f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perkawinan

Membaca Ulang Seluk-Beluk Perkawinan

Perkawinan hal yang sudah lazim kita dengar. Namun, tidak semua dari kita tahu secara mendalam tentang perkawinan. Artikel singkat ini hendak membicarakan tentang seluk-beluk perkawinan. Mulai dari pengertian, syarat sah, tujuan, dan asas perkawinan.

Pengertian Perkawinan Dalam UU. No 1 Tahun 1974

Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Pengertian tersebut mencakup beberapa unsur. Pertama adalah “ikatan lahir batin”. Ikatan lahir adalah ikatan yang tampak. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak tampak. Meski tidak tampak, ikatan batin bisa dirasakan oleh yang bersangkutan. Pasal ini menyebutkan ikatan lahir dan batin. Artinya, ikatan tersebut harus mencakup keduanya.

Unsur kedua adalah, “antara seorang pria dan seorang wanita”. Artinya, ikatan lahir batin tersebut harus terjadi antara dua orang dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pengertian ini mengecualikan hubungan antara laki-laki dan laki-laki, atau perempuan dengan perempuan. Karena itu, tidak ada pengakuan terhadap perkawinan gay atau lesbian dalam pengertian ini.

Ketiga, “sebagai suami istri.” Artinya, ikatan atau hubungan yang terjadi haruslah sebagai suami dan sebagai istri. Ini mengecualikan hubungan lain, misalnya hubungan sebagai saudara atau juga hubungan sebagai tetangga dan lain sebagainya.

Keempat, “dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal”. Unsur ini terkait dengan tujuan. Ikatan tersebut harus bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Karena itu, tidak benar jika ikatan tersebut dibuat dengan tujuan lain.

Misalnya saja menikahi seseorang untuk dijadikan sebagai pembantu. Jelas ini tidak benar. Dalam pengertian ini juga memuat kata kekal. Artinya, pernikahan yang berlangsung untuk seterusnya. Bukan untuk sementara waktu.

Baca Juga  Udah Sebar Undangan tapi Rencana Nikah Dibatalkan Sepihak? Ada Jerat Hukumnya lho!

Kelima, “berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Artinya, pernikahan terjadi untuk mencapai ridha Allah. Bukan yang lain. Karena itu, menikah adalah ibadah paling lama. Karena ibadah itu manusia lakukan sejak dia menikah dan untuk seterusnya. Selama masa pernikahan itu adalah masa ibadah.

Pengertian Perkawinan Dalam KHI

Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga memberikan pengertian. Pasal 2 menyebutkan bahwa, “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”

Menurut KHI, perkawinan adalah pernikahan. Artinya, perkawinan sama saja dengan pernikahan.  Pasal tersebut mengandung beberapa unsur.

Pertama adalah “akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan.” Artinya,  pernikahan bukan hanya sekedar akad. Tapi akad yang kuat. Akad yang kuat berarti melampaui akad-akad pada umumnya seperti akad jual beli dan sebagainya. Karena itu, akad pernikahan harus benar-benar menjadi pegangan teguh.

Kedua, “untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Ini menegaskan mengapa pernikahan adalah sebuah ibadah. Dan kita melakukan itu atas perintah Allah. Artinya, itu juga bentuk ketaatan seseorang pada Allah.

Sahnya Perkawinan

Pasal 2 UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa: “(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Berdasarkan pasal tersebut, perkawinan sah apabila perkawinan terjadi menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Artinya, perkawinan berlangsung dengan tata cara agama kedua mempelai. Dengan demikian, kedua mempelai harus beragama yang sama, yakni Islam.

Sebuah perkawinan juga harus tercatat. Pencatatan perkawinan ini berdasarkan peraturan yang berlaku. Adapun ketentuan lebih detail tentang pencatatan ini tersebut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Baca Juga  Pentingnya Pendidikan Pranikah Untuk Keluarga Sakinah (1)
Tujuan Perkawinan

Tentang tujuan pernikahan. Salah satunya yaitu sesuai dengan Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974. Yaitu untuk “membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal.” Jadi tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Jadi, harus menjadi pemahaman dari awal, bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk sebuah keluarga yang bahagia dan kekal.

Kemudian, KHI Pasal 3 menyebutkan bahwa, “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.” Jadi ada tujuan yang hendak dicapai. Yaitu mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Sakinah adalah ketenangan. Mawaddah itu rasa saling mencintai. Dan rahmah adalah kasih sayang antara keduanya. Jadi, tujuan pernikahan selain membentuk keluarga bahagia dan kekal adalah untuk mewujudkan konsep-konsep ini.   

Asas Perkawinan

Asas perkawinan sebagaimana dalam UU No.1 Tahun 1974 adalah asas monogami. Pasal 3 UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa “(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. (2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”

Berdasarkan pasal tersebut di atas, ada yang memahami bahwa asas dalam undang-undang tersebut adalah asas monogami terbuka. Monogami terbuka artinya monogami yang membuka kemungkinan untuk poligami.

Ayat dua pasal ini menyebutkan bahwa “Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.” Ayat ini memang memungkinkan bagi seseorang untuk berpoligami dengan syarat telah mendapatkan izin dari pengadilan.

Dari sini, regulasi ini tidak kaku dengan asas monogami. Namun, moderat. Jika ingin, bisa berpoligami. Hanya saja ada ketentuan dan syarat-syaratnya.

Baca Juga  Mendeteksi Persiapan Pernikahan di KUA

Izin poligami diberikan oleh pengadilan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan atas permohonan poligami yang diajukan oleh pihak yang hendak berpoligami. Dalam hal ini pengadilan bisa saja menolak atau mengabulkan permohonan izin poligami.

Dalam pemeriksaan izin poligami, hakim akan memeriksa dan mempertimbangkan apakah memenuhi syarat-syaratnya atau tidak. Karena untuk poligami harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika memang pihak telah memenuhi itu, hakim bisa mengabulkan izinnya. Jika tidak memenuhi, kemungkinan hakim akan menolak. Untuk poligami ini akan menjadi pembahasan dalam bab tersendiri. []

Bagikan
Post a Comment