Site icon Inspirasi Muslimah

New Normal di Tempat Bermain

diskriminasi

Ayah dan bunda ingin mengetahui gambaran kecil mengenai masa depan anak kita, lihat saja saat mereka berada di tempat bermain. Bila ada temannya menangis, maka perhatikan apa reaksi anak kita.

Ada anak yang menenangkan –cup-cup, usap-usap, kemungkinan anak ini memiliki sikap penyayang, empati. Biasanya anak seperti ini berpeluang menjadi mediator, penenang masa, penenang temannya.

Ada anak yang suka melapor. Ayah dan bunda dapat membayangkan kalau anaknya seperti ini, kemungkinan dia menjadi intel, polisi, atau yang bekerja di bidang pemantauan, penelitian, atau pelaporan. Yang agak keren sedikit bekerja di bidang pemberantasan korupsi.

Ada juga anak yang melepas tanggung jawab, lari, atau kabur. Semoga anak kita tidak masuk dalam golongan ini. Jika ada pun, bunda dan ayahanda, maka anaknya didampingi dan dibimbing, agar menjadi individu yang bertanggungjawab. Bila tidak, maka ayah dan bunda lebih mengetahui kelanjutan ceritanya.

Itu semua terbentuk dari sentuhan ayah dan bunda semasa di rumah dan cerminan orang yang ada di rumah. Fakta atau tidak, yang dapat menilai hanyalah ayah dan bunda sendiri. Orang lain tidak berhak untuk itu, karena bisa saja berakhir pada gibah atau fitnah. Atau lainnya. Seorang ahli pun, dia harus melakukan pengamatan sejak anak itu lahir dan dari bangun sampai tidur lagi. Bila tidak, hanya sekedar catatan respon sesaat, yang bisa saja berubah sewaktu-waktu.

Ketika Anak Jenuh Bermain di Rumah

Semasa pandemik, anak-anak merasa bosan, jenuh, tertekan. Meskipun demikian, mereka terus berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan, dan anak tetap bermain di rumah. Kadang-kadang, ada juga anak-anak berupaya bermain di luar ruangan dengan mengajak teman-temannya. Mereka bermain di teras atau halaman rumah atau di gang.

Waktu yang mereka gunakan untuk setiap jenis permainan rata-rata kurang lebih 15 menit. Selanjutnya mereka pindah tempat dengan jenis permainan lain. Mereka bermain dengan berbagai bentuk dan jenis permainan dalam sehari.

Lompat, berlari, tebak-tebakan, main kartu. Kadang main gadget. Itupun kalau tidak ada kelas online. Namun yang kurang adalah pengamatan, pemantauan, dan perhatian dari ayah dan bunda terhadap pola tingkah laku mereka. Selain itu, protokol Covid-19 kurang maksimal atau bahkan tidak diterapkan. Potensi anak sebagai pembawa virus kemungkinan ada.

Orang Tua Abai Protokol Covid-19 saat Anak Bermain

Kasus di satu komplek, beberapa ayah dan bunda dinyatakan positif, karena sebelumnya anak-anak mereka bermain di rumah tetangga yang terakhir dinyatakan Positif. Akhirnya, semua penghuni komplek di karantina. Bagaimana pada masa New Normal?

Ini hanya karena ayah dan bunda kurang memperhatikan protokol Covid-19 saat anak bermain di luar rumah atau ajak teman-temannya bermain di rumah kita. Belum ada yang dapat memastikan seseorang sebagai pembawa virus atau bebas virus. Begitu juga dengan lingkungan permukiman kita, belum ada yang dapat memastikan. Satu-satu cara hanyalah test covid-19. Itupun antri, itupun kalau ada yang positif, itupun kalau orang-orangnya mau ditest (karena ada yang kabur, sedih melihatnya, tim sudah berusaha, namun kurang ditanggapi).

Masa pandemik saja, protokol Covid-19 belum mendapatkan perhatian, bagaimana pada saat New Normal diberlakukan? Vaksin dan obat belum diketemukan dan begitu juga dengan imunitas tubuh belum terbentuk guna menangkal Covid-19.

Anak tetap harus bermain. Ada hujan, kekeringan, banjir, gempa, tsunami, gunung meletus, mereka tetap bermain. Bermain adalah hak anak. Apalagi pada masa pandemik, mereka tetap bermain. Bermain tidak dapat dibendung.

Bosan juga bermain terus di rumah, bosan juga diingatkan terus kalau ajak teman ke rumah. Bosan juga main di gang langsung dipanggil. Bosan, bosan, bosan diatur. Ini semua tergantung bagaimana pendekatan dan sentuhan ayah dan bunda selama ini.

Ayah dan bunda yang selalu bersikap tidak diskriminatif, memperhatikan kepentingan terbaik anak, memperhatikan kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang anak. Ayah dan bunda yang selalu mengutamakan untuk memperhatikan dan mempertimbangkan suara atau pandangan anak. Kemungkinan besar, ayah dan bunda akan memiliki anak yang cerdas dan menaati aturan. Begitu sebaliknya.

Ruang Bermain Anak

Pemerintah sudah menyediakan fasilitas Ruang Bermain Anak (RBA). Lama-lama bisa rusak, kalau tidak dirawat. Apalagi kalau tidak difungsikan. Di beberapa kabupaten/kota layak anak, ruang bermain anak menjadi salah satu icon dan indikator. Sudah dapat dipastikan fasilitas tersebut tidak terpakai selama pandemik Covid-19.

Ayah dan bunda perlu ketahui dari sejumlah fasilitas ruang bermain anak dibangun berdasarkan Standar Ruang Bermain Anak yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Ruang bermain anak yang mengacu pada Standar Ruang Bermain Ramah Anak, dapat dipastikan Ruang Bermain Anak dimaksud memenuhi 13 persyaratan, antara lain keamanan dan kesehatan dan kebersihan. Artinya, RBA memenuhi protokol Covid-19. Ini ditandai ada fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, perabot dibersihkan setiap hari, ada fasilitas P3K. Selain itu, ada standar penanganan darurat.

Yang diharapkan sekarang, peran ayah dan bunda untuk mempersiapkan anak pada New Normal di tempat bermain. Mengenai kesiapan Ruang Bermain Anak dapat berfungsi lagi pada masa NewNormal. Biarkanlah itu sudah menjadi urusan dan tanggung jawab Pemerintah atau dinas yang membidanginya.

Anak-anak yang tinggal di Jakarta dapat mengakes 309 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). RPTRA yang dibangun oleh Pemda DKI Jakarta ini tersebar di 5 wilayah administrasi kabupaten/kota. Begitu juga dengan di kota Surabaya, Denpasar, Solo, Semarang, Pangkal Pinang, Bandung. Pokoknya di setiap kabupaten/kota layak anak, dapat dipastikan ada Ruang Bermain Anak. Meskipun belum semua Ruang Bermain Anak tersebut memenuhi Standar RBRA.

Ajak anak berdiskusi mengenai kesiapan mereka bermain di Ruang Bermain Anak. Anak yang sudah terbiasa dengan keteraturan dan disiplin, sangat mudah diajak guna menyepakati aturan-aturan di RBA. Namun ayah dan bunda menghadapi hambatan dan tantangan, kalau ada anak yang tidak terbiasa diatur-atur. Jumlah anak seperti ini sangat sedikit. Walaupun demikian, ayah dan bunda tetap saja ajak dan membiasakan mereka untuk berdiskusi. Melalui diskusi ini sekaligus untuk menginternalisasi aturan yang ada. Harus sabar dan sabar.

Aturan Bermain di Masa New Normal

Sama seperti aturan New Normal di Tempat Tinggal, Protokol Covid19 harus tetap diterapkan pada masa New Normal di tempat bermain:

Pertama, diskusikan dengan anak mengenai apa saja yang harus diperhatikan kalau bermain di luar rumah, terutama di Ruang Bermain Anak. Jelaskan kepada anak, apa itu RBA, siapa pengelolanya, kapan jam beroperasinya, bagaimana aturannya. Cari info tentang RBA melalui google. Setiap RBA ada pengelola, begitu juga ada aturan yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh anak. Biasanya aturan-aturan tersebut ditempel di setiap perabot permainan atau di papan pengumuman. Baca, baca.

Kedua, mintakan anak bercerita, bagaimana kalau di RBA itu diterapkan Protokol Covid19 – memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta antri atau bergantian memanfaatkan perabot permainan dengan teman-temannya.

Ketiga, bagaimana tanggapan anak, kalau dirinya atau teman atau petugas yang batuk-batuk. Atau demam, terlihat lemas. Pada kesempatan ini, ayah dan bunda dapat berbagi cerita dengan anak atau ajak anak menonton anjuran Pemerintah melalui Youtube. Minimal anak tidak keluar rumah atau tetap bermain di rumah.

Keempat, sepakati dengan anak, apabila sepulang dari luar rumah atau RBA segera mandi dan menganti pakaian.

Terakhir, ayah dan bunda selalu mengingatkan anak tentang pentingnya keselamatan diri dengan memperhatikan Protokol Covid19. Selain itu, selalu mereview apa saja pengalaman yang anak dapatkan selama bermain di RBA.

Ayah dan bunda luang waktu untuk anak, terutama yang berusia di bawah 8 tahun. Pada masa ini kecerdasan anak berkembang sekitar 80 persen (50% usia 0-4 tahun; 30% usia 5-8 tahun). Semakin bertambah usia anak, semakin sedikit bimbingan yang mereka butuhkan.

Tempat praktik pertama kali segala pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersumber dari ayah dan bunda sebagai pendidik pertama dan utama adalah di Tempat Bermain.

Bagikan
Exit mobile version