f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
makan

Merawat Usia dari Meja Makan

Masih ramai pembicaraan tentang pelaksanaan vaksin Covid-19. Beberapa teman bahkan masih ada yang belum mendapatkan vaksin karena kondisi kesehatan yang belum memungkinkan. Banyak ragam kondisi kesehatan yang nyatanya memaksa mereka untuk menunda kesempatan untuk divaksin. Ada yang karena memang sedang kurang enak badan, ada yang tekanan darahnya tidak stabil, bahkan ada yang baru ketahuan kalau ada yang ‘salah’ dengan jantungnya. Ternyata, pada tahapan screening baru kita ketahui bahwa pemicu tekanan darahnya yang cukup tinggi di usia muda  adalah karena pola makan dan pola istirahat yang tidak terkontrol.

Saya jadi teringat pada adik lelaki yang juga harus menunda giliran vaksinnya karena angka tekanan darah yang cukup tinggi, seingat saya 150 lebih, saya lupa angka pasnya. Angka tekanan darah yang sebenarnya mungkin normal untuk usia tertentu, tetapi menjadi tidak wajar untuk adik saya yang belum genap berusia 30 tahun. Adik saya sempat ngeyel, “Aku gak pernah makan aneh-aneh ya mbak. Kan mbak Din ngerti sendiri sih, menu makanku kayak apa, simple, gak daging terus juga”. Eh, kok jadi nyalahin daging sih? Emang pemicu naiknya tekanan darah hanya daging ya? Kasihan banget itu daging selalu menjadi kambing hitam. Padahal dagingnya gak selalu kambing kan ya? hehe.

Terdoktrin Makanan Ala Menu Cafe

Tak bisa kita pungkiri bahwa dinamika hidup kaum milenial yang serba dinamis menuntut mereka untuk memenuhi asupan makan dengan segala yang praktis, simple, namun tetap menggoyang lidah dan tentu saja harus kekinian. Syarat yang terakhir ini tentu saja sebisa mungkin memenuhi kriteria pamerable karena harus pantas untuk berada di media sosial.  Ya gak sih? Iyain aja lah. Maka yang sering kita temui sebagai menu makan jaman now adalah dominasi makanan tanpa nasi yang katanya menghindari banyak karbo dengan dominasi protein sebagai gantinya.

Baca Juga  Menantang Diri untuk Olahraga Pagi Hari, Saat Puasa Ramadan

Jika kita telusuri, menu makanan kita sekarang banyak menu ala-ala cafe yang tak jauh dari sekitar olahan daging dan seafood. Salad atau sayur yang menyertai terkesan hanya pelengkap saja, karena porsi yang mendominasi tetaplah daging. Kalaupun delalah ketemu dengan menu nasi, biasanya adalah nasi goreng babat, nasi goreng seafood dan nasi goreng kambing, dan nasi padang. Lembaran daun selada, irisan tomat , mentimun dan lalapan lain biasanya hanya beberapa saja, itupun lebih sering terlihat sebagai pemanis aja agar terlihat ada warna hijaunya di piring.

Belum lagi street food yang beraneka ragam rasa dan variannya bermunculan sebagai kudapan untuk teman nongkrong atau nonton drakor. Street food yang dulu hanya kita beli saat nunggu angkot di pinggir jalan depan sekolah sekarang sudah banyak kita temukan sebagai menu snack di cafe-cafe. Didominasi menu goreng, gurih, pedas dengan cocolan atau taburan saus yang beraneka warna membuat kita jadi mau lagi dan lagi. Meskipun sudah paham bahwa makanan itu kurang sehat, tetap saja besok besok beli lagi. Haha, kalau kata ibuk saya, kapok lombok.

Satu lagi makanan yang sering membuat kita khilaf saat menyantapnya. Makanan ini adalah menu sejuta umat yang selalu menjadi favorit kaum muda. Bakso dengan kuah gurih dari lemak daging serta bola daging dengan berbagai jenis dan ukuran bisa dipastikan sangat menggugah selera. Silakan dihitung sendiri berapa jumlah kalori dan lemak yang kita dapatkan dari semangkuk bakso tersebut.

Minuman Penyegar Dahaga Ternyata Gak Sehat?

Eits, belum selesai ya. Bagaimana dengan minuman yang tersedia di meja kita? Sebentar, meja mana dulu nih? Trend yang sekarang berlaku adalah selalu ada minuman sesuai dengan waktu dan tempat. Meja kerja di pagi hari tak lengkap rasanya jika tak ada secangkir teh atau kopi hangat, moodbooster di awal hari katanya. Tentu saja, biasanya ada gula di dalamnya. Ada sih penyuka teh tawar atau kopi pahit, tetapi sepertinya belum banyak yang mengisi keanggotaan di tim ini. Lebih banyak yang suka berada di barisan penyuka capucino, latte, teh tarik dan thaitea.

Baca Juga  Mitos Makanan yang Merugikan Perempuan

Lanjut saat siang selalu ada penyegaran dengan segelas es teh, es kelapa muda, es doger, alpukat kocok, es pisang ijo, boba, es teler, dan es-es lainnya. Segar, dingin, manis, adalah hal-hal yang melekat di minuman-minuman tersebut. Selain itu, tak jarang ketika kita di perjalanan dan mengalami dehidrasi, hal pertama yang kita tuju di showcase minimarket adalah softdrink, kopi kaleng, teh kotak dan teh botol. Berbagai jenis kopi dan teh kekinian, juga boba dengan bermacam varian rasa di kedai-kedai pinggir jalan sering memanjakan tenggorokan kita. Hmm, mari kita hitung jumlah gula yang kita dapatkan dari minuman-minuman tersebut.

Tanpa disadari, kita telah menabung lemak dan gula, bahkan zat berbahaya, ke dalam tubuh sejak sekian lamanya. Timbunan tersebut menimbulkan efek jangka panjang yang tak pernah kita tahu kapan meledaknya. Seperti pepatah kata tentang menabung, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Begitu pula dengan apa yang terjadi dengan kebiasaan makan yang kurang terkondisikan. Banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya telah menabung penyakit lewat menu meja makan yang tidak tertakar dengan baik keseimbangan gizinya.

Kalaupun memasak makanan sendiri, yang lebih sering kita eksekusi adalah olahan cepat saji. Lagi-lagi, alasan utamanya adalah simple dan praktis. Berbagai jenis makanan dengan beragam jenis pilihan dapat dengan mudah kita dapatkan dalam bentuk bekunya. Cukup dengan dipanaskan atau langsung plung-plung, siap santap. Bahkan terkadang seorang yang tak pernah kenal dapur pun bisa menjadi koki handal dengan bersenjatakan aneka jenis frozen food dan bumbu praktis. Kata iklan sih gitu. Hehe.

***

Saya jadi ingat beberapa waktu bertemu dengan seorang keponakan di acara pernikahan salah satu saudara. Keponakan saya tersebut adalah anak muda yang juga belum genap berusia 25 tahun. Santai sekali dia mengambil nasi pindang, lontong opor, beberapa kroket serta es buah. Dan semua itu dia nikmati sendiri.

Baca Juga  Konsep Gizi Seimbang dalam Al-Qur’an

Saya mengatakan padanya untuk berhati-hati dengan pola makan. Dan apa katanya? “Makan ya makan aja, karena sakit itu berasal dari pikiran, kalau kita yakin gak apa-apa, ya gak akan terjadi apa-apa. Gak perlu menyalahkan makanan sebagai penyebab sakit yang kita derita”. Ya, tak ada yang pernah tahu kapan dan bagaimana kita tumbang karena sakit. Tetapi konon katanya mencegah lebih baik daripada mengobati, mungkin lebih baik menjaga diri dari segala kemungkinan dekatnya kita dengan penyakit. Kalau memang makanan tidak berpengaruh dengan kondisi tubuh, mengapa para dokter selain memberikan resep obat juga memberikan daftar pantangan makanan terkait jenis sakit yang diderita pasiennya.

Editor: Kholifatul Husna

Penulis: Dinul Qoyimah

Bagikan
Post a Comment