f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
agen perdamaian

Perempuan sebagai Agen Perdamaian Konflik Kekerasan Berbasis Gender

Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih terbilang tinggi. Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) mencatat kekerasan terhadap perempuan meningkat dari tahun lalu. Pada 2020, sebanyak 226.062 kasus kekerasan terhadap perempuan terlaporkan dan pada 2021, kekerasan terhadap perempuan mencapai 338.496 kasus. Ini menandakan bahwa perempuan masih belum benar-benar ada dalam kondisi damai. Merujuk pada Johan Galtung, damai adalah suatu kondisi di mana tidak ada kekerasan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Damai juga berarti sebagai kondisi di mana tidak ada ketidakadilan sosial di dalam masyarakat.

Jika menilik kembali kepada kasus kekerasan terhadap perempuan di atas, kekerasan yang perempuan alami adalah kekerasan bersifat langsung. Di lain sisi, kekerasan tidak langsung juga turut memberi andil. Melanjutkan pernyataan dari Galtung, kekerasan terbagi menjadi tiga bentuk, kekerasan langsung, kekerasan struktural, dan kekerasan kultural. Kekerasan langsung berupa kekerasan fisik seperti perang, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan kekerasan psikis seperti penghinaan, perundungan, makian, dan sebagainya. Kekerasan struktural meliputi kekerasan yang dilakukan oleh struktur atau sistem, seperti kemiskinan, kelaparan, penindasan, marginalisasi, dan lainnya. Dan, kekerasan kultural berupa kekerasan yang berkaitan dengan anggapan budaya yang mengatakan bahwa perempuan adalah posterior (terakhir) dan inferior (lebih rendah).

Bentuk-bentuk kekerasan yang Galtung kemukakan kiranya sangat dekat dengan perempuan. Komnas Perempuan memang tidak melaporkan data mengenai kekerasan struktural dan kekerasan kultural, tetapi kasusnya dapat kita ijumpai di lingkungan sekitar. Presentase perempuan miskin di Indonesia dari 2020-2021 menurut BPS (badan Pusat Statistik) meningkat dan lebih tinggi daripada laki-laki miskin.

Pandangan budaya yang merugikan perempuan juga masih banyak tersebar, seperti larangan bekerja dan berpendidikan karena perempuan harus tinggal di rumah. Perkawinan anak, perkawinan dini, dan masih banyak konstruk budaya yang menganggap perempuan tidak lebih baik daripada laki-laki. Kekerasan menurut Galtung tersebut saling mempengaruhi satu sama lain, menjadi sebuah siklus yang dimulai dari sudut manapun.

Baca Juga  The Power of Speak

Dari sini tampak jelas, untuk menciptakan keserasian dalam kehidupan perlu adanya perdamaian untuk perempuan dan untuk manusia . Keserasian akan menciptakan dinamika bermasyarakat dengan prinsip saling menghargai, saling menghormati, dan saling membutuhkan. Alih-alih menempatkan perempuan terus dalam keadaan sebagai korban yang tidak berdaya, perempuan harus menjadi berdaya.

Hal ini agar dapat membuat perempuan berperan menjadi agen perdamaian untuk dirinya dan untuk kelangsungan hidup manusia yang lebih luas. Telah banyaknya perempuan terdidik yang mampu memberdayakan diri, merupakan sebuah kemajuan kondisi yang perlu kita apresiasi. Namun tidak bisa dinegasikan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih berlajut, sehingga upaya perdamaian harus terus dilakukan.

Upaya Menciptakan dan Menjaga Perdamaian oleh Perempuan

Dengan menciptakan resolusi konflik terlebih dahulu, maka akan tercipta suasana damai. Konflik tersebut adalah kekerasan terhadap perempuan. Kembali mengutip Galtung, resolusi konflik dilakukan melalui tiga tahap, peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding. Peacemaking adalah upaya mengakhiri kekerasan yang terjadi yang dapat dilakukan melalui mediasi dan negosiasi.

Peacekeeping adalah upaya menjaga perdamaian yang dilakukan ketika kondisi telah damai dengan terus memantau perkembangan pascadamai. Peacebuilding adalah upaya untuk membangun perdamaian yang merupakan tahap terakhir menuju perdamaian yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan tatanan sosial yang baru yang sarat akan perdamaian.

Perempuan akan sulit mengupayakan hal tersebut jika sedang mengalami kekerasan, sehingga memerlukan kesadaran dan kapabilitas lebih untuk mencapai perdamaian. Perempuan yang sadar akan pentingnya perdamaian demi kelangsungan hidup yang lebih baik, harus berada dalam garda terdepan untuk upaya perdamaian. Sebagai agen perdamaian, perempuan perempuan harus menanamkan nilai kesetaraan sehingga perdamaian akan benar-benar tercapai dan tidak menimbulkan konflik yang baru. Pada prinsipnya, perdamaian adalah kondisi tanpa dominasi dan kesewenang-wenangan.

Baca Juga  Catatan Awal Tahun: Menolak Lupa Indonesia Darurat Kekerasan Seksual

Mengupayakan perdamaian dapat mulai dengan melakukan hal-hal kecil. Dari diri sendiri, perempuan harus menjadi seseorang yang kuat dan memiliki kemauan belajar. Ini akan membantu perempuan agar bisa mencegah kekerasan dan menyelesaikan kekerasan yang terjadi kepadanya. Di lingkungan masyarakat sekitar, perempuan bisa menjadi promotor perdamaian dengan menciptakan ruang-ruang diskusi mengenai perdamaian. Perempuan juga harus tanggap akan permasalahan kekerasan sehingga dapat menyelesaikan kekerasan yang terjadi dalam lingkup sosial. Sebagai warga negara, perempuan dapat menjadi agen yang bersinergi dengan pemerintah untuk menggalakkan semangat perdamaian. Upaya perdamaian telah banyak mempengaruhi kebijakan negara demi keadilan sosial untuk warganya.

Pemerintah telah melakukan upaya perdamaian seperti adanya kebijakan pengarusutamaan gender untuk menciptakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan RAN P3AKS (Rencana Aksi Nasional Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial). Rencana aksi tersebut menjelaskan mengenai penyelesaian kekerasan kepada perempuan dan anak. Indonesia juga telah meraih prestasi sebagai penyumbang agen penjaga perdamaian perempuan ke-7 di dunia dan pertama di Asia Tenggara. Ini membuktikan bahwa perempuan Indonesia telah berkomitmen untuk perdamaian, dan harapan mengenai perdamaian yang berkelanjutan akan dapat tercapai.

Pada akhirnya, upaya perdamaian akan membutuhkan seluruh pihak untuk turut terlibat dalam prosesnya. Perempuan sebagai agen perdamaian bukan berarti hanya perempuan yang akan mengupayakan perdamaian. Namun, perempuan akan tetap membutuhkan pihak lain sebagai mitra untuk terus bersama-sama mengawal perdamaian.

Penulis : Hanun Ashfa
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas MuhammadiyahMalang
Instagram @hnnshf

Bagikan
Post a Comment