f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
shafiyah

Nasihat Imam Hasan Bashri di Masa Paceklik

Oleh : M. Bagus Irawan*

Rahmania, siapa tak kenal Imam Hasan Bashri? Mendengar namanya, pasti tidak asing lagi di telinga kita, bukan?

Ya, di setiap majelis ilmu, namanya selalu disebut-sebutkan oleh guru kita, di dalam kitab-kitab, dan dari masa ke masa. Nasihat dan riwayat hadisnya selalu dikutip dan dijadikan rujukan utama.

Syahdan, siapa beliau? Nama lengkapnya, Hasan bin Yasar al-Bashri  atau dikenali dengan Abu Sa’id al-Bashri, ia adalah ulama besar dari kalangan Tabi’in. Dilahirkan di Madinah tahun 21 H dan wafat di Bashrah tahun 110 H.

Kedua orangtuanya adalah budak yang dimerdekakan tuannya. Ayahnya bernama Yasar, budak yang diandalkan oleh Zaid bin Tsabit, sedangkan ibunya, adalah budak kinasih dari Ummu Salamah, istri Nabi.

Nama Hasan merupakan pemberian dari Ummu Salamah, sejak kecil pula ia seringkali diasuh dan disusui olehnya, tatkala ditinggal ibunya keluar. Boleh jadi karena wasilah keberkahan dari asuhan dan kasih sayang seorang Ummul Mukminin itulah yang menjadikannya seorang ahli ilmu.

Hasan tumbuh menjadi anak yang tekun belajar agama kepada para Sahabat Nabi. Sejak usia 12 tahun ia sudah hafal al-Qur’an lengkap dengan ragam qira’ah, asbabun nuzul, serta takwil dan penafsirannya.

Hasan hijrah ke Bashrah sejak usia 15 tahun. Saat dewasa, ia tumbuh menjadi seorang ulama saleh yang memiliki pengetahuan takwil al-Qur’an dan memiliki riwayat hadis yang luas bagaikan seorang Sahabat Nabi.

Ia sering dipanggil Syaikul Bashrah, dan kemudian ia lebih populer dengan nama Hasan Bashri. Fatwa dan nasihatnya dijadikan pedoman yang menentramkan bagi umat Islam kala itu. Tak heran bila Hujjatul Islam, Imam Ghazali menulis, “Hasan Bashri diberi karunia besar dari Allah, sebagai orang yang memiliki ucapan paling menyerupai ucapan para Nabi. Serta memiliki ijtihad dan pengetahuan agama yang paling mendekati ijtihad dan pemahaman para Sahabat.” (Ihya Ulumiddin, 1/77).

Tadabbur Lima Ayat

Imam Hasan Bashri berkata, “Aku heran terhadap orang yang mendapat kesulitan tapi melupakan lima ayat, padahal pada lima ayat tersebut Allah memberikan solusi terbaik bagi setiap persoalan. Apakah sebagai seorang muslim mau merenungkannya atau tidak!” Hendaklah manusia selalu ingat bahwa Allah tak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya. Artinya di setiap cobaan selalu ada jalan keluar bagi orang-orang yang bertakwa. Di setiap ujian itu datang, hendaklah kita menadabburi kelima ayat ini:

Baca Juga  Ayat-ayat Al-Qur'an yang Menginspirasi

Pertama, Al-Baqarah 155-157

  • وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ – ١٥٥
  • اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ – ١٥٦

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk..”

Kedua, Ali Imran 173-174

  • اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ – ١٧٣
  • فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌۙ وَّاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ – ١٧٤

(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.

Ketiga, Ghafir 44-45

  • فَسَتَذْكُرُوْنَ مَآ اَقُوْلُ لَكُمْۗ وَاُفَوِّضُ اَمْرِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَصِيْرٌ ۢبِالْعِبَادِ – ٤٤
  • فَوَقٰىهُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِ مَا مَكَرُوْا وَحَاقَ بِاٰلِ فِرْعَوْنَ سُوْۤءُ الْعَذَابِۚ – ٤٥

Maka kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepadamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, sedangkan Fir‘aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang sangat buruk.

Baca Juga  Pemuda Sebagai Solusi dalam Pencegahan Covid-19

Keempat, Al-Anbiya 87-88

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ – ٨٧

فَاسْتَجَبْنَا لَهٗۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ – ٨٨

Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.

Kelima, Ali Imran 147-148

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ – ١٤٧

فَاٰتٰىهُمُ اللّٰهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْاٰخِرَةِ ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ – ١٤٨

Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” Maka Allah memberi mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.

Nasihat di Masa Paceklik

Imam Hasan Bashri menulis surat kepada Qarqad untuk menyampaikan nasihatnya di masa paceklik: “Amma ba’du, sesungguhnya kuwasiatkan kepadamu agar senantiasa bertakwa kepada Allah. Amalkanlah setiap perintah-Nya dan bersiap-siaplah menghadapi segala ancaman-Nya. Sesungguhnya tak ada seorang pun yang bisa menolak cobaan dari-Nya. Dan penyesalan tiada berguna lagi bila ancaman dari-Nya sudah terjadi. Campakkanlah topeng orang-orang yang lalai. Waspadalah terhadap tidurnya orang-orang bodoh. Singsingkanlah lenganmu karena dunia adalah medan perlombaan. Tujuan akhirnya adalah surga dan neraka. Kita semua pada akhirnya akan menghadap kepada Allah. Pada saatnya nanti Allah akan meminta pertanggungjawaban manusia, tentang apa saja yang dilakukannya di dunia. Pada saat itulah, seluruh anggota badan berbicara satu sama lain melaporkan apa saja yang pernah ia lakukan.”

Baca Juga  Hasan Al-Bashri, Ulama Tampan Pewaris Nasihat Para Nabi

Pada kesempatan lain, Imam Hasan Bashri juga berkata, “Dalam keadaan sehat manusia itu sama. Tapi ketika bala’ turun tampaklah yang sejati dari mereka.” Artinya tatkala masa pacekilk turun, nampaklah siapa yang benar-benar menyembah Allah dan siapa yang kufur dari-Nya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika musibah datang, maka seorang yang beriman condong kepada keimanannya dan orang yang munafik akan bercokol kemunafikannya. Hasan Bashri memungkasinya, “Demi Allah, kami telah melihat mereka saling tolong-menolong saat dalam keadaan lapang dan sehat, namun ketika bencana datang, mereka saling pukul dan bercerai-berai.”

Tatkala paceklik tiba, hendaklah kaum Muslimin menuju jalan keamanan, sebagaimana wasiat dari Hasan Bashri, ‘Barangsiapa menjadikan syukur atas segala nikmat sebagai tembok nan kokoh; menjadikan sedekah dan zakat harta sebagai atap yang memayungi; serta menjadikan ilmu sebagai cahaya petunjuknya, maka ia selamat dari kebinasaan. Kelak di akhirat ia akan mencapai derajat ketakwaan bersama orang-orang saleh. Sebaliknya, barangsiapa yang siang-malam waktunya dihabiskan untuk memburu harta; ia lalai menunaikan kewajibannya; lupa akan ibadahnya kepada Allah; menzalimi dirinya sendiri beserta orang-orang di sekelilingnya; niscaya semua hasil jerih payahnya itu hanya sia-sia, tak akan membawa manfaat apapun bagi dirinya. Justru harta yang dikumpulkannya menjadi cambuk yang menyakitkan baginya. (al-Bidayah wa Nihayah, 9/272-9).

*) M. Bagus Irawan; warga Jepara, alumnus UIN Walisongo Semarang.

Bagikan
Post a Comment