon rekrutan tenaga kerja wanita.

Setengah tahun bagi pelaku usaha menggaji tanpa produktivitas kerja & kinerja jelas saja jadi masalah. Meskipun ada aturan 3 bulan lagi setelahnya penghasilan di bayarkan 70 persen; tetap saja dalam hal ini para pelaku usaha harus mngeluarkan biaya penghasilan tersebut. Bayangkan saja kalau dalam satu kantor tidak hanya satu atau dua orang pekerja wanita yang cuti hamil 6 bulan, tapi puluhan bahkan ratusan misalnya; maka berapa besar biaya pembayaran penghasilan yang harus tetap pelaku usaha keluarkan sementara produktivitas tidak ada.

Selain itu selama pekerja wanita cuti hamil 6 bulan, tentu akan berdampak juga pada kinerja kantor. Pelaku usaha akan dan bahkan mengharuskan diri untuk mencari pengganti, atau bisa juga dimungkinkan dari pekerja lainnya untuk sementara rangkap kerja. Pastinya dalam hal ini akan keluar biaya tak terduga untuk pekerja pengganti.

Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut maka akan muncul pikiran “Jadi, buat apa merekrut pekerja wanita kalau ke depannya justru akan merepotkan dan justru membebani anggaran dari pelaku usaha.” Di sini lah juga yang kemudian menjadi penyebab kenapa pada akhirnya kalau RUU KIA ini jadi diundangkan maka dampaknya ke depan akan dapat menutup peluang bagi perekrutan pekerja wanita; atau peluang pekerja wanita jadi semakin kecil banget untuk direkrut.

2. Kontrak kerja para pekerja wanita bisa jadi bakal banyak yang tidak diperpanjang.

Jika kemungkinan pertama masih bisa ditawar dan para pelaku usaha masih memberikan kesempatan untuk pekerja wanita. Maka kemungkinan yang keduanya adalah bisa jadi dan mungkin saja banyak kontrak para pekerja wanita yang tidak diperpanjang. Mengingat salah satu point penting dalam RUU KIA berupa tidak diperbolehkannya diberhentikannya pekerja yang sedang dalam keadaan cuti dan istirahat. Bisa jadi para pelaku usaha mengambil ancang-ancang dengan cara memperkirakan para pekerja yang dimungkinkan akan mengambil cuti melahirkan dengan tidak memperpanjang masa kontrak kerjanya. Karena yang jelas dalam hal ini, perilaku pelaku usaha pasti mengutamakan efisiensi pengeluaran biaya.

Baca Juga  Berdikari Tanpa Utang
3. Aturan perekrutan pekerja wanita jadi bersyarat khusus dan akan banyak aturan yang membatasi.

Kemungkinan yang juga akan tetap berdampak pada mekanisme kerja pekerja wanita adalah terkait aturan khusus yang diberlakukan kepada calon pekerja wanita. Karena ke depan, perekrutan pekerja wanita jadi akan brsyarat khusus; dan bisa jadi kalaupun direkrut maka masa kontrak kerja jadi dipersingkat, bisa hanya setahun, dua tahun atau paling lama tiga tahunan. Bisa jadi juga berlaku syarat khusus atau batasan-batasan tertentu dalam kontrak kerja tersebut; seperti untuk tidak hamil dalam masa kontrak kerja atau terdapat aturan kalau hamil saat masih dalam masa kontrak kerja maka pekerja wanita harus mengundurkan diri misalnya dan mungkin aturan khusus lainnya.

Oleh karena itu, agar tidak kemudian menimbulkan gap pekerja based on gender. Hemat penulis dalam hal menyikapi RUU KIA ini perlu kemudian dibahas dan dikaji secara seksama oleh seluruh pihak. Tidak hanya dari sisi pekerja wanita tapi sisi dari pelaku usaha/pemberi kerja juga harus turut disertakan agar dapat ditemukan jalan tengahnya. Pelaku usaha diharap tidak hanya mementingkan kepentingan profit semata tapi juga harus mendukung pekerja wanita dengan menyadari betul akan pentingnya pemenuhan hak-hak reproduksi perempuan.

Bagikan
Post a Comment