f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
negara

Siapa Bilang UU TPKS Hanya di Indonesia?

Dunia internasional telah bersepakat untuk memiliki komitmen dalam menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dalam Konvensi CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Sejak pertama kali mencapai kesepakatan pada tahun 1979, sebanyak 189 negara sudah meratifikasi termasuk Indonesia. Meskipun sudah 38 tahun Indonesia meratifikasi, namun kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi. Bahkan mengalami kenaikan beberapa tahun belakangan.

Rupanya, UU RI No. 7 Tahun 1984 hingga Undang-Undang Penghapusan KDRT belum mampu mengakomodir kasus-kasus yang ada. Kasus kekerasan seksual yang semakin mengkhawatirkan dan beragam seolah menjadi sinyal bahwa Indonesia membutuhkan kepastian payung hukum yang lebih rinci dan komprehensif. Akhirnya setelah 10 tahun diperjuangkan, lahirlah UU TPKS pada 12 April 2022.

Produk ratifikasi dari setiap negara berbeda-beda. Indonesia misalnya, saat ini memiliki UU TPKS. Masing-masing negara juga mendefinisikan dan mengkategorisasikan bentuk-bentuk kekerasan seksual secara rinci. Spektrumnya pun mengalami kesesuaian dengan konteks sosial setiap negara. Terdapat negara yang mengatur tentang perlindungan terhadap perempuan imigran bahkan hingga pekerja seks. Ada pula yang sampai mengatur perlindungan terhadap sunat perempuan hingga hukum aborsi. Sehingga di masa depan, sangat mungkin Indonesia memperluas definisi dan kategorisasi kekerasan seksual.

***

Inggris, Bahama, Barbados, dan India menggunakan nama Sexual Offences Act. Bahama menambahkan fokus mereka dengan perlindungan KDRT dan menamainya Sexual Offences and Domestic Violence Act. Sementara India berfokus pada perlindungan anak dari kejahatan seksual dengan The Protection of Children From Sexual Offences Act 2012. Yang menarik dari kebijakan milik Inggris adalah mereka menyertakan perilaku grooming ke dalam bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Tidak hanya itu, mereka juga melarang perbuatan seksual di toilet umum. India, jauh sebelum muncul istilah Kekerasan Berbasis Gender Online, sudah menyertakan bentuk kekerasan seksual dapat terjadi melalui media digital.

Baca Juga  Pemerkosaan Terhadap Laki-laki itu Nyata

Bangladesh menggunakan Oppressions Against Women and Children Act, sedangkan Filipina menerbitkan Anti-Rape Act and Rape Victim Assistance and Protection. Bangladeshmelindungi perempuan dan anak dari tindak perkosaan dan sanksi pidana terhadap pelaku adalah penjara seumur hidup. Namun, ketika dampak dari perkosaan tersebut mengakibatkan kematian, maka pelaku memperoleh hukuman mati. Kebijakan anti perkosaan di Filipina memberikan sanksi pidana sesuai dengan tingkat keparahan kasus, dan terdapat grasi jika pelaku terlibat dalam status perkawinan yang sah.  

India, Filipina, Pakistan, Belize mengatur kekerasan seksual di lingkungan kerja, tempat pendidikan, dan pusat pelatihan dengan undang-undang Sexual Harrashment in Workplace Act. Konsekuensi dari undang-undang ini mengharuskan setiap perusahaan untuk membuat code of conduct/SOP pencegahan pelecehan seksual pada tingkat kebijakan internal.

Inggris melindungi perempuan dari sunat perempuan dengan peraturan Circumcission Act and Female Genital Mutilation Act. Praktik sunat perempuan hanya boleh untuk tujuan kesehatan dan hanya tenaga medis yang melakukannya.   Sementara itu, di Victoria (negara bagian Australia), Belanda, Italia, Inggris, India, Afrika Selatan, Bulgaria, dan Singapura menerbitkan aturan mengenai aborsi dengan Abortion Act. Peraturan ini bertujuan agar aborsi tidak dilakukan kecuali jika membahayakan janin dan perempuan yang sedang hamil.

***

Dari banyak negara yang menghasilkan kebijakan tentang perlindungan terhadap kekerasan seksual, ternyata tidak semuanya mencatumkan dimensi pemulihan dalam perundang-undangannya. Negara-negara tersebut hanyalah Belize, Pakistan, Pakistan, Filipina, Singapura, dan Afrika Selatan. Padahal kebutuhan korban tidak hanya sebatas pada kompensasi hukum maupun materi, namun juga kompensasi kesehatan fisik juga psikologis.

Untuk sampai pada sahnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Indonesia telah mengkaji kebijakan yang serupa dari beberapa negara. Produk hukum yang kita terima pada hari ini adalah bagian dari perjuangan para aktivis, akademisi, politisi, juga masyarakat selama bertahun-tahun untuk menghasilkan undang-undang yang tidak hanya sekedar menghukum, namun juga melakukan langkah pencegahan dan pemulihan. Korban dan saksi mendapat perlindungan, dan pelaku mendapat hukuman yang sepadan.

Baca Juga  Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan.

Pada akhirnya, upaya untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan adalah misi kemanusiaan yang jauh melampaui batas negara, jenis kelamin, ras, agama, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Kita harus mengakui bahwa adanya kepastian hukum bertujuan untuk memberikan ruang aman bagi setiap warga negaranya. Mari kita rayakan, mari kita terus kawal pelaksanaannya.

Bagikan
Post a Comment